Menu

Mode Gelap

Opini · 18 Sep 2025 10:16 WIB ·

Literasi, Pelayanan, dan Tanggung Jawab Kita Bersama

Penulis: Mahbub Fauzie


 Literasi, Pelayanan, dan Tanggung Jawab Kita Bersama Perbesar

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan.” (QS. Al-‘Alaq: 1)

Ayat pertama yang turun kepada Nabi Muhammad SAW adalah perintah untuk membaca. Bukan perintah salat, bukan pula zakat, tetapi iqra’ — bacalah. Sebuah perintah yang sederhana namun sarat makna. Dari sinilah Islam memulai revolusi peradaban: dari membaca, lalu memahami, hingga mengubah keadaan.

Di tengah aktivitas dan rutinitas kita sebagai pelayan umat, kadang membaca menjadi hal yang terlupakan. Padahal, membaca bukan hanya sarana belajar, tetapi juga cara untuk menjaga semangat pelayanan agar tetap hidup dan terus berkembang. Apalagi di lingkungan seperti Kementerian Agama, di mana pelayanan kita bukan hanya administratif, tetapi juga spiritual, sosial, dan kultural.

Membaca Sebagai Bagian dari Pengabdian

Membaca tidak harus selalu soal buku tebal atau teori yang rumit. Ia bisa dimulai dari membaca pengalaman orang lain, artikel singkat, bahkan status di media sosial yang bernas. Selama yang dibaca bermanfaat, maka ia adalah bagian dari upaya memperkaya diri.

Bagi guru, membaca bisa membuka jalan menemukan metode baru dalam mengajar. Bagi penghulu, membaca bisa menjadi bekal dalam memberikan nasihat yang menyentuh. Bagi penyuluh agama, membaca memperluas cara pandang dalam berdakwah di tengah masyarakat yang semakin kompleks. Dan bagi kita semua, membaca adalah proses menjadi lebih bijak dan matang dalam bersikap.

Manfaat Membaca yang Relevan dengan Tugas Kita

Ada banyak manfaat membaca yang terasa dekat dengan kehidupan dan pekerjaan kita: 1) Menambah Wawasan dan Pengetahuan. Bacaan yang beragam memperluas cara pandang kita terhadap masalah umat dan membantu kita memahami konteks yang terus berubah.

2) Menjaga Fokus dan Kesehatan Mental. Membaca melatih otak untuk tetap aktif, sekaligus menjadi sarana relaksasi di tengah tekanan pekerjaan dan persoalan hidup. 3) Melatih Empati. Membaca kisah hidup orang lain membuat kita lebih peka dan tidak cepat menghakimi. Ini penting dalam pekerjaan yang banyak bersentuhan dengan masyarakat.

4) Meningkatkan Kemampuan Berkomunikasi. Dengan kosakata yang lebih kaya, kita bisa menyampaikan pesan dengan lebih baik — baik di mimbar, di ruang sidang, maupun saat memberi layanan di kantor.

5) Menumbuhkan Daya Analisis dan Kepekaan Sosial. Membaca mengasah kemampuan berpikir kritis. Kita jadi lebih mampu membaca “situasi” bukan hanya teks, dan ini sangat penting dalam pelayanan publik.

Budaya Literasi yang Sederhana tapi Bermakna

Literasi bukan berarti harus selalu membaca buku tebal atau menulis artikel panjang. Budaya literasi bisa dimulai dari hal sederhana: membaca 10–15 menit setiap hari, mencatat poin penting dari apa yang dibaca, lalu membagikannya dengan orang lain. Mungkin lewat percakapan ringan, mungkin lewat grup WhatsApp kantor, atau bahkan melalui unggahan media sosial.

Langkah kecil ini, jika dilakukan bersama, bisa menumbuhkan ekosistem literasi yang sehat di lingkungan kerja. Tidak harus formal atau kaku, cukup dengan semangat ingin saling berbagi dan bertumbuh bersama.

Sebuah Ajakan, Bukan Instruksi

Tulisan ini bukan ingin mengajari atau menggurui siapa pun. Saya sendiri masih dalam proses belajar dan terus berupaya membiasakan membaca dalam rutinitas yang padat. Namun dari pengalaman pribadi, saya merasakan bahwa membaca memberi ruang untuk berpikir lebih dalam, merespons dengan lebih tenang, dan menjalani peran sebagai pelayan umat dengan lebih lapang.

Dalam dunia yang berubah begitu cepat, kita perlu terus belajar agar tidak tertinggal. Dan salah satu jalan paling mudah namun kuat adalah membaca — apapun bentuk dan medianya, selama ia membawa manfaat.

Karena Kita Semua Sedang Bertumbuh

Sebagai ASN Kemenag, kita tidak hanya bekerja, tapi juga melayani. Kita tidak hanya menjalankan tugas, tapi juga membawa nilai dan teladan. Dalam setiap layanan, ada wajah agama yang kita bawa. Dan agar kita bisa terus memberikan yang terbaik, kita perlu terus mengisi diri — salah satunya dengan membaca.

Maka mari membaca, dengan ringan dan tanpa beban. Tidak harus banyak, tapi rutin. Tidak harus berat, tapi bernilai. Karena dari literasi yang sederhana, lahir pelayanan yang lebih berempati, dan dari situlah tanggung jawab kita kepada umat bisa dijalankan dengan lebih utuh. Wallahu a’lam.

Mahbub Fauzie
Peminat Literasi, Penghulu dan Kepala KUA Kec. Atu Lintang, Aceh Tengah

5 1 vote
Article Rating
Artikel ini telah dibaca 29 kali

Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
Lihat seluruh komentar
Baca Lainnya

“Cuan” Memboming Dengan Aksi Viral [catatan harian penghulu]

1 Oktober 2025 - 00:03 WIB

Mengapa Verifikasi Calon Pengantin Adalah Keharusan di Era Digital?

30 September 2025 - 11:22 WIB

Musrenbang Sebagai Penjembatan Program KUA Kecamatan

29 September 2025 - 21:27 WIB

Taukil Wali bil lisan melalui daring, apakah diperbolehkan?

29 September 2025 - 16:46 WIB

Pengukuhan dan Rakerwil PW APRI Aceh 2025–2029: Momentum Kebersamaan, Profesionalisme, dan Penguatan Peran Penghulu

29 September 2025 - 06:21 WIB

“BIMWIN” Disandingkan Dengan “Tepuk Sakinah”

28 September 2025 - 20:37 WIB

Trending di Opini
0
Ada ide atau tanggapan? Share di kolom komentar!x
()
x