SENDI-SENDI IBADAH
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِىْ خَلَقَ الْجَنَّةَ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَاْلاَرْضُ اُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِيْنَ. الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِى السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِيْنَ الْغَيْظَ وَالْعَافِيْنَ عَنِ الـنَّاسِ، وَاللهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَ. اَشْهَدُ اَنْ لاَّ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةً تُنْجِىْ قَائِلَهَا مِنْ اَهْوَالِ يَوْمِ الدِّينِ. وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ الْمَبْعُوثُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبـَارِكْ عَلَـيْهِ اَشْرَفِ اْلاَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ، سَيِّدِنَا وَمَوْلاَنــَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ. عِبَادَ اللهِ، اُوْصِيْكُمْ وَاِيــَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ، وَاتَّقُوا اللهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ.
Segala puji bagi Allah yang telah mencurahkan nikmat kepada kita, terutama nikmat hidayah iman dan islam, sehingga kita masih diperkenankan menikmati hidangan saum Ramadhan ini dengan segenap kebahagiaan. Salawat dan dalam semoga tetap dihaturkan kepada junjungan alam Rasulullah Muhammad SAW, kepada keluarga, sahabat, dan seluruh umatnya hingga akhir zaman.
Hadirin hamba Allah yang berbahagia
Setiap saat kita selalu berharap bahwa ibadah yang kita lakukan, baik itu shalat, puasa, zakat, sedekah, tadarus al-Quran, dzikir, termasuk ibadah tarwaih kita ini diterima oleh Allah SWT. Di samping kita juga sebenarnya merasa cemas atas segala kekurangan, kesalahan, kekhilafan, serta ketidaksempurnaan ibadah kita.
Rasulullah SAW pernah menginformasikan bahwa di akhirat kelak banyak orang yang dihadapkan pada sidang hisab — yakni perhitungan amal perbuatan. Seluruh amal ibadahnya dikumpulkan bagaikan kain-kain usang yang menumpuk tidak berharga. Kemudian tumpukan amalnya itu digenggam oleh malaikat lalu dilemparkan ke muka pemiliknya, seraya berseru: “inilah hasil dari amal perbuatanmu! Semuanya kosong tidak bernilai bagimu”.
Hadirin hamba Allah yang berbahagia
Alangkah malangnya nasib kita, apabila kita pada posisi sebagaimana yang diceritakan pada hadits Nabi tadi. Amal yang banyak itu tidak ada nilainya di mata Allah SWT. Apa sebabnya? Hal inilah yang ingin saya sampaikan dengan maksud agar kita menjadi lebih apik, teliti, dan hati-hati dalam setiap melakukan aktivitas ibadah. Jangan sampai kita dikategorikan oleh al-Quran sebagai manusia sesat yang tidak menyadari kesesatannya, bahkan merasa dirinya telah berbuat kebenaran.
Allah SWT berfirman:
قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْاَخْسَرِيْنَ اَعْمَالًا ۗ
Katakanlah: “Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?” (QS. Al-Kahfi: 103)
اَلَّذِيْنَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِى الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُوْنَ اَنَّهُمْ يُحْسِنُوْنَ صُنْعًا
Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. (QS. Al-Kahfi: 104)
Hadirin hamba Allah yang berbahagia
Untuk menghindari kerugian itu, kita harus mengetahui serta memahami sendi-sendi ibadah yang menjadi penyebab sempurnanya amal — yang karenanya amal itu diterima oleh Allah sehingga menghantarkan kita pada keberuntungan dan kebahagiaan sebagaimana yang kita harapkan.
Pertama: imanan-kamilan, yakni iman yang sempurna. Iman yang kukuh dan teguh, tidak mudah goyah dengan berbagai terpaan. Keimanan yang lahir dari satu kesadaran bahwa dirinya adalah makhluk yang mempunyai kewajiban mengabdi kepada Tuhannya – Allah SWT. Keimanan yang tumbuh dari satu keyakinan bahwa Allah SWT adalah sumber dari segala yang maujud, penguasa dan pengatur alam semesta, serta kepada-Nya pula semua yang maujud itu akan bermuara. Keimanan yang menjadi watak mukmin sejati sebagaimana dijelaskan di dalam al-Quran:
اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ الَّذِيْنَ اِذَا ذُكِرَ اللّٰهُ وَجِلَتْ قُلُوْبُهُمْ وَاِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ اٰيٰتُهٗ زَادَتْهُمْ اِيْمَانًا وَّعَلٰى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُوْنَۙ
Sesungguhnya orang-orang mukmin yang mantap imannya lagi sempurna adalah mereka yang membuktikan pengakuan iman mereka dengan apabila disebut nama Allah maka gentar hati mereka, karena mereka sadar akan keindahan serta kekagungannya, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, maka bertambahlah kemantapan iman mereka, kemudian melahirkan sikap tawakal, yakni berserah diri kepada Allah SWT. (QS. Al-Anfal:2)
Hadirin hamba Allah yang berbahagia
Kedua: yaqinan-shadiqan, yakni keyakinan yang benar, yang serasi antara niat, sikap, ucapan, dan perbuatan. Keyakinan yang tumbuh atas dasar keimanan yang sempurna. Keyakinan yang melahirkan sifat shidiq, amanah, tabligh, dan fathanah – jujur, terpercaya, cerdas, dan terampil. Keyakinan yang membuahkan amalan-shalihan – amal shaleh yang bermanfaat bagi baik bagi pelakunya maupun masyarakat di sekitarnya. Sebagaimana dijelaskan oleh Allah dalam firman-Nya:
۞ لَيْسَ الْبِرَّاَنْ تُوَلُّوْا وُجُوْهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلٰكِنَّ الْبِرَّ مَنْ اٰمَنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ وَالْمَلٰۤىِٕكَةِ وَالْكِتٰبِ وَالنَّبِيّٖنَ ۚ وَاٰتَى الْمَالَ عَلٰى حُبِّهٖ ذَوِى الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنَ وَابْنَ السَّبِيْلِۙ وَالسَّاۤىِٕلِيْنَ وَفِى الرِّقَابِۚ وَاَقَامَ الصَّلٰوةَ وَاٰتَى الزَّكٰوةَ ۚ وَالْمُوْفُوْنَ بِعَهْدِهِمْ اِذَا عَاهَدُوْا ۚ وَالصّٰبِرِيْنَ فِى الْبَأْسَاۤءِ وَالضَّرَّاۤءِ وَحِيْنَ الْبَأْسِۗ اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ صَدَقُوْا ۗوَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُتَّقُوْنَ
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah orang beriman kepada Allah dan hari kemudian dengan sebenar-benarnya iman sehingga meresap ke dalam jiwa dan membuahkan amal-amal shaleh; percaya kepada malaikat-malaikat sebagai makhluk-makhluk yang ditugaskan oleh Allah dengan aneka tugas; percaya kepada kitab-kitab suci yang diturunkan, khususnya Al-Quran, Injil, Taurat, dan Zabur yang disampaikan kepada para nabi; juga percaya kepada nabi-nabi yang merupakan pilihan Tuhan yang diberi wahyu untuk membimbing manusia; memberikan harta yang dicintainya secara tulus kepada kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan), orang-orang yang meminta-minta, dan (memerdekakan) hamba sahaya; mendirikan shalat secara benar sesuai dengan rukun, syarat, dan sunnah-sunnahnya; menunaikan zakat dengan sempurna, orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. (QS. al-Baqarah: 177)
Hadirin hamba Allah yang berbahagia
Ketiga: tafaquh fid-din, yakni memahami ajaran agama dengan benar. Pemahman yang universal. Utuh dan menyeluruh. Tidak varsial – sepihak dan hanya serpihan yang hanya akan menimbulkan kekeliruan serta kesalahan tentang kebenaran ajaran Islam. Adanya kekerasan, radikalisme, fatatisme golongan adalah diakibatkan oleh pemahaman yang sempit sekelompok umat atas keluasan ajaran Islam.