๐๐๐ง๐ข๐ค๐๐ก ๐๐ญ๐ฎ ๐๐ฎ๐ฆ๐๐ฎ๐ก ๐๐๐ซ๐ฌ๐๐ฆ๐ ๐๐๐ฅ๐๐ฆ ๐๐ข๐ง๐ญ๐ ๐๐๐ง ๐๐๐๐๐ซ๐ค๐๐ก๐๐ง
Oleh: Mahbub Fauzie, Penghulu Ahli Madya KUA Kec. Atu Lintang, Aceh Tengah
Pernikahan bukanlah akhir dari kisah cinta, melainkan awal dari sebuah perjalanan panjang yang penuh dinamika. Banyak pasangan yang mengira bahwa pernikahan adalah tempat berlabuh dari segala rasa lelah dan gundah. Namun sesungguhnya, menikah adalah proses untuk tumbuh bersama, secara lahir dan batin, dalam cinta yang tidak hanya romantis, tetapi juga realistis dan penuh keberkahan.
Menikah bukan hanya tentang dua orang yang saling mencintai, tetapi tentang dua pribadi yang bersedia saling belajar, saling memahami, dan saling memperbaiki diri. Dalam proses inilah cinta yang sejati tumbuh. Bukan cinta yang dibangun di atas emosi sesaat, tapi cinta yang lahir dari kesabaran, keikhlasan, dan komitmen jangka panjang.
Menikah Adalah Proses, Bukan Tujuan
Banyak orang melihat pernikahan sebagai pencapaian akhir dari kisah asmara. Padahal, pernikahan justru adalah pintu masuk menuju fase kehidupan yang baru. Di dalamnya ada banyak pembelajaran yang tidak diajarkan di bangku sekolah: bagaimana berkomunikasi secara jujur, bagaimana menyelesaikan konflik tanpa menyakiti, dan bagaimana berbagi peran dalam kehidupan sehari-hari.
Proses ini tentu tidak mudah. Ada kalanya salah satu merasa lelah, ada kalanya yang lain merasa tidak dipahami. Namun di situlah makna โtumbuh bersamaโ menemukan bentuknya. Karena dalam pernikahan, yang paling penting bukan seberapa sering pasangan saling memuji, tapi seberapa kuat mereka saling mendukung saat kesulitan datang.
Tumbuh dalam Cinta yang Dewasa
Cinta dalam pernikahan bukan sekadar rasa suka atau berbunga-bunga. Cinta yang dewasa adalah ketika seseorang bisa mencintai pasangannya dalam keadaan terbaik maupun terburuk. Ketika cinta tidak lagi diukur dari seberapa mesra kata-kata, tapi dari kesetiaan untuk tetap bersama meski suasana hati sedang tidak baik.
Dalam Islam, cinta dalam pernikahan adalah bentuk ibadah. Setiap senyum, pelukan, bahkan kerja keras untuk mencari nafkah, semuanya bernilai pahala jika dilakukan dengan niat karena Allah. Rasulullah SAW sendiri memberikan teladan bagaimana memperlakukan pasangan dengan penuh kasih sayang. Beliau bersabda: โTidaklah seorang suami memberikan makanan ke mulut istrinya kecuali baginya pahala.โ (HR. Bukhari dan Muslim)
Ini menunjukkan bahwa cinta dalam rumah tangga tidak harus selalu besar dan mewah. Justru hal-hal kecil yang dilakukan dengan cinta dan keikhlasanlah yang memperkuat fondasi pernikahan.
Keberkahan Hadir dari Komitmen dan Ketulusan
Keberkahan dalam pernikahan tidak datang dengan sendirinya. Ia hadir saat pasangan mau saling menjaga komitmen dan terus memperbaiki niat. Ketika pasangan menjadikan pernikahan sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah, maka setiap langkah kehidupan rumah tangga pun akan penuh keberkahan.
Komitmen itu ditunjukkan dalam bentuk kejujuran, tanggung jawab, dan saling percaya. Pasangan yang saling terbuka tentang perasaan, keuangan, hingga impian, akan lebih mudah membangun rumah tangga yang kuat. Sebaliknya, ketika masing-masing sibuk mempertahankan ego, maka tumbuh bersama menjadi hal yang mustahil.
Allah SWT berfirman: โDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayangโฆโ (QS. Ar-Rum: 21)
Ayat ini menunjukkan bahwa pernikahan adalah anugerah, tempat lahirnya mawaddah (cinta) dan rahmah (kasih sayang). Dua hal ini tidak muncul secara tiba-tiba, tetapi tumbuh dari proses saling mengenal, saling menerima, dan saling memberi.
Rumah Tangga, Ladang Tumbuh Bersama
Pernikahan sejatinya adalah tempat paling aman untuk tumbuh. Tumbuh dalam kesabaran, dalam pemahaman terhadap perbedaan, dalam menyelesaikan masalah bersama, dan dalam mendekatkan diri kepada Allah. Rumah tangga yang sehat adalah ruang di mana pasangan bisa menjadi diri sendiri tanpa takut dihakimi, tempat saling menguatkan dalam badai kehidupan.
Menikah bukan berarti berhenti bertumbuh sebagai individu, tapi justru memperluas ruang pertumbuhan itu. Dari dua yang berbeda, menjadi satu yang seimbang. Dari dua jiwa yang rapuh, menjadi satu kesatuan yang saling menguatkan.
Menikah itu bukan hanya tentang bersama dalam suka, tapi juga bertahan dalam duka. Bukan hanya tentang berbagi tawa, tapi juga menghapus air mata. Menikah itu tumbuh bersama dalam cinta yang tidak lekang oleh waktu, dan keberkahan yang terus dipanjatkan dalam doa.
Jika cinta adalah benih, maka pernikahan adalah tanah tempat ia tumbuh. Dan seperti halnya tanaman, ia butuh dipelihara setiap hari dengan perhatian, komitmen, dan iman.
Semoga kita semua dimampukan untuk tidak hanya menikah, tapi juga tumbuh bersama dalam cinta dan keberkahan. []