DALAM dinamika kehidupan rumah tangga, pasangan hidup sering kali hanya dipandang sebagai rekan menjalani suka dan duka, atau sebagai pemenuh kebutuhan emosional dan sosial. Padahal, lebih dari itu, pasangan sejatinya bisa menjadi saham kebaikan, sumber pahala yang terus mengalir, bahkan setelah kita tiada. Dalam konteks ini, pasangan bukan hanya bagian dari kehidupan dunia, melainkan juga investasi jangka panjang menuju akhirat.
Saham Kebaikan dalam Perspektif Kehidupan
Dalam ajaran Islam, terdapat konsep amal jariyah, yaitu amal yang pahalanya terus mengalir meskipun pelakunya telah meninggal dunia. Rasulullah SAW bersabda: “Apabila manusia mati, maka terputuslah amalnya kecuali dari tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya.” (HR. Muslim, no. 1631)
Biasanya amal jariyah dikaitkan dengan wakaf, ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh. Namun, membina pasangan agar menjadi pribadi yang lebih baik juga termasuk dalam amal yang terus mengalir pahalanya. Setiap dorongan yang menjadikan pasangan lebih taat, lebih sabar, dan lebih kuat dalam menghadapi ujian hidup akan kembali kepada kita sebagai pahala.
Misalnya, seorang istri yang sabar membangunkan suaminya untuk salat tahajud, atau seorang suami yang dengan penuh kasih sayang mengajak istrinya ke majelis ilmu. Amal-amal ini adalah bagian dari portofolio amal saleh yang nilainya terus tumbuh seiring waktu. Seperti halnya saham, ia bisa memberikan dividen pahala, bahkan ketika kita telah berpulang.
Menjadi Cermin Kebaikan Satu Sama Lain
Pasangan adalah cermin. Apa yang kita tanam dalam diri pasangan, suatu saat akan kita tuai. Jika kita menanamkan nilai-nilai kebaikan, penghargaan, dan dukungan, maka yang tumbuh adalah cinta yang dewasa dan keberkahan hidup. Allah SWT berfirman: “Wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula).” (QS. An-Nur: 26)
Rasulullah SAW juga bersabda: “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada keluarganya, dan aku adalah yang paling baik kepada keluargaku.” (HR. Tirmidzi, no. 3895)
Ini menegaskan bahwa indikator kualitas seseorang dalam Islam bisa dilihat dari bagaimana ia memperlakukan keluarganya, terutama pasangannya.
Tujuan utama kehidupan adalah ibadah kepada Allah SWT. Allah berfirman: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (QS. Az-Zariyat: 56)
Artinya, pernikahan bukan sekadar mencari kenyamanan duniawi, tetapi kendaraan spiritual untuk bersama-sama meniti jalan menuju surga. Dalam pernikahan yang ideal, masing-masing pasangan bukan hanya menjadi penyejuk hati, tetapi juga penolong dalam ketaatan.
Dampak Sosial dari Pasangan yang Saling Menguatkan
Pasangan yang saling memperbaiki dan saling mengingatkan dalam kebaikan akan melahirkan lingkungan rumah tangga yang sehat, yang berimplikasi langsung pada kualitas generasi berikutnya. Anak-anak yang tumbuh dalam rumah penuh kasih, ilmu, dan ibadah akan lebih mudah menjadi pribadi yang kuat, peduli, dan berakhlak mulia.
Sebaliknya, pasangan yang saling menyalahkan dan menjauh dari nilai-nilai agama hanya akan menanamkan luka batin dalam keluarga, yang berpotensi melahirkan generasi yang rapuh dan penuh konflik.
Maka penting untuk merenung: Sudahkah aku menjadi saham kebaikan bagi pasanganku? Apakah kehadiranku membuatnya lebih dekat kepada Allah, atau justru menjauh?
Menjadi Pasangan Menuju Surga
Menjadikan pasangan sebagai saham kebaikan adalah pilihan yang mulia. Ia memang bukan hal mudah, tapi juga bukan mustahil. Dengan niat yang lurus, komunikasi yang jujur, dan semangat untuk terus belajar, setiap pasangan bisa bertumbuh bersama dalam kebaikan.
Bahkan, Rasulullah SAW menyebutkan tentang pasangan yang saling membangun dan mendoakan: “Semoga Allah merahmati seorang laki-laki yang bangun malam lalu salat dan membangunkan istrinya. Jika istrinya enggan, maka ia percikkan air ke wajahnya. Dan semoga Allah merahmati seorang wanita yang bangun malam lalu salat dan membangunkan suaminya. Jika suaminya enggan, maka ia percikkan air ke wajahnya.” (HR. Abu Dawud, no. 1308)
Hadits ini menggambarkan kemesraan dalam ibadah, bukan hanya dalam aspek duniawi, tetapi juga spiritual. Inilah model pasangan ideal dalam Islam: saling menopang, saling mengingatkan, dan saling mendoakan.
Karena pada akhirnya, pasangan yang saling mencintai karena Allah, yang saling mendekatkan satu sama lain kepada-Nya, akan menjadi pasangan abadi, bukan hanya di dunia, tetapi juga di surga. Allah SWT menjanjikan: “…Mereka dan istri-istri mereka berada dalam tempat yang teduh, bertelekan di atas dipan-dipan.” (QS. Yasin: 56)
Semoga kita semua mampu menjadi saham kebaikan bagi pasangan kita, dan dipertemukan kembali kelak di surga-Nya yang abadi. Aamiin.
Takengon, 16 September 2025
*Kepala KUA Kec. Atu Lintang, Aceh Tengah