Oleh Nahikabillah Rabba, S.H. (CPNS Penghulu KUA Bambanglipuro Kabupaten Bantul)
Agama Islam memandang pernikahan merupakan sebuah perjanjian agung (مِيثَاقًا غَلِيظًا) antara dua insan yang disatukan melalui akad nikah. Oleh karena itu dalam proses pelaksanaanya, ada berbagai macam hukum yang ditetapkan agar pernikahan tersebut sah.
Salah satu ketetapan fiqih pernikahan adalah masa iddah bagi janda yang ingin kembali melangsungkan pernikahan. Dalam kitab Kifayatul Akhyar, masa iddah adalah masa wajib seorang wanita untuk menunggu dalam beberap waktu, guna mengetahui apakah ada janin di dalam rahimnya atau tidak.
Sebagaimana yang diketahui bahwa masa iddah hanya diberlakukan untuk perempuan (janda). Selanjutnya adalah apakah laki-laki yang telah bercerai baik cerai mati atau hidup juga memiliki masa iddah?. Adapun jika meninjau dari segi fikih klasik, masa iddah hanya diberlakukan untuk wanita (janda) hal ini sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat Al-Baqarah ayat 234
وَالَّذِيْنَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُوْنَ اَزْوَاجًا يَّتَرَبَّصْنَ بِاَنْفُسِهِنَّ اَرْبَعَةَ اَشْهُرٍ وَّعَشْرًاۚ فَاِذَا بَلَغْنَ اَجَلَهُنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيْمَا فَعَلْنَ فِيْٓ اَنْفُسِهِنَّ بِالْمَعْرُوْفِۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ ٢٣٤
Artinya : “Orang-orang yang mati di antara kamu dan meninggalkan istri-istri hendaklah mereka (istri-istri) menunggu dirinya (beriddah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian, apabila telah sampai (akhir) idah mereka, tidak ada dosa bagimu (wali) mengenai apa yang mereka lakukan terhadap diri mereka menurut cara yang patut. Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Baqarah: 234)
Dalam berbagai macam literatur kitab fiqih klasik, sebagian besar fuqoha juga sepakat bahwa tidak ada masa iddah bagi laki-laki. Artinya laki-laki (duda) boleh melangsungkan pernikahan kembali setelah bercerai dengan istri baik itu cerai talak, khulu’ atau mati.
Meski sebagian besar fuqoha tidak ada yang menetapkan masa iddah untuk laki-laki namun Syekh Wahbah al-Zuhaili dalam kitab al-Fiqh al-Islam wa Adillatuhu memiliki pandangan yang berbeda. Dalam kitab tersebut dijelaskan bahwa masa iddah laki-laki diberlakukan jika terdapat mani’ syar’i. Contohnya adalah bagi laki-laki yang ingin menikahi saudara perempuan mantan istrinya, maka ia harus menunggu terlebih dahulu masa iddah istri habis karena ada larangan tidak boleh menikahi saudara sekaligus. Hal ini penting untuk ditetapkan karena ada indikasi laki-laki tersebut akan kembali rujuk kepada istrinya selama masa talak raj’i. Oleh karena itu masa iddah laki-laki dalam permasalahan ini menurut Wahbah al-Zuhaili dapat diberlakukan.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa dari segi fikih, masa iddah bagi laki-laki (duda) dapat diberlakukan untuk kondisi permasalan tertentu saja. Namun tidak cukup sampai disini saja, hal ini juga perlu ditinjau dari segi hukum perundang-undangan di Indonesia. Hal ini karena Indonesia merupakan negara hukum dimana segala aspek harus berdasarkan hukum yang berlaku sebagaimana Pasal 1 ayat (3) UUD 1945.
Adapun menurut peraturan yang berlaku di Indonesia, laki-laki (duda) ternyata juga memiliki masa iddah sebelum melanjutkan pernikahan kembali. Hal ini sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Nomor : P-005/DJ.III/Hk.00.7/10/2021 Tentang Pernikahan Dalam Masa Idah Istri oleh Kementerian Agama kepada Kantor wilayah Kementerian Agama Provinsi se Indonesia yakni :
1. Pencatatan pernikahan bagi laki-laki perempuan yang berstatus duda/janda cerai hidup hanya dapat dilakukan apabila yang bersangkutan telah resmi bercerai yang dibuktikan dengan akta cerai dari pengadilan agama yang telah dinyatakan inkrah;
2. Ketentuan masa iddah istri akibat perceraian merupakan kesempatan bagi kedua pihak suami dan istri untuk dapat berpikir ulang untuk menbangun kembali rumah tangga yang terpisah karena perceraian;
3. Laki-laki bekas suami dapat melakukan pernikahan dengan perempuan lain apabila telah selesai masa iddah bekas istrinya;
4. Apabila laki-laki bekas suami menikahi perempuan lain dalam masa iddah, sedangkan ia masih memiliki kesempatan merujuk bekas istrinya, maka hal tersebut berpotensi terjadinya poligami terselubung;
5. Dalam hal bekas suami telah menikahi perempuan lain dalam masa iddah bekas istrinya itu, ia hanya dapat merujuk bekas istrinya setelah mendapat izin poligami dari pengadilan. (aes)
Ketetapan tersebut menjelaskan bahwa laki-laki yang telah bercerai wajib menunggu masa iddah istrinya selesai sebelum menjalankan pernikahan yang baru. Hal ini dimaksudkan agar suami istri ini merenungkan ulang untuk melakukan rujuk. Ketetapan ini juga dimaksudkan agar menghindari poligami terselubung.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa, meskipun dalam fikih klasik, ketentuan tentang masa iddah bagi laki-laki (duda) hanya untuk kasus tertentu saja namun masyarakat tetaplah harus berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku agar tercipta kepastian hukum serta tertib administrasi dalam pelaksanaan pernikahan maupun perceraian.