Menu

Mode Gelap

Pernikahan · 31 Agu 2025 07:24 WIB ·

Mempertimbangkan Al-kafaa-ah Pasangan Hidup

Penulis: UMI FIRMANSYAH


 Mempertimbangkan Al-kafaa-ah Pasangan Hidup Perbesar

Mempertimbangkan Al-kafaa-ah Pasangan Hidup
Al-kafaa-ah menuru bahasa artinya setara, sebanding dan sama. Di antaranya ialah al-kafaa-ah dalam pernikahan, yaitu suami sebanding dengan wanita dalam hal kedudukannya, agamanya, nasabnya, rumahnya dan selainnya.(Lisanul ‘Arab, Ibnu Manzhur jilid V hal.3892, Darul Ma’arif)
Al-Kafa-ah menurut syari’at ialah kesetaraan di antara suami isteri untuk menolak aib dalam perkara-perkara yang khusus, yang menurut ulama-ulama madzhab Maliki yaitu agama dan keadaan (alhaal), yakni terbebas dari cacat yang mengharuskan khiyar (pilihan) untuknya. Sedangkan menurut jumhur (mayoritas ulama) ialah agama, nasab, kemerdekaan dan pekerjaan. Ulama-ulama Madzhab Hanafi dan ulama-ulama madhab Hanbali menambahkan dengan kekayaan, atau harta.
Al-Hafidz Inu Hajar berkata: “Penilaian al-kafaa-ah dalam agama disepakati. Maka pada dasarnya, muslimahtidak halal bagi orang kafir.” (Fat-hul Baari jilid IX hal.132).
Pertama:
Ayat-Ayat yang Menunjukan Dipertimbangkannya al-Kafaa-ah
1. Allah Ta’ala berfirman:
“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang-orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke Neraka, sedang Allah mengajak ke Surgadan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.”(QS.Al-Baqarah:221)
2. Allah Ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu.” (QS.Al-Hujuraat:13)
3. Allah Ta’ala berfirman:
“Wanita-wanita yang tidak baik adalah untuk laki-laki yang tidak baik, dan laki-laki yang idak baik adalah untuk wanita yang tidak baik (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula).” (QS.An-Nuur:26).
4. Allah Ta’ala berfirman:
“Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina, atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin.”QS.An-Nuur:3).
Kedua;
Hadits-Hadits Mengenai Hal Itu.
1. Apa yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam bab al-Akfaa’ fid Diin, kemudian dia menyebutkan hadits Abu Hurairah dari Nabi Saw. beliau bersabda:
“Wanita dinikahi karena empat perkara: karena hartanya, keturunannya, kecantikannyadan agamanya; maka pilihlah yang taat beragama, niscaya engkau beruntung.”(HR.Al-Bukhari)
Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata dalam al-Fat-h: “Ini adalah jawaban yang tegas, jika dasar penilaian tentang al-kafaa-ah dalam nasab dianggap sah (karena harta keturunannya). Al-hasab pada asalnya ialah kemuliaan ayah dan kaum kerabat… karena kebiasaan mereka jika saling membagakan, maka mereka menyebut sifat-sifat mereka dan peninggalan bapak-bapak mereka serta kaum mereka.”(Fat-hul Baari jilid IX hal.135)
Dinukil dari al-Qurtubi: “Tidak boleh diduga dari hadits ini bahwa keempat hal ini difahami sebagai al-kafaa-ah, yakni terbatas padanya.”(Fathul-Baari jilid IX hal.136)
2. Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw, beliau bersabda:
“Jika datang kepada kalian oang yang kalian Ridhai agama dan ahlaknya, maka nikahkanlah ia. Jika kalian tidak melakukannya, maka akan terjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang besar.”(HR.Imam Muslim)
3. Imam at-Tirmidzi meriwayatkan dari Ibnu ‘Umar, ia mengatakan: “Rasulullah Saw. bersabda:
‘Wahai manusia, sesungguhnya Allah telah menghilangkan dari kalian kebanggaan jahiliyyah dang mengagung-agungkan bapak-bapaknya. Manusia itu ada dua macam, orang yang berbakti, bertakwa lagi mulia di sisi Allah. Manusia adalah anak keturunan adam, dan Allah menciptakan Adam dari tanah (HR.at-Tirmidzi).
Allah berfirman;
‘Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakanmu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikanmu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya Allah mahamengetahui dan mahamengenal,'(QS.Al-Hujuraat:13).”
4. Imam al-Bukhari mriwayatkan dari Sahl bin Sa’ad as-Sa’idi,bahwa seseorang lewat di hadapan Nabi Saw., maka beliau bertanya , “Apa yang kalian katakan tentang oramh ini?” Mereka menjawab, “Sudah pasti jika melamar maka lamarannya ditolak, jika menjadi perantara maka perantaraannya tidak akan diterima, dan jika berkata maka kata-katanya tidak didengar. “Rasulullah Saw. brsabda, “Orang ini lebih baik daripada seisi bumi orang seperti tadi.” (HR.Al-Bukhari).
Menurut ulama, al-kafaa-ah bukan syarat sahnya pernikahan, kecuali seperti dalam ayat pertama dari bab ini (QS.An-Nur:3). Persoalannya terletak pada kerelaan wanita dan wali perihal kedudukan, nasab dan harta… demikianlah, wallahu a’lam.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ditanya tentang seseorang yang menikahkan keponakan perempuannya dengan anak laki-lakinya, sedangkan si suami ini fasik yang tidak menunaikan sholat. Mereka menakut-nakuti wanita ini sehingga dia mengizinkanya untuk menikah. Mereka mengatakan: “Jika kamu tidak mengizinkannya, dan jika tidak maka syari’at yang menikahkanmu tanpa memberimu pilihan. “Suami ini sekarang mengambil harta istrinya, dan menghalangi orang lain menemuinya untuk menyingkap keadaannya;; seperti ibunya dan selainnya?
Jawaban: Alhamdulillah, tidak boleh bagi paman atau selainnya dari para walinya menikahkan wanita yang menjadi perwaliannya tanfa sekufu’ jika ia tidak rela dengan hal itu; berdasarkan kesepakatan para Imam. Jika dia melakukan demikian, dia berhak mendapatkan sangsi syar’i yang membuatnya jera, dan sejeisnya dari perbuatan semisal itu. Bahkan seandainya ia ridha degan tanpa sekufu’, maka wali lain selain yang menikahkan boleh membatalkan penkahan tersebut. Paman tidak berhak memaksa wanita yang sudah baligh agar menikah dengan sekufu’; maka bagaimana halnya jika dia memaksannya supaya menikah dengan orang yang tidak sekufu’ , bahkan dia tidak menikahkannya kecuali dengan orang yang diridhaii wanita rsebut, berdasarkan kesepakatan umat Islam?
Jika ia mengatakan kepada wanita inii : “Jika kamu tidak mengizinkan; dan jika tidak, maka syari’at yang menikahkanmu tanpa memberimu pilihan, “lalu ia mengizinkannya, maka izinnya tidak sah, dan tidak sah pula pernikahan  berdasarkan pemaksaan tersebut. Sebab, syari’at tidak menetapkan selain ayah dan kakek untuk memaksa gadis kecil menurut kesepakatan para Imam. Para ulama hanya berselisih tentang ayah dan kakek perihal gadis yang sudah besar; sedang mengenai gadis kecil adalah mutlak.(Majmuu’ Fataawaa Ibni Taimiyah jilid XXXII hal.56-57).
0 0 votes
Article Rating
Artikel ini telah dibaca 24 kali

Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
Lihat seluruh komentar
Baca Lainnya

Antara Ibadah Abadi dan Tantangan Teknologi dalam Pernikahan di Era Digital

1 Oktober 2025 - 13:31 WIB

Waris (Faraidh V)

1 Oktober 2025 - 04:12 WIB

Mengapa Verifikasi Calon Pengantin Adalah Keharusan di Era Digital?

30 September 2025 - 11:22 WIB

Taukil Wali bil lisan melalui daring, apakah diperbolehkan?

29 September 2025 - 16:46 WIB

Menggapai Keluarga SAMARA

29 September 2025 - 11:36 WIB

Waris (Faraidh IV)

25 September 2025 - 15:37 WIB

Trending di Pernikahan
0
Ada ide atau tanggapan? Share di kolom komentar!x
()
x