HIKMAH DAN KEUTAMAAN ZAKAT

HIKMAH DAN KEUTAMAAN ZAKAT

HIKMAH DAN KEUTAMAAN ZAKAT

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِىْ جَعَلَ الزَّكَاةَ لِلدِّينِ اَسَاسًا وَمَبْنَى، وَبَيـَّنَ اَنَّ بِفَضْلِهِ تَزَكَّى مِنْ عِبَادِهِ مَنْ تَزَكَّى، الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، سَيِّدِ الْوَرَى نُوْرِ الْهُدَى شَمْسِ الضُّحَى وَبَدْرِ الدُّجَى، وَعَلَى آلِهِ وَاَصْحَابِهِ الْمَخْصُوْصِيْنَ بِالْعِلْمِ وَالتُّقَى، اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ الْمَلِكُ اْلاَعْلَى، وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَّمَدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِىْ لاَ يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى، اِنْ هُوَ اِلاَّ وَحْيٌ يُّوْحَى. اَيــُّهَا الْحَاضِرُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ، اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِىْ بِتَقْوَى اللهِ سُبْحَاَنهُ وَتَعَالَى، فَاِنَّهُ يَقُوْلُ: فَاَمَّا مَنْ اَعْطَى وَاتَّقَى وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى، فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَى. وَأَمَّا مَنْ بَخِلَ وَاسْتَغْنَى، وَكَذَّبَ بِالْحُسْنَى، فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْعُسْرَى.

Ma’asyiral-muslimin wazumratal-mukminin rahimakumullah

Segala puji dan syukur marilan senantiasa kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan taufiq, hidayah, dan inayah-Nya kepada kita, sehingga pada saat ini kita sudah berada di penghujung pelaksaan ibadah shalat Tarawih. Dengan penuh harapan semoga ibadah kita dari awal hingga akhir Ramadhan ini diterima oleh Allah SWT. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah ke haribaan baginda Rasulullah Muhammad SAW, demikian pula kepada keluarga, sahabat, dan seluruh pengikutnya yang istiqamah menjalankan ajarannya.

Ma’asyiral-muslimin wazumratal-mukminin rahimakumullah

Salah satu rukun Islam yang mempunyai fungsi sebagai pondasi atau asas agama Islam adalah zakat. Secara bahasa zakat artinya bersih, suci, atau subur. Dan menurut istilah fiqih zakat adalah mengeluarkan sebagian dari harta benda atas perintah Allah, sebagai shadaqah wajib kepada orang-orang yang telah ditetapkan menurut syarat-syarat yang telah ditentukan oleh hukum Islam.

Menunaikan zakat bagi orang yang mampu sama wajibnya dengan melaksanakan shalat fardhu. Karena sebanyak 32 ayat al-Quran perintah zakat itu sendiri selalu digandengkan dengan perintah mendirikan shalat. Hal ini menunjukkan betapa eratnya hubungan antara kedua ibadah wajib tersebut. Shalat merupakan seutama-utamanya ibadah badaniyah, sedangkan zakat merupakan seutama-utamanya ibadah maliyah. Oleh karena itu, seluruh ulama sepakat menetapkan bahwa mengingkari kewajiban zakat hukumnya kufur sama halnya dengan mengingkari kewajiban shalat.

Allah SWT berfirman:

وَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَ وَارْكَعُوْا مَعَ الرّٰكِعِيْنَ

Dirikanlah shalat serta tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’. (QS. Al-Baqarah 43)

Ma’asyiral-muslimin wazumratal-mukminin rahimakumullah

Mengelurkan zakat dan mengorbankan harta di jalan Allah selain untuk menunaikan kewajiban kita kepada Allah, juga merupakan ajang pendidikan dan latihan jiwa supaya kita mampu melawan rasa cinta yang berlebihan terhadap harta. Zakat mendorong kita untuk menumbuhkan rasa solidaritas sosial untuk membantu orang-orang yang kesusahan, faqir miskin, dan golongan lemah. Zakat juga membangun kerja sama untuk menangani persoalan-persoalan umat, negara, dan jihad di jalan Allah baik dengan jiwa maupun harta benda. Zakat juga mampu membentuk kepribadian islam pada diri seorang muslim, yaitu suatu kepribadian sempurna yang dapat memberikan faidah kepada sesama manusia sebagai mustahiq zakat sebagaimana telah ditentukan oleh al-Quran. Allah SWT berfirman di dalam surah at-Taubah ayat 60:

۞ اِنَّمَا الصَّدَقٰتُ لِلْفُقَرَاۤءِ وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْعٰمِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِى الرِّقَابِ وَالْغٰرِمِيْنَ وَفِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَابْنِ السَّبِيْلِۗ فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ

Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk – delapan asnaf – yang terdiri dari:

Pertama: orang-orang fakir – yaitu orang-orang yang tidak mempunyai harta atau usaha yang dapat menjamin kebutuhan hidupnya sehari-hari.

Kedua: orang-orang miskin, yaitu orang yang mempunyai usaha dan penghasilan tetapi tidak mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari.

Ketiga: amilin, pengurus zakat, yaitu orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan dan mendistribusikan zakat.

Keempat: mu’allaf yang dibujuk hatinya, yaitu orang yang baru masuk Islam dan belum kuat imannya dan jiwanya perlu dibina agar bertambah kuat imannya supaya dapat meneruskan keislamannya.

Kelima: riqab, yaitu hamba sahaya yang mempunyai perjanjian akan dimerdekakan oleh tuannya dengan jalan menebus dirinya.

Keenam: gharim, yaitu orang yang berhutang untuk suatu kepentingan yang bukan hal kemaksiatan dan ia tidak sanggup untuk melunasinya.

Ketujuh: sabilillah, yaitu orang-orang yang berjuang dengan suka rela untuk menegakkan kalimah Allah.

Dan kedelapan: musafir, yaitu orang yang kekurangan perbekalan dalam perjalanan dengan maksud baik, seperti menuntut ilmu, menyiarkan agama, dan sebagaiya.  

Ma’asyiral-muslimin wazumratal-mukminin rahimakumullah

Orang-orang yang melaksanakan perintah Allah dengan mengeluarkan zakat, bersedekah, dan mengorbankan harta di jalan Allah, tentu saja merasa bahwa harta itu adalah milik Allah yang mesti mereka pertanggungjawabkan. Ia dikumpulkan dan dibelanjakan sesuai dengan ajaran Allah itu sendiri. Mereka tidak akan berani mencari harta dan mebelanjakannya dengan cara yang tidak diridhai-Nya.

Seorang muslim memandang harta sebagai wasilah – jalan atau alat sebagaimana diajarkan Allah SWT, dan bukan sebagai tujuan. Itulah sebabnya seorang muslim akan menggunakan harta yang dimilikinya sebagai manifestasi ketaatannya kepada Allah SWT. Mereka tidak akan disibukkan dengan mencari, mengumpulkan, dan menghitung-hitungnya siang dan malam tanpa memperdulukan dari mana datangnya harta itu sendiri, dengan cara bagaimana ia didapatkan dan kemana harta itu dibelanjakan, sebagaimana yang dilakukan oleh budak-budak harta.

Zakat telah mengajarkan seorang muslim bahwa perbedaan rezeki adalah urusan Allah, sesuai kadar, hikmah, dan firman-Nya. Karena Dia menghendaki dari hamba-hamba-Nya, agar dengan perbedaan rezeki itu manusia hidup dalam suasana saling tolong-menolong dan saling membantu satu sama lain.

Zakat mendidik seseorang untuk percaya dengan sepebuh hati kepada Allah dan lebih mempercayai apa yang ada pada Allah dari pada apa yang ada pada dirinya sendiri. Secara lahiriyah, zakat memang mengurangi harta, tetapi orang-orang yang beriman justru mempercayai sebaliknya. Bahwa segala sesuatu yang dikeluarkan dan dibelanjakan di jalan Allah, baik itu zakat, sedekah, atau infaq fi sabilillah akan bertambah serta berlipat ganda baik dari segi keberkahannya, kualitas maupun kuantitasnya. Lebih dari itu – tentu ini yang paling utama – adalah pembuka rahmat dan ridha Allah SWT. Allah SWT berfirman:

مَثَلُ الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ اَنْۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِيْ كُلِّ سُنْۢبُلَةٍ مِّائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللّٰهُ يُضٰعِفُ لِمَنْ يَّشَاۤءُ ۗوَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ 

Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir terdapat seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui. (QS. Al-Baqarah: 261)

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *