Menu

Mode Gelap

Karya Ilmiah · 21 Agu 2025 06:42 WIB ·

Sekufu (Part II)

Penulis: syafran lubis


 Sekufu (Part II) Perbesar

SEKUFU (part II)

Oleh : Muhammad Syafran Lubis

Di atas meja kerja penghulu KUA Bandar srbhawono itu terletak berkas nikah atas nama arifin nasution S.H dan Dewi siregar, S.Pd.I. “ooh.. sama sama sarjana ya” gumamnya dalam hati. Ia kembali memastikan bahwa gelar kedua pengantin itu telah resmi atau tidak. Dibolak baliknya berkas tersebut untuk mencari apakah ada ijazah dari kedua mempelai itu yang menguatkan bahwa kedua mempelai itu betul betul sarjana.  Lelaki kelahiran Mandailing itu menemukan bahwa calon suami betul sarjana yang dikeluarkan salah satu universitas di kota S. Sedangkan yang wanitanya di keluarkan di kota kelahirannya. Ia membatin “potensi untuk menciptakan keluarga samara besar karena keduanya sekufu, dalam pendidikan”

Kehidupan berumah tangga tidak akan bebas dari konflik. Baik pasangan yang baru berumah tangga, ataupun pasangan yang sudah lama menjalani rumah tangga. Hubungan antar manusia memiliki pasang surut, perubahan dalam hubungan berumah tangga juga demikian rumah tangga atau keluarga harus bisa menghadapi perubahan itu dengan bijak dan berusaha mempertahankan keseimbangan dalam hubungan mereka. kesetaraan dalam pendidikan, adalah salah satu kunci penting untuk bisa mempertahankan keutuhan rumah tangga dan menjadikannya bahagia. Cara fikir yang setara, penyelesaian masalah dengan cara pandang yang sama, akan lebih mudah bersama sama mencari solusi karena pendidikan yang sekufu. Perhatian terhadap kebajikan pasangan dan anak anak juga akan lebih mudah disatukan karena sama sama punya pendidikan yang sekufu.

Pendidikan yang sekufu atau setara menjadi faktor penting. Walaupun konflik adalah sebahagian dari pada kehidupan berumah tangga. Sekufu dimaksudkan untuk menjaga hubungan dalam rumah tangga agar hubungan suami istri harmonis karena memiliki kecocokan dalam beberapa aspek. Tidak dapat dipungkiri bahwa beberapa perbedaan yang mencolok akan turut mempengaruhi situasi dan kondisi yang dialami oleh setiap pasangan dalam berumah tangga.

Sesuai sapadan kafaah setara adalah arti lain dari sekufu. Sekufu secara bahasa adalah al musawah, yaitu persamaan dan persesuaian. Artinya antara kedua mempelai hendaknya memiliki kesepadanan dalam beberapa hal. Sedangkan secara istilah Sekufu adalah kondisi kedua calon mempelai suami dan istri pada saat ingin melangsungkan perkawinan memiliki kesepadanan dan kesesuaian yang ditinjau berdasarkan agama, nasab atau kedudukan sosial, dan hartanya. (HR. Bukhari no.5090, Muslim no.1466)

Jumhur ulama fiqh memberikan definisi sekufu adalah ketika seseorang sepadan dalam hal agama, nasab, status kemerdekaan dan profesi. Hanafiyah dan Hanabilah menambahkan  pada aspek kemakmuran dan uang. Sekufu secara sederhana dapat diartikan sebagai bahan pertimbangan bagi seseorang calon laki-laki untuk melihat ke dalam dirinya ketika ingin menikah dengan seorang perempuan apakah telah memenuhi unsur kesetaraan dalam aspek agama, nasab atau kedudukan sosial, dan hartanya. Dilain sisi bagi seorang wanita, sekufu merupakan ukuran untuk menerima perkawinan atau menjadikannya pertimbangan kesepadanan  sebagai penghalang pernikahan.

Parameter sekufu menjadi pedoman bagi seseorang yang ingin melangsungkan pernikahan sebagai bahan pertimbangan. Adanya konsep sekufu merupakan upaya untuk mewujudkan kemaslahatan yang diharapkan dapat tercipta saat seseorang telah menjalani pernikahan dan membangun rumah tangga. Dalam menentukan seseorang sekufu’ para ulama berselisih pendapat. Malikiyah berpendapat bahwa ukuran sekufu dapat dilihat dari dua aspek yaitu agama dan kondisi. Agama yang dimaksud adalah kesepadanan dalam menganut agama yaitu islam, sementara kondisi adalah aspek seseorang yang tidak memiliki cela yang dapat menimbulkan kemudhorotan bagi pasangan dan pihak keluarga.

Hanafiyah dalam menentukan sekufu mengacu pada enam aspek yaitu: agama, islam, kemerdekaan, nasab, harta dan profesi. Syafiiyah memiliki batasan yang identik dengan Hanafiyah yaitu terdapat enam aspek yaitu: agama, kesucian, kemerdekaan, nasab, terbebas dari aib yang dapat menimbulkan cela dan profesi. Hanabilah berpendapat bahwa ukuran sekufu mengacu pada empat hal yaitu: agama, profesi, nasab dan kemakmuran. Meskipun secara keseluruhan terdapat perbedaan yang cukup signifikan dalam menentukan parameter sekufu’, para ulama sepakat pada satu hal yaitu parameter sekufu’ harus didasarkan pada aspek agama.

Mengacu pada konsepsi sekufu yang dicetuskan oleh ulama klasik seperti empat mazhab, maka konsep sekufu hanya dibatasi oleh beberapa parameter yang meliputi: agama, merdeka, terbebas dari aib dan kemudian ditambahkan oleh mazhab Hanafi yaitu profesi atau kedudukan sosial dan harta kekayaan yang ditambahkan oleh mazhab Hambali. Konsep sekufu yang dirumuskan oleh para ulama klasik terbatas pada acuan yang terdapat dalam hadist yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah terkait parameter seseorang dianjurkan untuk dinikahi. Padahal jika mau ditelisik kembali berdasarkan ruh ajaran syariat Islam yang sholih li kulli makan wa zaman, maka konsepsi sekufu sudah sejatinya mendapatkan perluasan yang menyentuh aspek masyarakat modern. Tentu hal ini juga harus dibatasi oleh ketentuan yaitu tidak boleh melanggar syariat yang secara kapasitas tidak terbuka kembali ranah ijtihadnya.

Sekufu yang dirumuskan oleh ulama klasik seperti empat mazhab fiqih merupakan sekufu yang terklasifikasikan dalam jenis sekufu etis-religius. Sekufu etis-religius dimaksudkan untuk menunjukkan konspesi sekufu yang digali berdasarkan nash-nash syar’i dan konsepsi demikian berlaku secara kosekuen bagi seluruh mukallaf tanpa terkecuali, sehingga meskipun status hukumnya adalah anjuran, akan tetapi makna sekufu berlaku secara absolut dan universal.

Selain dari kategori sekufu yang berjenis etis-religius, konsepsi sekufu senatiasa diperluas untuk menunjang kehidupan perkawinan yang berlangsung di masyarakat. Hal ini tidak terlepas dari dinamika yang dibawa oleh era modern, sehingga menghendaki adanya konsep perluasan dalam setiap aspek syariat yang dapat dikenakan konsensus ijtihadi seperti halnya konsep sekufu.

Perluasan yang dimaksudkan dalam konsep sekufu adalah mengacu pada parameter yang disematkan untuk menjustifikasi seseorang telah memenuhi sekufu’ atau tidak. Sehingga, dalam peluasan ini tidak menyasar pada status pemberlakuan hukum sekufu yang hanya sebatas anjuran saja.

Dalam perluasan konsep sekufu ini kemudian lahirlah sekufu yang berjenis material-sosial. Jenis sekufu material-sosial ditunjukkan untuk menerapkan parameter berupa aspek materil dan sosial yang tidak dirumuskan oleh para ulama klasik. Jenis ini bersifat relatif dan temporal karena berbeda individu, berbeda juga konsepsinya. Akan tetapi, secara umum jenis ini memiliki dua kategorisasi yaitu dimensi sosial yang menyasar pada ranah kewibawaan. Pandangan masyarakat dalam dimensi materil yang memandang pada harta kekayaan seseorang. Jenis ini juga diperluas  lagi yang secara sederhana parameter sekufu di era modern berkembang menyasar aspek prestise dan pendidikan.

Sekufu dalam jenjang pendidikan yang bersifat relatif dan temporal ini hanya terbatas pada pendidikan formal yang memiliki gelar akademik. Pada aspek sekufu yang demikian, konsekuensinya berimplikasi pada kebolehan untuk dikesampingkan. Akan tetapi, jika dilihat lebih dalam kembali, tidak dapat direduksi bahwa pendidikan tidak hanya terbatas pada perolehan gelar saja. Akan tetapi terdapat aspek pengetahuan yang didapatkan. Oleh karena itu, jika diperluas maka aspek pendidikan juga dapat masuk dalam kategori proses mendapatkan pengetahuan. Sehingga jika kategori pendidikan diartikan dengan mendapatkan pengetahuan, maka sekufu dalam jenjang pendidikan yang demikian harus juga diutamakan, karena pengetahuan secara luas juga termasuk pengetahuan agama. Sehingga, jika seseorang telah mendapatkan pendidikan formal dengan berbasis pengetahuan agama, maka aspek ini dapat dimasukkan ke dalam sekufu pada aspek agama seseorang.

Parameter sekufu yang telah disebutkan oleh setiap mazhab mengalami dekandensi teoritis yang perlu dikaji lagi, karena pada hakikatnya keseluruhan pendapat ulama mendasarkan parameter sekufu adalah berdasarkan aspek agama, dan aspek selain agama merupakan sesuatu yang tidak dikehendaki untuk dijadikan patokan utama dalam melihat kesepadanan. Padahal jika dilihat secara seksama, adanya konsep sekufu dalam diskursus pernikahan memiliki tujuan untuk mendukung terwujudnya keluarga yang sakinnah, mawaddah wa rohmah seperti yang dikehendaki oleh syariah agama.

Perwujudan keluarga sakinah mawaddah wa rohmah tidaklah serta merta dapat diwujudkan hanya dengan kata-kata belaka, akan tetapi terdapat beberapa usaha yang harus dilakukan salah satunya adalah memiliki pasangan hidup yang dapat diajak untuk bekerja sama dalam mewujudkan tujuan tersebut. Dan untuk bekerja sama dalam hal tersebut, maka setiap insan membutuhkan partner yang dapat mengerti atau bahkan sepemikiran dalam berusaha mewujdukan tujuan tersebut. Era modern seperti sekarang ini, menghendaki manusia untuk menjadi makhluk yang memiliki kompetensi secara mendalam. Salah satu untuk mewujudkan kepemilikan kompetensi tersebut, manusia di era sekarang dituntut untuk melakukan sebuah pembelajaran yang berlangsung dalam sebuah lembaga yang disebut sebagai pendidikan.

Kedudukan sekufu menjadi sangat penting untuk diperhatikan secara seksama dalam menentukan pilihan kepada seseorang yang akan menjadi teman hidup melalui pernikahan. seperti dari hadist yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah :

تُنْكَحُ المَرْأَةُ لأرْبَعٍ: لِمالِها ولِحَسَبِها وجَمالِها ولِدِينِها، فاظْفَرْ بذاتِ الدِّينِ، تَرِبَتْ يَداكَ

Artinya: Wanita biasanya dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena kedudukannya, karena parasnya dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih wanita yang bagus agamanya (keislamannya). Kalau tidak demikian, niscaya kamu akan merugi.” (HR. Bukhari no.5090, Muslim no.1466).

Hadist diatas menunjukkan bahwa karakteristik dalam memilih seorang pasangan hidup haruslah diperhatikan. Hal ini dimaksudkan agar rumah tangga yang kelak terjalin dapat dipenuhi oleh ketentraman dan ketenangan.

Secara garis besar sekufu adalah apa yang telah disebutkan hadist diatas tetapi turunan dari ke empat kategori diatas salah satunya adalah kultur pendidikan yang senantiasa dikedepankan oleh orang-orang yang hidup di zaman modern. Hal ini dikarenakan pergeseran era yang menghendaki manusia harus berpendidikan untuk dapat mengarungi kehidupan dengan budaya persaingan yang sangat ketat serta memberikan persyaratan bahwa seseorang harus memiliki pendidikan tinggi. Perubahan dari apa yang ada dalam hadis diatas dengan menambahkan salah satunya pendidikan memiliki pengaruh terhadap proses pemenuhan tujuan dari pernikahan.

Jenjang pendidikan menjadi salah satu faktor yang dilihat oleh beberapa orang pada saat melakukan pemilihan pasangan sebelum melangsungkan pernikahan. Berdasarkan pada alasan kesetaraan dan kesepadanan yang dapat mempengaruhi pemikiran pada saat menjalani rumah tangga, sehingga ketika pasangan sama-sama memiliki jenjang pendidikan yang sekufu akan lebih besar peluang untuk menciptakan rumah tangga yang harmonis.

Jumhur ulama sepakat bahwa hukum dari sekufu adalah sunnah yaitu dianjurkan untuk diterapkan karena dapat menghindarkan mudhorot, dan mendatangkan maslahat (dar’ul mafasid muqodaam ala jalbi masolih) berdasarkan hadist yang diriwayatkan Abu Hurairah. Status kesunnahan tersebut memiliki konsekuensi logis bahwa sekufu jika tidak diterapkan maka tidak akan berdampak pada sah atau tidaknya pernikahan. Bahkan Ibnu Hazm berpendapat bahwa sekufu’ tidaklah diperhitungkan dalam melangsungkan pernikahan. Akan tetapi terdapat pembatasan yaitu selama seseorang tersebut bukanlah pezina maka seseorang boleh untuk menikah dengan muslimah yang bukan pezina juga.

Wahbah Zuhaili berpendapat bahwa sekufu memiliki keudukan hukum sebagai sebuah anjuran, karena secara konsepsi sekufu bukanlah sebagai syarat sah pernikahan, akan tetapi dalam hal wali keberatan terhadap calon mempelai pria, maka wali berhak untuk mengajukan pembatalan pernikahan, meskipun ketika pernikahan tersebut telah dilaksanakan status pernikahannya tetap sah. Hak sekufu merupakan hak seorang perempuan dan wali perempuan untuk menikahkan dengan seseorang yang seperti apa.

Selama masih dalam kapasitas sekufu’ berdasarkan agama, maka semua parameter selain hal tersebut boleh gugur dengan catatan perempuan ridho atas pengguguran aspek lain tersebut. Meskipun sekufu merupakan anjuran dalam memilih pasangan sebelum melangsungkan perkawinan, akan tetapi hal ini tidak boleh dianggap remeh karena dengan memperhatikan sekufu seseorang dapat mewujudkan keharmonisan rumah tangga dengan mudah.

Dalam konsepsi sekufu, terdapat parameter berupa nasab atau kedudukan yang menjadi tolak ukur untuk melihat garis keturunan serta kedudukan sosial seseorang. Gambaran dari hal ini adalah seseorang dikehendaki untuk memperhatikan garis keturunan seseorang yang akan dinikahi, kemudian kedudukan orang tersebut sebagai apa dalam masyarakat. Secara sederhana, hal ini seperti apakah seseorang dalam kedudukannya sebagai orang yang terpandang dari segi pendidikannya atau hartanya, contohnya adalah ilmuwan atau pengusaha.

Aspek kedudukan sosial dalam diskursus sosiologi harus juga menjadi perhatian, mengingat kedudukan sosial dalam kultur masyarakat luas menjadi bahan utama yang dijadikan sebagai pertimbangan untuk melihat apakah seseorang sepadan ketika ingin menikahi seseorang. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari gunjingan yang ditimbulkan ketika kedua calon mempelai memiliki ketidaksepadanan yang kentara. Dilain sisi, saat terdapat kesepadanan dalam hal kedudukan sosial maka seseorang diharapkan dapat memiliki kemaslahatan yang mampu meminimalisir kekhawatiran rumah tangga untuk terlibat percekcokan. Perluasan konsepsi sekufu yang muncul akibat modernisasi memang secara syar’i dikenal tidak pada pemikiran ulama fiqih klasik.

Konsep sekufu ini dimaksudkan untuk menjaga hubungan dalam rumah tangga agar hubungan keduanya harmonis karena memiliki kecocokan dalam beberapa aspek tersebut. Tidak dapat dipungkiri bahwa beberapa perbedaan yang mencolok akan turut mempengaruhi situasi dan kondisi yang dialami oleh setiap pasangan dalam berumah tangga. Dalam perwujudannya untuk mencapai tujuan perkawinan seseorang tidak dapat serta merta mengharapkan hal tersebut terjadi dengan sendirinya tanpa ada usaha, salah satu usaha untuk mewujudkan perkawinan yang sakinah mawaddah warohmah adalah dengan melakukan pertimbangan pada saat memilih calon pendamping hidup agar terdapat kesesuaian dan keserasian antara kedua calon mempelai sehingga diharapkan dapat menciptakan keharmonisan dalam keluarga.

Hadist bukhori yang memberikan kriteria yang harus dikedepankan oleh seseorang dalam memilih calon istri adalah terpaut dalam empat hal yaitu: harta, strata sosial atau nasab, kecantikan dan agama. Konsep pemilihan yang terfokuskan pada kriteria diatas dalam ajaran agama islam sering disebut sebagai konsep sekufu.

Sekufu merupakan kondisi seseorang calon mempelai laki-laki yang sepadan dalam aspek agama, nasab, harta, strata sosial, dan paras dengan calon mempelai wanita. Konsep ini dimaksudkan untuk menjaga hubungan dalam rumah tangga agar hubungan keduanya harmonis karena memiliki kecocokan dalam beberapa aspek tersebut. Tidak dapat dipungkiri bahwa beberapa perbedaan yang mencolok akan turut mempengaruhi situasi dan kondisi yang dialami oleh setiap pasangan dalam berumah tangga.

Ulama dalam menentukan konsepsi sekufu berbeda-beda dalam parameternya. Akan tetapi, pada dasarnya pernikahan dengan tidak memperhatikan konsep sekufu tidaklah dapat mempengaruhi sah atau tidaknya pernikahan kawinan seseorang. Meskipun aspek sekufu tidak menjadi sesuatu yang mempengaruhi sahnya perkawinan, aspek ini dirumuskan agar dapat menunjang setiap orang yang menikah untuk mencapai tujuan perkawinan yaitu sakinah mawaddah warohmah, sehingga pada hakikatnya perumusan konsep sekufu dicetuskan untuk mendukung kemaslahatan seseorang pada saat perkawinan telah dilaksanakan dan saat menjalani rumah tangga pasangan dapat terhindar dari percekcokan rumah tangga karena ketidaksepahaman kedua pasangan.

Ulama berpendapat bahwa ukuran sekufu’ adalah dilihat dari segi agamanya. Sementara hal-hal lain yang tidak berkaitan dengan agama dapat dikesampingkan jika wali dan pengantin wanita menghendaki untuk dikesampingkan, karena pada hakikatnya hak sekufu adalah dimiliki wali dan pengantin perempuan.

Dalam peraturan perundang undangan, sekufu tidak dapat menjadi sebuah penghalang pernikahan seperti yang termaktub dalam pasal 61 KHI yaitu tidak sekufu’, tidak dapat dijadikan alasan untuk menghalangi perkawinan, kecuali tidak sekufu’ dalam agama (ikhtilaf ad din). Konsep sekufu tidak dianut dalam perumusan substansi KHI, padahal jika dilihat berdasarkan pendapat Sayyid Sabiq yang menyatakan bahwa “Seorang wali berhak mengajukan pembatalan perkawinan karena tidak sekufu”. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa derajat seorang istri dari segi bagus atau tidaknya dapat dilihat dari seorang suaminya. Era modern seperti sekarang ini menggeser kultur dan pemikiran setiap manusia untuk menunjang kebutuhan hidupnya yang serba cepat dan canggih.

Sekufu merupakan unsur penting yang harus menjadi acuan oleh seseorang yang ingin melangsungkan pernikahan, meskipun sekufu tidak menjadi penentu sah atau tidaknya pernikahan, terutama dalam hal agama dan pendidikan karena dengan adanya sekufu dalam dua hal tersebut keharmonisan rumah tangga dapat diraih. Dengan adanya status sekufu pendidikan maka pasangan dapat terlibat dalam sebuah usaha dengan mindset yang sama untuk membangun keluarga berdasarkan pola interaksi dan komunikasi yang dibangun secara gradual berdasarkan kesamaan tingkat pendidikan.

Stabilitas rumah tangga yang berkaitan dengan konsep sekufu didasarkan pada kemaslahatan yang dapat tercipta ketika seseorang menggunakan sekufu sebagai pertimbangan untuk memilih pasangan hidupnya. Hal ini dapat diwujudkan untuk menerapkan maqashidus syariah yang bermakna sebagai tujuan atau makna serta hikmah dari pensyariatan sebuah hukum yang ditetapkan Allah SWT kepada umat manusia. Dengan adanya syariat sekufu, maka seseorang dapat terhindar dari mudhorot rumah tangga dan seseorang yang telah berumah tangga dapat dimudahkan untuk mewujudkan rumah tangga yang harmonis dan bahagia. Konsep sekufu yang dirumuskan oleh para ulama dengan berfokus pada aspek agama saja menjadi konsep yang sangat kaku, karena untuk menunjang keharmonisan rumah tangga tidak hanya dilihat dari aspek agama saja.

Sekufu dirumuskan sebagai langkah untuk dapat mewujudkan kestabilan dan keharmonisan rumah tangga pada saat menjalankan pernikahan. Oleh karena itu, Islam sebagai agama yang mengedepankan prinsip maslahah maka konsepsi sekufu menjadi teori yang perlu diperluas kembali agar tujuan dari perumusan konsep ini yaitu sebagai upaya untuk mendukung teciptanya rumah tangga yang harmonis dan stabil dari segala aspek kehidupan maka aspek yang lain seperti pendidikan juga harus menjadi perhatian.

Maqashid syariah secara terminologi diartikan sebagai tujuan atau target akhir dari sebuah pensyariatan yang bermuara pada terciptanya sebuah kemaslahatan. Para ulama memberikan definisi maqashid syariah dengan berbeda-beda salah satunya adalah makna atau hikmah yang ditetapkan syari’ pada setiap atau sebagian besar yang disyariatkan-Nya sebagai pedoman manusia di muka bumi. Kedudukan maqashid syariah menjadi sangat penting sebagai metodologi penentuan hukum islam. Berbagai pengertian maqashid syariah diatas dapat ditarik sebuah benign merah bahwa maqashid syariah merupakan tujuan atau hikmah yang dijaga oleh pembuat syariat dalam berbagai ketentuan-Nya yang meliputi berbagai aspek dari syariat itu sendiri.

KESIMPULAN

Jenjang pendidikan menjadi salah satu faktor yang dilihat oleh beberapa orang pada saat melakukan pemilihan pasangan sebelum melangsungkan pernikahan. Berdasarkan pada alasan kesetaraan dan kesepadanan yang dapat mempengaruhi pemikiran pada saat menjalani rumah tangga, sehingga ketika pasangan sama-sama memiliki jenjang pendidikan yang sekufu akan lebih besar peluang untuk menciptakan rumah tangga yang harmonis.

0 0 votes
Article Rating
Artikel ini telah dibaca 29 kali

Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
Lihat seluruh komentar
Baca Lainnya

Waris (Faraidh V)

1 Oktober 2025 - 04:12 WIB

Mengapa Verifikasi Calon Pengantin Adalah Keharusan di Era Digital?

30 September 2025 - 11:22 WIB

Taukil Wali bil lisan melalui daring, apakah diperbolehkan?

29 September 2025 - 16:46 WIB

Menggapai Keluarga SAMARA

29 September 2025 - 11:36 WIB

Peran Pencatatan Perkawinan dalam Perspektif Islam sebagai Fondasi Legalitas dan Solusi Masalah Kependudukan: Sebuah Kajian Transdisipliner

27 September 2025 - 16:17 WIB

Perbandingan Mazhab dalam Fiqh: Analisis Epistemologis dan Relevansi Kontemporer

26 September 2025 - 15:58 WIB

Trending di Karya Ilmiah
0
Ada ide atau tanggapan? Share di kolom komentar!x
()
x