SENDI-SENDI IBADAH

SENDI-SENDI IBADAH

Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِى الدِّينِ، وَاِنــَّمَا الْعِلْمُ بِالـتَّعَلُّمِ (رواه البخارى)

Barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah kebaikan baginya, maka Allah akan memberikan pemahaman padanya tentang agamanya, dan sesungguhnya memperoleh ilmu itu hanyalah dengan belajar  (HR. Bukhari)

Pada hadis yang lain Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَـيْسَ عَلَـيْهِ اَمْرُنَـا فَهُوَ رَدٌّ. (رواه مسلم)

Barangsiapa yang melakukan suatu amal perbuatan —  yang berkaitan dengan masalah ibadah – yang bukan atas perintah kami, maka amalannya itu tertolak. (HR. Muslim)

Dengan cara apa kita bisa mengetahui, mengerti, dan memahami tentang ilmu-ilmu agama itu? Tentu saja dengan selalu belajar dan terus belajar sebagaimana yang diperintahkan oleh Rasulullah SAW. Di samping itu, al-Quran juga memberikan tuntunan agar kita jangan sungkan untuk bertanya kepada para alim-ulama yang lebih memahami tentang ilmu-ilmu agama.

Hadirin hamba Allah yang berbahagia

Keempat: ikhlas fil-‘amal –  ikhlas artinya bersih atau murni. Seumpama emas 24 karat yang tidak bercampur tembaga atau unsur lainnya. Ikhlas dalam beramal artinya bersih hati serta niatnya dari hal-hal yang dapat menghapuskan pahala ibadah, seperti ujub, riya, sum’ah, takabur dan sebagainya.

Imam Abu al-Qasim al-Qusyairi memberikan definisi ikhlas sebagaimana dikutip oleh al-Imam Nawawi dalam kitab al-Adzkar:

اْلاِخْلاَصُ اِفْرَادُ الْحَقِّ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى فِى الطَّاعَةِ بِالْقَصْدِ

Ikhlas adalah memfokuskan hak Allah SWT dalam melaksanakan ketaatan kepada-Nya dengan tujuan mengharapkan keridhaan-Nya. Tidak karena ingin disanjung, dipuja, dipuji, dan dihargai oleh manusia. Tidak juga karena takut dicaci, dicela, dihina, dan disepelekan oleh manusia. Karena beramal karena mengharapkan pujian, sanjungan, dan penghargaan manusia adalah perbuatan syirik fil-ibadah. Sedangankan meninggalkan suatu amalan ibadah karena takut celaan, cacian, atau hinaan manusia adalah perbuatan riya fil-ibadah. Kedua-duanya – baik syirik maupun riya fil-‘amal – adalah parasit ibadah yang akan menghilangkan pahala dari ibadah itu sendiri.

Allah SWT berfirman:

قُلْ اِنَّمَآ اَنَا۠ بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوْحٰٓى اِلَيَّ اَنَّمَآ اِلٰهُكُمْ اِلٰهٌ وَّاحِدٌۚ فَمَنْ كَانَ يَرْجُوْا لِقَاۤءَ رَبِّهٖ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَّلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهٖٓ اَحَدًا ࣖ

Barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan ganjaran Tuhannya di hari kemudian nanti, maka hendaklah ia mengerjakan amal saleh dan janganlah ia mempersekutukan dalam beribadah kepada Tuhannya sesuatu pun dengan jalan tulus, tidak riya dalam melaksanakan ibadahnya itu. (QS. Al-Kahfi: 110)

Dan di dalam surah al-Bayyinah Allah SWT berfirman:

وَمَآ اُمِرُوْٓا اِلَّا لِيَعْبُدُوا اللّٰهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ ەۙ حُنَفَاۤءَ وَيُقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَيُؤْتُوا الزَّكٰوةَ وَذٰلِكَ دِيْنُ الْقَيِّمَةِۗ

Tidaklah mereka disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.

Hadirin hamba Allah yang berbahagia

Demikianlah empat sendi ibadah dalam Islam agar ibadah yang kita laksanakan benar-benar sesuai dengan aturan al-Quran dan Sunnah sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah SWT. Semoga kita bisa melaksanakan ketaatan itu dengan keimanan yang sempurna, ditopang dengan keyakinan yang mantap, dilandasi dengan ilmu pengetahuan yang benar, dan didasari dengan keikhlasan demi mengharap ridha Allah SWT.

بارك الله لـى ولكم

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *