Oleh :
KHAERUL UMAM, S.Ag*)
(Penghulu Ahli Madya KUA Pakuhaji)
A. Muqadimah
Pernikahan juga merupakan salah satu asas pokok hidup yang paling utama dalam pergaulan Masyarakat yang sempurna serta termasuk salah satu jalan yang amat mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan. Perkawinan dalam Islam diatur sedemikian rupa, oleh karena itu perkawinan sering disebut sebagai perjanjian suci antara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk membentuk keluarga yang bahagia. Salah satu tujuan syariah Islam (maqasid as-syari’ah) sekaligus tujuan perkawinan adalah hifdz an-nasl yakni terpeliharanya kesucian keturunan manusia sebagai pemegang amanah khalifah fi al-ard. Tujuan syariah ini dapat dicapai melalui jalan perkawinan yang sah menurut agama, diakui oleh Undang-Undang dan diterima sebagai bagian dari budaya Masyarakat.
Dalam Islam mengatur banyak hal, khususnya tentang pernikahan, islam mengatur hukum-hukum dari suatu pernikahan, siapa saja yang boleh dan tidak boleh dinikahi, syarat serta rukun dari pernikahan, dan lain sebagainya. Salah satu persyaratan untuk melangsungkan perkawinan itu terdapat dalam hadits Nabi dari Abdullah bin Mas’ud, yang bunyinya: “Wahai para pemuda, barangsiapa di antaramu telah mempunyai kemampuan dari segi “al-baah” hendaklah ia kawin, karena perkawinan itu lebih menutup mata dari penglihatan yang tidak baik dan lebih menjaga kehormatan. Bila ia tidak mampu untuk kawin hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu baginya pengekang hawa nafsu.”.
Kata-kata “al-baah” mengandung arti kemampuan melakukan hubungan kelamin dan kemampuan dalam biaya hidup perkawinan. Kedua hal ini merupakan persyaratan suatu perkawinan. Namun pada realitanya pernikahan ternyata dapat dilakukan dengan tanpa sempurnanya dari salah satu ketentuan persyaratan perkawinan, yaitu kemampuan dalam melakukan hubungan kelamin. Sehingga pernikahan tidak hanya dapat dilakukan bagi orang-orang yang memiliki anggota bagian tubuh yang normal. Akan tetapi bagi seseorang penyandang tubuh berdempetan atau lebih dikenal dengan sebutan “kembar siam” juga dapat melangsungkan pernikahan.
Selanjutnya apabila terdapat seorang kembar siam ingin melakukan pernikahan, lantas bagaimana hukum pernikahannya. Karena melihat kondisi fisiknya yang melekat antara satu sama lain, secara medis kembar siamtersebut dapat dengan mudah di diagnosis untuk menentukan jumlah padaanak kembar siam tersebut. Sehingga kembar siam tersebut dianggap sebagaisatu ataukah dua orang. Maka dalam tulisan kali ini, penulis mencoba menguraikan dan membahas pernikahan seseorang yang kembar dempet atau kembar siam dalam perspektif hukum Islam.
B. Pengertian Kembar Siam
Conjoined twins atau kembar yang menjadi satu (siam) adalah kembar satu telur dan daerah embrio gagal untuk terpisah sama sekali, sehingga kedua bayinya tetap saling melekat. Kembar siam merupakan salah satu variasi. Bagian tubuh yang sering melekat ialah sacrum (tulang segitiga besar yang membentuk bagian bawah tulang punggung). Insidensinya 1:900 kelahiran kembar atau 1:50.000 sampai 1:100.000 kelahiran, kebanyakan terjadi pada bayi perempuan. Kematian maternal (kematian ibu hamil) jarang terjadi. Kemunculan kasus kembar siam diperkirakan adalah satu dalam 200.000 kelahiran, dan yang bisa bertahan hidup berkisar antara 5% dan 25%, namun kebanyakan hanya 75% serta berjenis kelamin perempuan.
Kembar dibagi menjadi dua macam, yaitu 1) kembar dizigotik (kembar dua telur, heterolog, biovuler, dan fraternal) terdiri dari satu ovarium dan dari dua folikelde graff, 2) kembar monozigot (kembar 1telur, homolog, uniovuler, identik) terdiri dari satu telur dengan dua inti, hambatan pada tingkat blastula, hambatan pada tingkat segmentasi dan hambatan setelah amnion dibentuk, tetapi sebelum primitive streak. Kembar identik mungkin memiliki satu atau dua kantong chorion, akan tetapi hanya kalau ada satu kantong chorion maka kembar identik dapat dibuktikan. Kembar dengan jenis kelamin sama mempunyai dua kantong chorion dapat identik atau fraternal, dan tidak ada pemeriksaan terhadap plasenta atau selaput ketuban yang dapat membuktikan keadaan sesungguhnya.
Terdapat beberapa jenis dari kembar siam, namun pada tulisan ini penulis lebih memfokuskan atau mengkhususkan jenis kembar siam “Omphalopagus”, yaitu seorang anak kembar siam yang tubuhnya bersatu di bagian bawah dada. Umumnya masing-masing tubuh memiliki jantung masing-masing, tetapi biasanya kembar siam jenis ini hanya memiliki satu hati, sistem pencernaan, diafragma dan organ-organ lain (34% dari seluruh kasus). Kebanyakan dari seorang kembar siam memang meninggal dunia ketika masih dalam usia bayi. Namun sebagian dari mereka ada juga yang masih bertahan hidup hingga beranjak dewasa, bahkan sampai melangsungkan pernikahan serta mempunyai keturunan. Seperti pada contoh fenomena pernikahan kembar siam oleh “Chang dan Eng Bunker”, lahir di Thailand pada 11 Mei 1811 dan meninggal 17 Januari 1874 adalah dua saudara kembar siam. Mereka terlahir berdempet di pinggang, berbagi satu organ hati dan kulit yang sama, namun mereka berdua memiliki alat kelamin masing-masing. Chang dan Eng masing-masing menikahi istri mereka yang tidak kembar siam. Chang memiliki 10 anak dengan istrinya (Adelaide Yates), sedangkan Eng memiliki 12 anak dengan istrinya (Sarah Anne Yates). Meskipun menyandang status kembar siam, mereka benar-benar melaksanakan tugas mereka sebagai suami.
Dalam fenomena tersebut dijelaskan bahwa yang menyandang status tubuh berdempetan Adalah seseorang yang berjenis kelamin laki-laki. Sehingga di saat ia menikah dengan wanita normal, maka terdapat kemungkinan untuk dapat memiliki keturunan. Karena suatu kehamilan hanyalah terjadi pada seorang Perempuan Sedangkan apabila yang memiliki tubuh berdempetan ternyata merupakan seorang wanita, maka perlu beberapa pertimbangan untuk melihat segala kemungkinan-kemungkinan yang nantinya terjadi. Sehingga ketika nantinya akan menikah, maka dapatkah tercapai tujuan dari pernikahan. Salah satu tujuan dari pernikahan ialah memiliki keturunan, dan hal tersebut akan sangat sulit dicapai oleh seseorang yang mempunyai tubuh berdempetan. Selain itu, ditakutkan juga nantinya terjadi suatu hal yang bisa mencelakakanantara satu sama lain.
C. Kembar Siam Menurut Kacamata Hukum Islam
Kemunculan kembar siam sebuah fenomena yang tidak asing lagi bermunculan di sekitar kita. Umumnya bayi kembar siam bermasalah dalam gen. Kembar siam adalah keadaan kembar yang tubuh keduanya bersatu. Kebanyakan kembar siam memang meninggal dunia saat masih dalam usia bayi. Namun, sebagian dari mereka ada juga yang beranjak dewasa. Mereka pun juga ingin mempunyai keturunan seperti layaknya manusia normal. Akhirnya, ada juga dari mereka yang sudah menikah dan mempunyai anak.
Pertanyaan, dalam perspektif Islam, kembar siam dianggap sebagai satu orang atau dua orang? Jika dianggap sebagai dua orang, bagaimana hukum pernikahannya terkait hubungan badan dengan pasangan, serta hukum-hukum syari’at lainnya?
Dalam memutuskan status jumlah jiwa ganda atau tunggal, agama melihat dari adanya dua atau satu kepala, serta kemampuanya untuk hidup. Bilamana dua kembar siam mampu hidup bergantian, semisal satu tidur dan yang lainya sadar, begitupula sebaliknya, maka dianggap dua jiwa, baik anggota tubuh lainya (selain kepala) ganda maupun tidak. Dalam Kitab Hawasyi al-Syarwani Juz 6, halaman 455 dijelaskan:
فظاهر أن تعدد غير الرأس ليس بشرط بل متى علم استقلال كل بحياة كأن نام دون الآخر كانا كذلك إهـ.
Artinya: “Jelaslah bahwa keterbilangan anggota tubuh selain kepala bukan sebuah syarat (dianggap dua jiwa). Akan tetapi ketika dapat diketahui kehidupanya masing-masing, seperti salah satu tidur dan yang lain sadar (begitupula sebaliknya) maka dihukumi dua jiwa.”.
Keberadaan kembar siam yang dianggap dua jiwa dengan ketentuan tersebut, berlaku kepada masing-masing dari keduanya hukum syariat sebagaimana umumnya.
إذحكمهما حكم الإثنين في سائر الأحكام كما نقلوه عن ابن القطان وأقروه
Artinya:“Karena keduanya dihukumi dua orang (jiwa) dalam berbagai hukum, sebagaimana ketetapan dan kutipan para ulama dari Ibnu Qothon.” (Hawasyi al-Syarwani).
Dalam melaksanakan ibadah, mereka berdua harus melakukanya sebagaiamana umumnya. Ibadah shalat bagi keduanya, secara umum sama seperti biasanya, yakni dengan tetap melakukan syarat dan rukun-rukunnya sesuai dengan kemampuan. Sebagai catatan dalam masalah kewajiban menghadap kiblat bagi kembar siam dempet punggung (saling membelakangi), shalatnya dilakukan secara bergantian. Sebagaiamana dalam Nihayah al-Muhtaj Juz 2, halaman 474:
فلو كان ظهر أحدهما ملصقا بظهر الآخر أحرم أحدهما أولا بالصلاة للقبلة، فإذا أتم صلاته استدبر من صلى القبلة وأحرم الآخر إليها وصلى
Artinya: “Apabila punggung salah satu dari keduanya berdempetan (saling membelakangi), maka salah satunya mengawali takbiratul ihram (memulai melaksanakan shalat) dengan menghadap kiblat. Ketika sudah selesai kemudian membelakangi kiblat, yang satu lagi bergantian takbiratul ihram (melaksanakan shalat) dengan menghadap kiblat”.
تحفة المحتاج ج ٦ ص ٣٩٧
وَلَوْ كَانَا مُلْتَصِقَيْنِ وَلِكُلٍّ رَأْسٌ وَيَدَانِ وَرِجْلَانِ وَفَرْجٌ إذْ حُكْمُهُمَا حُكْمُ الِاثْنَيْنِ فِي سَائِرِ الْأَحْكَامِ كَمَا نَقَلُوهُ عَنْ ابْنِ الْقَطَّانِ وَأَقَرُّوهُ وَظَاهِرٌ أَنَّ تَعَدُّدَ غَيْرِ الرَّأْسِ لَيْسَ بِشَرْطٍ بَلْ مَتَى عُلِمَ اسْتِقْلَالُ كُلٍّ بِحَيَاةٍ كَأَنْ نَامَ دُونَ الْآخَرِ كَانَا كَذَلِكَ
Artinya: “Jika keduanya dempet dan masing-masing punya kepala, dua tangan, dua kaki dan kelamin maka hukumnya sebagaimana dua orang di setiap hukum-hukum syariat sebagaimana dinuqil dari Ibn Al-Qoththoon. Dhahirnya, jumlah hitungan selain kepala tidak menjadi ketentuan, bahkan bila diketahui kehidupan pada masing-masing mereka seperti andaikan tidur satunya tidak lainnya, maka juga dihukumi dua orang”.
تحفة الحبيب علي شرح الخطيب ج ١ ص ٢٥٢٩
قال حج: وظاهر أن تعدد غير الرأس ليس بشرط، بل متى علم استقلال كل بحياة كأن نام أحدهما دون الآخر فالحكم كذلك اهــــ. وعبارة ق ل: ودخل بالثاني ما لو كانا ملتصقين وأعضاء كل منهما كاملة حتى الفرجين فلهما حكم اثنين في جميع الأحكام حتى إن لكل منهما أن يتزوج سواء كانا ذكرين أو أنثيين أو مختلفين، فإن نقصت أعضاء أحدهما فإن علم حياة أحدهما استقلالاً كنوم أحدهما ويقظة الآخر فكاثنين أيضاً وإِلا فكواحد اهــــ. قوله
(وغيرهما) كالنكاح، فيجوز لكل منهما أن يتزوج سواء كانا ذكرين أو أنثيين أو مختلفين، ويجب الستر والتحفظ ما أمكن
Artinya: “Dhahirnya, jumlah hitungan selain kepala tidak menjadi ketentuan, bahkan bila diketahui kehidupan pada masing-masing mereka seperti andaikan tidur satunya tidak lainnya, maka juga dihukumi dua orang. Al-Qolyubi menjelaskan : Tergolong juga dua orang bila keduanya dempet dan masing-masing mempunyai anggota sempurna hingga pada alat vitalnya, keduanya dihukumi dua orang dalam semua ketentuan hukum islam hingga baginya berhak nikah baik keduanya berjenis kelamin pria, wanita ataupun berbeda-beda. Bila salah satunya mempunyai anggota yang kurang, bila diketahui kehidupannya seperti andaikan tidur satunya tidak lainnya, maka juga dihukumi dua orang (Keterangan dan selainnya) seperti nikah maka baginya boleh nikah baik keduanya berjenis kelamin pria, wanita ataupun berbeda-beda dan wajib menutup aurat serta menjaga diri semampunya”.
Referensi tambahan :
البجيرمى على الخطيب – ج 4
قَوْلُهُ: (وَأَرْبَعُ أَرْجُلٍ وَأَرْبَعُ أَيْدٍ) قَالَ حَجّ: وَظَاهِرٌ أَنَّ تَعَدُّدَ غَيْرِ الرَّأْسِ لَيْسَ بِشَرْطٍ، بَلْ مَتَى عُلِمَ اسْتِقْلَالُ كُلٍّ بِحَيَاةٍ كَأَنْ نَامَ أَحَدُهُمَا دُونَ الْآخَرِ فَالْحُكْمُ كَذَلِكَ اهـ.
وَعِبَارَةُ ق ل: وَدَخَلَ بِالثَّانِي مَا لَوْ كَانَا مُلْتَصِقَيْنِ وَأَعْضَاءُ كُلٍّ مِنْهُمَا كَامِلَةً حَتَّى الْفَرْجَيْنِ فَلَهُمَا حُكْمُ اثْنَيْنِ فِي جَمِيعِ الْأَحْكَامِ حَتَّى إنَّ لِكُلٍّ مِنْهُمَا أَنْ يَتَزَوَّجَ سَوَاءٌ كَانَا ذَكَرَيْنِ أَوْ أُنْثَيَيْنِ أَوْ مُخْتَلِفِينَ، فَإِنْ نَقَصَتْ أَعْضَاءُ أَحَدِهِمَا فَإِنْ عُلِمَ حَيَاةُ أَحَدِهِمَا اسْتِقْلَالًا كَنَوْمِ أَحَدِهِمَا وَيَقَظَةِ الْآخَرِ فَكَاثْنَيْنِ أَيْضًا وَإِلَّا فَكَوَاحِدٍ اهـ.
حاشية القليوبي ج ٣ ص ١٤١
فَإِنْ نَقَصَتْ أَعْضَاءُ أَحَدِهِمَا فَإِنْ عُلِمَ حَيَاةُ أَحَدِهِمَا اسْتِقْلَالًا كَنَوْمِ أَحَدِهِمَا وَيَقِظَةِ الْآخَرِ فَكَاثْنَيْنِ أَيْضًا وَإِلَّا فَكَوَاحِدٍ
البجيرمى على شرح الخطيب الجزء الثالث ص :329 دار الفكر
تنبيه: قوله اثنين قد يشمل ما لو ولدت امرأة ولدين ملتصقين لهما رأسان وأربع أرجل وأربع أيد وفرجان, ولهما ابن آخر ثم مات هذا الابن وترك أمه وهذين, فيصرف لها السدس وهو كذلك لأن حكمهما حكم الاثنين في سائر الأحكام من قصاص ودية وغيرهما.
قوله: (وأربع أرجل وأربع أيد) قال حج: وظاهر أن تعدد غير الرأس ليس بشرط, بل متى علم استقلال كل بحياة كأن نام أحدهما دون الآخر فالحكم كذلك ا هـ.
وعبارة ق ل: ودخل بالثاني ما لو كانا ملتصقين وأعضاء كل منهما كاملة حتى الفرجين فلهما حكم اثنين في جميع الأحكام حتى إن لكل منهما أن يتزوج سواء كانا ذكرين أو أنثيين أو مختلفين, فإن نقصت أعضاء أحدهما فإن علم حياة أحدهما استقلالا كنوم أحدهما ويقظة الآخر فكاثنين أيضا وإلا فكواحد ا هـ
تحفة المحتاج ج 6 ص 397
ولو كانا ملتصقين ولكل رأس ويدان ورجلان وفرج إذ حكمهما حكم الاثنين في سائر الأحكام كما نقلوه عن ابن القطان وأقروه وظاهر أن تعدد غير الرأس ليس بشرط بل متى علم استقلال كل بحياة كأن نام دون الآخر كانا كذلك .
( تنبيه ) سئلت عن ملتصقين ظهر أحدهما في ظهر الآخر ولم يمكن انفصالهما فأحرما بالحج ثم أراد أحدهما تقديم السعي عقب طواف القدوم والآخر تأخيره إلى ما بعد طواف الركن فمن المجاب وهل إذا فعل أحدهما ما لزمه من الأركان والواجبات بموافقة الآخر ثم أراد الآخر ذلك يلزم الأول موافقته والمشي والركوب معه إلى الفراغ أيضا أو لا وهل يلزم كلا أن يفعل مع الآخر واجبه من نحو صلاة سواء أوجب عليه نظير ما وجب على صاحبه أو لا ضاق الوقت أم لا ؟ فأجبت بقولي الذي يظهر من قواعدنا أنه لا يجب على أحدهما موافقة الآخر في فعل شيء أراده مما يخصه أو يشاركه الآخر فيه لأن تكليف الإنسان بفعل لأجل غيره من غير نسبته لتقصير ولا لسبب فيه منه لا نظير له ولا نظر لضيق الوقت ; لأن صلاتهما معا لا تمكن ; لأن الفرض تخالف وجهيهما
البجيرمى على شرح الخطيب الجزء الثالث ص :329 دار الفكر
تنبيه: قوله اثنين قد يشمل ما لو ولدت امرأة ولدين ملتصقين لهما رأسان وأربع أرجل وأربع أيد وفرجان, ولهما ابن آخر ثم مات هذا الابن وترك أمه وهذين, فيصرف لها السدس وهو كذلك لأن حكمهما حكم الاثنين في سائر الأحكام من قصاص ودية وغيرهما.
قوله: (وغيرهما) كالنكاح فيجوز لكل منهما أن يتزوج سواء كانا ذكرين أو أنثيين أو مختلفين, ويجب الستر والتحفظ ما أمكن وفي الجمعة فإنهما يعدان من الأربعين حيث كانا متوجهين إلى القبلة بأن كان كل منهما بجنب الآخر, أما لو كانا مختلفين بأن كان ظهر أحدهما لظهر الآخر فلا يتأتى ذلك ويكون هذا عذرا في إسقاط الجمعة عن أحدهما اهـ.
المجموع شرح المهذب ج 4 ص 350
قال المصنف – رحمه الله تعالى – : ( ولا تجب الجمعة على صبي ولا مجنون , ; لأنه لا تجب عليهما سائر الصلوات فالجمعة أولى , ولا تجب على المرأة لما روى جابر قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم { من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فعليه الجمعة إلا على امرأة أو مسافر أو عبد أو مريض } ولأنها تختلط بالرجل , وذلك لا يجوز
( الشرح ) : حديث جابر رواه أبو داود والبيهقي وفي إسناده ضعف , ولكن له شواهد ذكرها البيهقي وغيره ,ويغني عنه حديث طارق بن شهاب السابق والإجماع , فقد نقل ابن المنذر وغيره الإجماع أن المرأة لا جمعة عليها , وقوله : ولأنها تختلط بالرجال وذلك لا يجوز , ليس كما قال فإنها لا يلزم من حضورها الجمعة الاختلاط , بل تكون وراءهم . وقد نقل ابن المنذر وغيره الإجماع على أنها لو حضرت وصلت الجمعة جاز , وقد ثبتت الأحاديث الصحيحة المستفيضة أن النساء كن يصلين خلف رسول الله صلى الله عليه وسلم في مسجده خلف الرجال ولأن اختلاط النساء بالرجال إذا لم يكن خلوة ليس بحرام
Dalam islam tidak dijelaskan secara rinci tentang hukum pernikahan yang dilakukan oleh seorang kembar siam. Namun hukum pernikahan tersebut telah dijawab serta dijelaskan dari hasil bahtsul masail dengan berbeda-beda nama organisasi. Berikut beberapa hasil dari bahtsul masail oleh beberapa organisasi atas jawaban tentang hukum pernikahan kembar siam:
1) Majelis Taklim Tanah Merah
Dalam majelis ini mengatakan bahwa apabila seorang laki-laki menikahi wanita kembar siam, maka hukumnya boleh. Seperti halnya hukum pernikahan laki-laki dan perempuan. Akan tetapi yang harus bahkan wajib diperhatikan atas keduanya ialah menutup aurat (Ketika berhubungan intim) dengan semaksimal mungkin. Hal tersebut dimaksudkan agar supaya kembar yang lain tidak sampai melihatnya. Dasar pengambilan hukum yang digunakan dalam majelis ini yakni:
أمكن ما حتفظه التسرته وجيب خمتلفني أو أنثيني أوذكرين كان سواء يتزوج أن متهما لكل فيجوز كالنكاح وغريمها
قوله : كتاب عبارة277ص3جز اخلطيب على البجريمي
Artinya: “Hukum keduanya (Siam) seperti permikahan yang lain, masalah satu di antara keduanya boleh menikah sama saja keduanya, satu jenis laki-laki atau perempuan dan berbeda jenis (laki-laki dan perempuan). Akan tetapi kewajiban keduanya menutup dan menjagaauratnya (ketika bersetubuh) dengan semaksimal mungkin”. (Kitab Al-Bujairimi ‘Ala Al-Khatib Juz 3 Hal 277).
2) Ma’had Aly Pesantren Tebuireng
Dari hasil bahtsul masail se-Jatim Ma’had Aly Pesantren Tebuireng pada Kamis, 20 Februari 2014 mengatakan bahwa hukum pernikahan kembar siam ialah boleh dan terkait cara berhubungan badan dengan pasangan cukup dilakukan semampunya saja. Namun tetap wajib semampunya dalam menjaga dari bersentuhan, melihat dan menutup auratnya dari saudara kembar lainnya. Dasar pengambilan hukum dalam majelis ini juga sama dengan Majelis Taklim Tanah Merah, yaitu Kitab Al-Bujairimi Al-Khatib.
3) Musyawarah Kubro (MK) LP Al-Khoziny Buduran Sidoarjo
Dari hasil keputusan oleh majelis ini mengatakan bahwa seorang kembar siam terdiri dari dua jumlah orang yang saling berdempetan. Sehingga ketika akan melangsungkan suatu pernikahan, maka tidak boleh mengawini keduanya, melainkan hanya salah satu.
D. Penutup
Pernikahan juga merupakan salah satu asas pokok hidup yang paling utama dalam pergaulan Masyarakat yang sempurna serta termasuk salah satu jalan yang amat mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan. Dalam islam mengatur banyak hal, khususnya tentang pernikahan, islam mengatur hukum-hukum dari suatu pernikahan, siapa saja yang boleh dan tidak boleh dinikahi, syarat serta rukun dari pernikahan, dan lain sebagainya. Pernikahan tidak hanya dapat dilakukan bagi orang-orang yang memiliki anggota bagian tubuh yang normal. Akan tetapi bagi seseorang penyandang tubuh berdempetan atau lebih dikenal dengan sebutan “kembar siam” juga dapat melangsungkan pernikahan.
Kembar siam adalah keadaan kembar yang tubuh keduanya bersatu. Kebanyakan dari seorang kembar siam memang meninggal dunia ketika masih dalam usia bayi. Namun sebagian dari mereka ada juga yang masih bertahan hidup hingga beranjak dewasa, bahkan sampai melangsungkan pernikahan serta mempunyai keturunan. Terdapat beberapa jenis dari kembar siam, namun pada tulisan ini penulis lebih memfokuskan atau mengkhususkan jenis kembar siam “Omphalopagus”, yaitu seorang anak kembar siam yang tubuhnya bersatu di bagian bawah dada. Umumnya masing-masing tubuh memiliki jantung masing-masing, tetapi biasanya kembar siam jenis ini hanya memiliki satu hati, sistem pencernaan, diafragma dan organ-organ lain.
Dalam Islam tidak dijelaskan secara rinci tentang hukum pernikahan yang dilakukan oleh seorang kembar siam. Namun hukum pernikahan tersebut telah dijawab serta dijelaskan dari hasil-hasil dari bahtsul masail para ulama dari berbagai organisasi keagamaan. Dari hasil bahtsul masail se-Jatim Ma’had Aly Pesantren Tebuireng pada Kamis, 20 Februari 2014 mengatakan bahwa hukum pernikahan kembar siam ialah boleh dan terkait cara berhubungan badan dengan pasangan cukup dilakukan semampunya saja. Namun tetap wajib semampunya dalam menjaga dari bersentuhan, melihat dan menutup auratnya dari saudara kembar lainnya.
Referensi
Sarwono Prawiroharjo, Ilmu Kebidanan (Jakarta: Bina Pustaka, 2008), 687.
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997), 220.
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat dan Undang-
Undang Perkawinan (Jakarta: Kencana, 2006), 44.
Harry Oxorn dan William R. Forte, Ilmu Kebidanan: Patologi dan Fisiologi Persalinan
(Yogyakarta: CV ANDI OFFSET, 2010), 272.
Esty Nugraheny, Asuhan Kebidanan Pathology (Yogyakarta: Pustaka Rihama, 2010), 77.
Abu Ubaidah Yusuf as-Sidawi, Fiqh Syariah Seputar Bayi Kembar (Al-Furqan, 2012), 1.
Kitab Al Bujairomi ‘ala Syarh Al Khatib Juz 3 , Hal. 17
Kitab Tuhfatul Muhtaj Juz 6, Hal. 397
Kitab Al Majmu’ Syarh Al Muhadzab Juz 4 Hal. 350
Hasil Bahtsul Masa’il Se-Jatim Mahad Aly Pesantren Tebuireng Kamis, 20 Februari 2014
———
**)Penulis adalah Penghulu Ahli Madya pada KUA Pakuhaji Kab.Tangerang, da’i/Penceramah, penulis, dan pemerhati sosial keagamaan.








