Menu

Mode Gelap

Artikel · 16 Okt 2025 22:12 WIB ·

99 Tanya Jawab Seputar Shalat (XI)

Penulis: UMI FIRMANSYAH


 99 Tanya Jawab Seputar Shalat (XI) Perbesar

 Pertanyaan 51: Apakah ada dalil zikir jahar setelah shalat?

Jawaban:

Telah diriwayatkan kepada kami dalam Shahih al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas, beliau berkata:

“Aku mengetahui bahwa shalat Rasulullah Saw telah selesai ketika terdengar suara takbir”.

Dalam riwayat Muslim disebutkan, “Kami mengetahui”.

Dalam riwayat lain dalam Shahih al-Bukhari dan Muslim, dari Ibnu Abbas, “Sesungguhnya mengeraskan suara ketika berzikir selesai shalat wajib telah dilakukan sejak masa Rasulullah Saw”.

Ibnu Abbas berkata, “Saya mengetahui bahwa mereka telah selesai melaksanakan shalat ketika saya mendengarnya”. (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Pendapat Syekh Ibnu ‘Utsaimin:

Penanya:

Syekh yang mulia, apa hukum mengangkat suara berzikir setelah shalat wajib?

Syekh Ibnu ‘Utsaimin:

Sunnah, kecuali jika di samping anda ada seseorang yang menyempurnakan shalat dan anda khawatir jika anda mengangkat suara anda akan mengganggunya, maka jangan keraskan suara anda.

Penanya:

Dalilnya syekh?

Syekh Ibnu ‘Utsaimin:

Hadits Abdullah bin Abbas dalam Shahih al-Bukhari: “Mengangkat suara berzikir ketika setelah selesai shalat wajib telah ada pada masa Rasulullah Saw, saya mengetahui shalat telah selesai dengan itu”.

Ayat Memerintahkan Zikir Sirr.

Ada ayat yang memerintahkan agar berzikir sirr di dalam hati. Allah Swt berfirman:

“Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara”. (Qs. al-A’raf [7]: 205).

Imam as-Suyuthi memberikan jawaban dalam kitab Natijat al-Fikr fi al-Jahr bi adz-Dzikr:

Pertama: ayat ini turun di Mekah, karena bagian dari surat al-A’raf, surat ini turun di Mekah, seperti ayat dalam surat al-Isra’: “Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu”. (Qs. al-Isra’ [17]: 110), ayat ini turun ketika Rasulullah Saw membaca al-Qur’an secara jahr lalu didengar orang-orang musyrik, lalu mereka mencaci maki al-Qur’an dan Allah yang menurunkannya, maka Allah memerintahkan agar jangan membaca jahr untuk menutup pintu terhadap perbuatan tersebut, sebagaimana dilarang mencaci-maki berhala dalam ayat: “Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan”. (Qs. al-An’am [6]: 108).

Kedua: sekelompok ahli Tafsir, diantara mereka Abdurrahman bin Yazid bin Aslam guru Imam Malik dan Ibnu Jarir memaknai perintah zikir sirr ini ketika ada bacaan al-Qur’an. Diperintahkan zikir sirr ketika ada bacaan al-Qur’an untuk mengagungkan al-Qur’an. Ini kuat hubungannya dengan ayat: “Dan apabila dibacakan Al Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat”. (Qs. al-A’raf [7]: 204).

Ketiga: Sebagaimana yang disebutkan para ulama Tasauf bahwa perintah dalam ayat ini khusus kepada Rasulullah Saw, adapun kepada selain Rasulullah Saw maka mereka adalah tempatnya was-was dan lintasan hati, maka diperintahkan zikir jahr karena zikir jahr itu lebih kuat pengaruhnya dalam menolak was-was.

Ayat lain yang memerintahkan zikir sirr:

“Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”. (Qs. Al-A’raf: 55).

Jawaban:

Pertama: Pendapat yang kuat tentang makna melampaui batas dalam ayat ini adalah melampaui batas yang diperintahkan, atau membuat-buat doa yang tidak ada dasarnya dalam syariat Islam, diriwayatkan dari Abdullah bin Mughaffal, ia mendengar anaknya berdoa: “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu istana yang putih di sebelah kanan surga”, maka Abdullah bin Mughaffal berkata: “Aku pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda: “Ada di antara ummatku suatu kaum yang melampaui batas dalam berdoa dan bersuci. Kemudian ia membaca ayat ini: “Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”. (Qs. Al-A’raf [7]: 55). Ini penafsiran seorang shahabat nabi tentang ayat ini, ia lebih mengetahui maksud ayat ini.

Kedua: ayat ini tentang doa, bukan tentang zikir. Doa secara khusus lebih utama dengan sirr, karena lebih dekat kepada dikabulkan, sebagaimana firman Allah: “Yaitu tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut”. (Qs. Maryam [19]: 3).

Keutamaan Zikir Jahr Bersama-sama Menurut al-Qur’an dan Sunnah.

Banyak ayat-ayat al-Qur’an menyebut kata zikir dalam bentuk jamak.

Firman Allah Swt:

“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring”. (Qs. Al ‘Imran [3]: 191).

Firman Allah Swt:

“Laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar”. (Qs. Al-Ahzab [33]: 35).

Firman Allah Swt:

“Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyakbanyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang”. (Qs. Al-Ahzab [33]: 41-42).

Hadits-Hadits Tentang Zikir Jahr Beramai-ramai dan Keutamaannya.

Hadits Pertama:

Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya Allah Swt memiliki para malaikat yang berkeliling di jalan-jalan mencari ahli zikir, apabila para malaikat itu menemukan sekelompok orang berzikir, maka para malaikat itu saling memanggil: “Marilah kamu datang kepada apa yang kamu cari”. Para malaikat itu menutupi majlis zikir itu dengan sayap-sayap mereka hingga ke langit dunia. Tuhan mereka bertanya kepada mereka, Allah Maha Mengetahui daripada mereka: “Apa yang dikatakan hamba-hamba-Ku?”. Malaikat menjawab: “Mereka bertasbih mensucikan-Mu, bertakbir mengagungkan-Mu, bertahmid memuji-Mu, memuliakan-Mu”. Allah bertanya: “Apakah mereka pernah melihat Aku?”. Malaikat menjawab: “Demi Allah, mereka tidak pernah melihat Engkau”. Allah berkata: “Bagaimana jika mereka melihat Aku?”. Para malaikat menjawab: “Andai mereka melihat-Mu, tentulah ibadah mereka lebih kuat, pengagungan mereka lebih hebat, tasbih mereka lebih banyak”. Allah berkata: “Apa yang mereka mohon kepada-Ku?”. Malaikat menjawab: “Mereka memohon surga-Mu”. Allah berkata: “Apakah mereka pernah melihat surga?”. Malaikat menjawab: “Demi Allah, mereka tidak pernah melihatnya”. Allah berkata: “Bagaimana jika mereka melihatnya?”. Malaikat menjawab: “Andai mereka pernah melihat surga, pastilah mereka lebih bersemangat untuk mendapatkannya, lebih berusaha mencarinya dan lebih hebat keinginannya”. Allah berkata: “Apa yang mereka mohonkan supaya dijauhkan?”. Malaikat menjawab: “Mereka mohon dijauhkan dari neraka”. Allah berkata: “Apakah mereka pernah melihat neraka?”. Malaikat menjawab: “Demi Allah, mereka tidak pernah melihatnya”. Allah berkata: “Bagaimana jika mereka pernah melihatnya?”. Malaikat menjawab: “Pastilah mereka lebih kuat melarikan diri dari nereka dan lebih takut”. Allah berkata: “Aku persaksikan kepada kamu bahwa Aku telah mengampuni orang-orang yang berzikir itu”. Ada satu malaikat berkata: “Ada satu diantara mereka yang bukan golongan orang berzikir, mereka datang karena ada suatu keperluan saja”. Allah berkata: “Mereka adalah teman duduk yang tidak menyusahkan teman duduknya”. (Hadits riwayat Imam al-Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi dan Ahmad bin Hanbal).

Hadits Kedua:

Dari Jabir, ia berkata: “Rasulullah Saw keluar menemui kami, ia berkata: “Wahai manusia, sesungguhnya Allah Swt memiliki sekelompok pasukan malaikat yang menempati dan berhenti di majlis-majlis zikir di atas bumi, maka nikmatilah taman-taman surga”. Para shahabat bertanya: “Di manakah taman-taman surga itu?”. Rasulullah Saw menjawab: “Majlis-majlis zikir. Maka pergilah, bertenanglah dalam zikir kepada Allah dan jadikanlah diri kamu berzikir mengingat Allah. Siapa yang ingin mengetahui kedudukannya di sisi Allah, maka hendaklah ia melihat bagaimana kedudukan Allah bagi dirinya. sesungguhnya Allah menempatkan seorang hamba di sisi-Nya sebagaimana hamba itu menempatkan Allah bagi dirinya”. (Hadits riwayat Al-Hakim dalam al-Mustadrak).

Komentar Imam al-Hakim terhadap hadits ini:

Hadits ini sanadnya shahih, tapi tidak disebutkan Imam al-Bukhari dan Muslim dalam kitab mereka.

Hadits Ketiga:

Dari Anas, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda: “Apabila kamu melewati taman surga, maka nikmatilah”, para shahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah taman surga itu?”. Rasulullah Saw menjawab: Halaqah-halaqah (lingkaran-lingkaran) majlis zikir”. (HR. At-Tirmidzi).

Komentar Syekh al-Albani terhadap hadits ini: Hadits Hasan. (Dalam Shahih wa Dha’if Sunan at-Tirmidzi).

Hadits Keempat:

Dari Abu Sa’id al-Khudri, ia berkata: Mu’awiyah pergi ke masjid, ia berkata: “Apa yang membuat kamu duduk?”. Mereka menjawab: “Kami duduk berzikir mengingat Allah”. Ia bertanya: “Demi Allah, apakah kamu duduk hanya karena itu?”. Mereka menjawab: “Demi Allah, hanya itu yang membuat kami duduk”. Mu’awiyah berkata: “Aku meminta kamu bersumpah, bukan karena aku menuduh kamu, tidak seorang pun yang kedudukannya seperti aku bagi Rasulullah Saw yang hadits riwayatnya lebih sedikit daripada aku, sesungguhnya Rasulullah Saw keluar menemui halaqah (lingkaran) majlis zikir para shahabatnnya, Rasulullah Saw bertanya: “Apa yang membuat kamu duduk?”. Para shahabat menjawab: “Kami duduk berzikir dan memuji Allah karena telah memberikan hidayah Islam dan nikmat yang telah Ia berikan kepada kami”. Rasulullah Saw berkata: “Demi Allah, kamu hanya duduk karena itu?”. Mereka menjawab: “Demi Allah, kami duduk hanya karena itu”. Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya aku meminta kamu bersumpah, bukan karena aku menuduh kamu, sesungguhnya malaikat Jibril telah datang kepadaku, ia memberitahukan kepadaku bahwa Allah membanggakan kamu kepada para malaikat”. (Hadits riwayat Imam at-Tirmidzi).

Komentar Syekh al-Albani terhadap hadits ini: Hadits Shahih. (Dalam Shahih wa Dha’if Sunan at-
Tirmidzi).

Hadits Kelima:

Salman al-Farisi bersama sekelompok shahabat berzikir, lalu Rasulullah Saw melewati mereka, Rasulullah Saw datang kepada mereka dan mendekat. Lalu mereka berhenti karena memuliakan Rasulullah Saw. Rasulullah Saw bertanya: “Apa yang kamu ucapkan? Aku melihat rahmat turun kepada kamu, aku ingin ikut serta dengan kamu”. (Hadits riwayat Imam al-Hakim).

Komentar Imam al-Hakim terhadap hadits ini: Ini hadits shahih, tidak disebutkan Imam al-Bukhari dan Muslim dalam kitab mereka.

Komentar Imam adz-Dzahabi: Komentar Imam adz-Dzahabi dalam kitab at-Talkhish: Hadits Shahih.

Hadits Keenam:

Dari Abdullah bin az-Zubair, ia berkata: Rasulullah Saw apabila telah salam dari shalat, ia mengucapkan dengan suara yang tinggi:

Komentar Syekh al-Albani dalam Misykat al-Mashabih: Hadits Shahih.

Hadits Ketujuh:

Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda: Allah Swt berfirman: “Aku menurut prasangka hamba-Ku kepada-Ku. Aku bersamanya ketika ia berzikir mengingat Aku. Jika ia berzikir sendirian, maka Aku menyebutnya di dalam diriku. Jika ia berzikir bersama kelompok orang banyak, maka aku menyebutnya dalam kelompok yang lebih baik dari kelompok mereka. Jika ia mendekat satu jengkal kepadaku, maka Aku mendekat satu hasta kepdanya. Jika ia mendekat satu hasta, maka Aku mendekat satu lengan kepadanya. Jika ia datang berjalan, maka Aku akan datang kepadanya dengan berlari”. (Hadits riwayat al-Bukhari dan Muslim).

Hadits Kedelapan:

Sesungguhnya mengeraskan suara ketika berzikir setelah selesai shalat wajib sudah ada sejak zaman Rasulullah Saw. Ibnu Abbas berkata: “Aku tahu bahwa mereka telah selesai shalat ketika aku mendengarnya (zikir dengan suara jahr)”. (Hadits riwayat al-Bukhari dan Muslim).

Hadits Kesembilan:

Tidaklah sekelompok orang berzikir mengingat Allah, melainkan para malaikat mengelilingi mereka, mereka diliputi rahmat Allah, turun ketenangan kepada mereka dan mereka dibanggakan Allah kepada para malaikat yang ada di sisi-Nya. (Hadits riwayat Imam at-Tirmidzi).

Komentar Syekh al-Albani dalam shahih wa dha’if Sunan at-Tirmidzi: Hadits Shahih.

Hadits Kesepuluh:

Dari Anas bin Malik, dari Rasulullah Saw, beliau bersabda: “Sekelompok orang berkumpul berzikir mengingat Allah, tidak mengharapkan kecuali keagungan Allah, maka ada malaikat dari langit yang memanggil mereka: “Berdirilah kamu, dosa-dosa kamu telah diganti dengan kebaikan”. Hadits riwayat Imam Ahmad bin Hanbal dalam kitab al-Musnad.

Komentar Syekh Syu’aib al-Arna’uth tentang hadits ini: Shahih li ghairihi, sanad ini sanad hasan.

Hadits Kesebelas:

Dari Anas, dari Rasulullah Saw, beliau bersabda: “Aku berzikir mengingat Allah bersama orang banyak setelah shalat shubuh hingga terbit matahari lebih aku sukai daripada terbitnya matahari. Aku berzikir bersama orang banyak setelah shalat ashar hingga tenggelam matahari lebih aku sukai daripada dunia dan seisinya”. (Hadits riwayat Imam as-Suyuthi dalam kitab al-Jami’ ash-Shaghir dengan tanda: Hadits Hasan).

Pertanyaan 52: Apakah Sutrah itu?

Jawaban:

Sesuatu yang diletakkan orang yang shalat di hadapannya untuk mencegah orang lewat di depannya.

Pertanyaan 53: Apakah dalil shalat menghadap sutrah?

Jawaban:

Fungsi Sutrah agar orang lain tidak melewati orang yang sedang shalat, karena Rasulullah Saw bersabda:

“Kalaulah orang yang melewati orang yang sedang shalat itu mengetahui hukuman baginya, maka berdiri 40 tahun lebih baginya daripada melewati orang yang sedang shalat”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Ancaman bagi orang yang melewati orang yang sedang shalat sangat keras, oleh sebab itu dianjurkan menahan orang yang akan melewati tersebut dengan cara meluruskan tangan untuk menyelamatkannya dari murka Allah Swt:

“Apabila salah seorang kamu melaksanakan shalat menghadap sesuatu yang dapat menghalanginya dari orang lain (agar tidak melewatinya), jika ada seseorang yang akan melewatinya di depannya, maka hendaklah ia menolaknya, jika orang itu melawan, maka hendaklah ia memeranginya, karena sesungguhnya dia adalah setan”. (HR. Al-Bukhari).

Oleh sebab itu dianjurkan shalat menghadap Sutrah. Rasulullah Saw bersabda:

“Apabila salah seorang kamu shalat, maka hendaklah ia shalat menghadap sutrah, hendaklah ia mendekat ke sutrah, janganlah ia membiarkan seseorang lewat di hadapannya, jika seseorang datang melewatinya, maka hendaklah ia memeranginya, karena sesungguhnya itu adalah setan”. (HR. Abu Daud, an-Nasa’I dan Ibnu Majah, dari Abu Sa’id al-Khudri).

Pertanyaan 54: Apakah hukum menggunakan sutrah?

Jawaban:

Tidak wajib berdasarkan kesepakatan ahli Fiqh, karena perintah memakai sutrah itu bersifat anjuran, karena tidak menggunakan sutrah tidak menyebabkan shalat menjadi batal, bukan pula syarat sahnya shalat, karena kalangan Salaf tidak melazimkan diri memakai sutrah, andai wajib pastilah mereka melazimkannya, karena dosa bagi orang yang lewat di depan orang shalat, seandainya wajib pastilah orang yang shalat itu ikut berdosa, juga karena hadits menyebut: Rasulullah Saw pernah shalat di tanah lapang, tidak ada apa-apa di depannya. (HR. al-Bukhari)69.

 

 

69 Syekh Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu: 2/118.

Pertanyaan 55: Adakah hadits yang menyebut Rasulullah Saw shalat tidak menghadap Sutrah?

Jawaban:

Riwayat Pertama:

Hadits yang diriwayatkan Abdullah bin Abbas:

“Rasulullah Saw shalat bersama orang banyak di Mina ke (arah) tanpa ada dinding”. (HR. Al-Bukhari).

Hadits ini dijelaskan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani:

Kalimat: “Ke (arah) tanpa dinding” artinya: ke (arah) tanpa ada Sutrah”. Demikian menurut Imam Syafi’i70.

Riwayat Kedua:

“Rasulullah Saw melaksanakan shalat wajib, tidak ada sesuatu yang menutupinya (tanpa Sutrah)”. (HR. al-Bazzar).

Riwayat Ketiga:

Dari Ibnu Abbas, ia berkata: “Saya datang bersama seorang anak/sahaya dari Bani Hasyim menunggang keledai, kami melewati bagian depan Rasulullah Saw, ketika itu beliau sedang shalat, kami turun, kami tinggalkan keledai memakan tanaman tanah. Kami ikut shalat bersama Rasulullah Saw. Seseorang bertanya: “Adakah tongkat di hadapan Rasulullah?”. Ia menjawab: “Tidak ada”. (HR. Abu Ya’la).

Komentar al-Hafizh al-Haitsami:

Diriwayatkan oleh Abu Ya’la, para periwayatnya adalah para periwayat shahih71.

 

 

70 Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani, Fath al-Bari: 1/125.
71 Al-Hafizh al-Haitsami, Majma’ az-Zawa’id, 2/78

 

0 0 votes
Article Rating
Artikel ini telah dibaca 5 kali

Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
Lihat seluruh komentar
Baca Lainnya

99 Tanya Jawab Seputar Shalat (XII)

16 Oktober 2025 - 23:47 WIB

99 Tanya Jawab Seputar Shalat (X)

16 Oktober 2025 - 15:13 WIB

99 Tanya Jawab Seputar Shalat (IX)

16 Oktober 2025 - 14:38 WIB

99 Tanya Jawab Seputar Shalat (VIII)

16 Oktober 2025 - 14:06 WIB

99 Tanya Jawab Seputar Shalat (VII)

16 Oktober 2025 - 13:52 WIB

99 Tanya Jawab Seputar Shalat (VI)

16 Oktober 2025 - 13:33 WIB

Trending di Artikel
0
Ada ide atau tanggapan? Share di kolom komentar!x
()
x