Menu

Mode Gelap

Artikel · 16 Okt 2025 14:06 WIB ·

99 Tanya Jawab Seputar Shalat (VIII)

Penulis: UMI FIRMANSYAH


 99 Tanya Jawab Seputar Shalat (VIII) Perbesar

 Pertanyaan 36: Bagaimanakah posisi duduk pada Tasyahhud, apakah duduk Iftirasy atau Tawarruk?

 

Jawaban:

Mazhab Hanafi:

Bentuk duduk Tasyahhud Akhir menurut Mazhab Hanafi seperti bentuk duduk antara dua sujud, duduk Iftirasy (duduk di atas telapak kaki kiri), apakah pada Tasyahhud Awal atau pun pada Tasyahhud Akhir. Berdasarkan dalil hadits Abu Humaid as-Sa’idi dalam sifat Shalat Rasulullah Saw: “Sesungguhnya Rasulullah Saw duduk –maksudnya duduk Tasyahhud-, Rasulullah Saw duduk di atas telapak kaki kiri, ujung kaki kanan ke arah kiblat”. (Hadits riwayat Imam al-Bukhari, hadits shahih hasan (Nail al-Authar: 2/275). Wa’il bin Hujr berkata: “Saya sampai di Madinah untuk melihat Rasulullah Saw, ketika beliau duduk –maksudnya adalah duduk Tasyahhud- Rasulullah Saw duduk di atas telapak kaki kiri, Rasulullah Saw meletakkan tangan kirinya di atas paha kiri, Rasulullah Saw menegakkan (telapak) kaki kanan”. (Hadits riwayat at-Tirmidzi, ia berkata: “Hadits hasan shahih”. (Nashb ar-Rayah: 1/419) dan Nail al-Authar: 2/273).

Menurut Mazhab Maliki:

Duduk Tawarruk (pantat menempel ke lantai) pada Tasyahhud Awal dan Akhir. (Asy-Syarh ash-Shaghir: 1/329 dan setelahnya). Berdasarkan riwayat Ibnu Mas’ud: “Sesungguhnya Rasulullah Saw duduk di tengah shalat dan di akhir shalat dengan duduk Tawarruk (pantat menempel ke lantai). (al-Mughni: 1/533).

Menurut Mazhab Hanbali dan Syafi’i:

Disunnatkan duduk Tawarruk (pantat menempel ke lantai) pada Tasyahhud Akhir, seperti Iftirasy (duduk di atas telapak kaki kiri), akan tetapi dengan mengeluarkan kaki kiri ke arah kanan dan pantat menempel ke lantai. Berdasarkan dalil hadits Abu Humaid as-Sa’idi: “Hingga ketika pada rakaat ia menyelesaikan shalatnya, Rasulullah Saw memundurkan kaki kirinya, Rasulullah Saw duduk di atas sisi kirinya dengan pantat menempel ke lantai, kemudian Rasulullah Saw mengucapkan salam”. (diriwayatkan oleh lima Imam kecuali an-Nasa’i. Dinyatakan shahih oleh at-Tirmidzi. Diriwayatkan al-Bukhari secara ringkas. (Nail al-Authar: 2/184). Duduk Tawarruk (menempelkan pantat ke lantai) dalam shalat adalah: duduk dengan sisi pantat kiri menempel ke lantai. Makna al-Warikan adalah: bagian pangkal paha, seperti dua mata kaki di atas dua otot.

Pendapat Mazhab Hanbali:

Akan tetapi tidak duduk Tawarruk (pantat menempel ke lantai) pada duduk Tasyahhud dalam shalat Shubuh, karena duduk itu bukan Tasyahhud Kedua. Rasulullah Saw duduk Tawarruk berdasarkan hadits Abu Humaid adalah pada Tasyahhud Kedua, untuk membedakan antara dua Tasyahhud (Tasyahud Pertama dan Tasyahhud Kedua/Akhir). Adapun shalat yang hanya memiliki satu Tasyahhud, maka tidak ada kesamaran di dalamnya, maka tidak perlu perbedaan. Kesimpulan: duduk Tawarruk (pantat menempel ke lantai) pada Tasyahhud Kedua adalah Sunnat menurut jumhur ulama, tidak sunnat menurut Mazhab Hanafi57.

 

 

57 Syekh Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu: 2/44.

Pertanyaan 37: Adakah doa lain sebelum salam?

 

Jawaban:

Antara Tasyahhud dan Salam, Rasulullah Saw mengucapkan:

“Ya Allah, ampunilah aku, dosa yang telah lalu dan dosa belakangan, dosa yang telah aku sembunyikan dan yang aku tampakkan, perbuatan berlebihanku, dosa yang Engkau lebih mengetahuinya daripada aku, Engkaulah yang Pertama dan Engkaulah yang terakhir. Tiada tuhan selain Engkau”. (HR. Muslim).

Pertanyaan 38: Adakah doa tambahan lain sebelum salam?

 

Jawaban:

Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda: “Apabila salah seorang kamu bertasyahhud, maka mohonlah perlindungan dari empat: “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari azab neraka Jahannam, dari azab kubur, dari azab hidup dan mati dan dari kejelekan azab al-Masih Dajjal”. (HR. Muslim).

 Pertanyaan 39: Bagaimanakah salam mengakhiri shalat?

 

Jawaban:

Mazhab Hanafi: Minimal ucapan salam yang sah adalah dua kali ucapan (ke kiri dan ke kanan). Tanpa ucapan ‘‘alaikum’. Yang sempurna, itulah menurut Sunnah adalah ucapan: ‘assalamu’alaikum warahmatullah’ dua kali ke kiri dan ke kanan). Dalam kedua salam itu imam berniat mengucapkan salam untuk yang berada di sebelah kanan dan kirinya dari kalangan malaikat, kaum muslimin, manusia dan jin. Dianjurkan agar tidak terlalu panjang dan tidak terlalu cepat dalam pengucapannya, berdasarkan hadits Abu Hurairah dalam Musnad Ahmad dan Sunan Abi Daud: “Menghapus salam itu adalah Sunnah”. Ibnu al-Mubarak berkata: “Maknanya adalah tidak terlalu panjang (menggunakan madd)”.

Mazhab Syafi’I dan Hanbali: Minimal salam yang sah adalah ‘assalamu’alaikum’, satu kali menurut Mazhab Syafi’i. Dua kali menurut Mazhab Hanbali. Salam yang sempurna adalah: ‘assalamu’alaikum warahmatullah’, dua kali; ke kanan dan ke kiri. Pada salam pertama dengan cara menoleh hingga terlihat pipi sebelah kanan. Padasalam yang kedua hingga terlihat pipi sebelah kiri. Dengan berniat mengucapkan salam kepada yang berada di sebelah kanan dan kiri dari kalangan malaikat, manusia dan jin. Imam juga berniat menambah ucapan salam kepada para ma’mum. Para ma’mum juga berniat membalas ucapan salam imam dan para ma’mum lain yang mengucapkan salam. Mazhab Syafi’i: Ma’mum sebelah kanan imam berniat pada salam kedua dan ma’mum di sebelah kiri imam berniat pada salam pertama. Adapun ma’mum yang berada di belakang dan selanjutnya berniat sesuai keinginan mereka. Dalilnya adalah hadits Samurah bin Jundub, ia berkata: “Rasulullah Saw memerintahkan kami membalas ucapan salam imam, agar kami berkasih sayang, agar sebagian kami mengucapkan salam kepada yang lain”. (HR. Ahmad dan Abu Daud).

Mazhab Hanafi: Ma’mum berniat membalas salam imam pada salam pertama jika ia berada di sebelah kanan imam, pada salam kedua jika ia berada di sebelah kiri imam, jika ma’mum berada sejajar dengan imam maka ia berniat pada kedua salam tersebut. Orang yang shalat sendirian sunnat berniat untuk malaikat saja.

Tidak dianjurkan menambah kalimat ‘wabarakaatu’, demikian menurut pendapat yang mu’tamad menurut Mazhab Syafi’I dan Hanbali. Dalil mereka sama dengan dalil Mazhab Hanafi, yaitu hadits Ibnu Mas’ud dan lainnya diatas: “Sesungguhnya Rasulullah Saw mengucapkan salam ke kanan dan ke kiri dengan lafaz: ‘assalamu’alaikum warahmatullah’, hingga terlihat putih pipinya”.

Jika seseorang membalik salam ‘alaikumsalam’, maka tidak sah menurut Mazhab Syafi’I dan Hanbali. Menurut pendapat al-Ashahh tidak sah ucapan ‘salaamu’alaikum’58.

 

 

58 Syekh Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu: 2/50.

 Pertanyaan 40: Ke arah manakah arah duduk imam setelah salam?

 

Jawaban:

Sisi kanan tubuh mengarah ke ma’mum, sisi kiri ke arah kiblat, berdasarkan hadits:

Dari al-Barra’, ia berkata: “Apabila kami shalat di belakang Rasulullah Saw, kami ingin agar kami berada di sebelah kanan beliau, maka beliau menghadap ke arah kami dengan wajahnya. Saya mendengar Rasulullah Saw mengucapkan:

“Ya Tuhanku, peliharalah aku dari azab-Mu pada hari Engkau bangkitkan –kumpulkan- hamba-hamba-Mu”. (HR. Muslim).

(Disalin dari buku 99 Tanya Jawab Seputar Shalat, penulis H.Abdul Somad,Lc,MA, Penerbit Tapaqquh Media Pekanbaru-Riau, cet ke V, Agustus 2017).

 

 

 

 

 

 

 

5 1 vote
Article Rating
Artikel ini telah dibaca 6 kali

Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
Lihat seluruh komentar
Baca Lainnya

99 Tanya Jawab Seputar Shalat (XII)

16 Oktober 2025 - 23:47 WIB

99 Tanya Jawab Seputar Shalat (XI)

16 Oktober 2025 - 22:12 WIB

99 Tanya Jawab Seputar Shalat (X)

16 Oktober 2025 - 15:13 WIB

99 Tanya Jawab Seputar Shalat (IX)

16 Oktober 2025 - 14:38 WIB

99 Tanya Jawab Seputar Shalat (VII)

16 Oktober 2025 - 13:52 WIB

99 Tanya Jawab Seputar Shalat (VI)

16 Oktober 2025 - 13:33 WIB

Trending di Artikel
0
Ada ide atau tanggapan? Share di kolom komentar!x
()
x