Menu

Mode Gelap

Opini · 5 Nov 2025 10:06 WIB ·

Eksistensi Peran KUA Weleri Kendal dari Era Kolonial hingga Era Milenial

Penulis: Dawam Mahfud


 Eksistensi Peran KUA Weleri Kendal dari Era Kolonial hingga Era Milenial Perbesar

Eksistensi Peran KUA Weleri Kendal dari Era Kolonial hingga Era Milenial

 

Kantor Urusan Agama (KUA) merupakan salah satu lembaga keagamaan tertua dan paling penting di Indonesia, yang perannya telah menyejarah sejak masa kolonial. Asal-usul KUA dapat ditelusuri dari era pemerintahan kolonial Belanda yang mengatur urusan keagamaan umat Islam melalui lembaga kepenghuluan, walaupun pada masa itu peran agama lebih banyak dikontrol dan dibatasi oleh pemerintah kolonial, terutama melalui Kantoor Adviseur voor Inlandsche Zaken dan Departement van Onderwijs en Erediens. Namun pada masa pendudukan Jepang tahun 1943, lembaga ini bertransformasi menjadi Kantor Urusan Agama atau Shumubu, sebagai institusi yang berfungsi mengelola urusan keagamaan Islam secara resmi serta menjadi alat politik Jepang dalam mendekati dan mengontrol mayoritas umat Islam di Indonesia. Dalam konteks ini, KUA tidak hanya mencatat pernikahan, talak, dan rujuk, tetapi juga mengatur wakaf dan urusan sosial keagamaan lainnya.​

KUA bukan hanya sebagai institusi administratif, tetapi juga menjadi pusat pembinaan moral, sosial, dan spiritual masyarakat muslim di tingkat kecamatan. KUA Weleri Kendal, sebagai bagian dari sejarah panjang ini, telah menjalankan tugasnya melayani umat Islam sejak era kolonial hingga kini menghadapi tantangan era milenial yang membutuhkan inovasi dan adaptasi pelayanan modern. Artikel ini akan menelusuri eksistensi dan transformasi peran KUA Weleri Kendal dari masa ke masa, menggambarkan bagaimana lembaga ini terus beradaptasi sekaligus mempertahankan fungsinya dalam menjaga nilai-nilai keagamaan sekaligus memenuhi kebutuhan perkembangan zaman.

Awal Mula KUA: Era Kolonial

KUA awalnya berakar dari Lembaga Kepenghuluan (Voor Vorokstur van Muhammaden Zaken) yang diakui pemerintah kolonial Belanda sebagai institusi yang mengurus pencatatan dan pelaksanaan pernikahan umat Islam. Pada masa kolonial Belanda, lembaga ini diatur dengan beberapa ordonansi seperti Huwelijk Ordonatie S. 1929 No. 348 dan peraturan lain yang mengatur wilayah untuk pencatatan nikah dan urusan agama Islam. Jabatan Penghulu sangat dihormati karena selain mencatat dan menikahkan juga berfungsi sebagai hakim perkara agama.

Salah satu tokoh penting yang pernah menjabat Penghulu adalah Hadlratussyeikh KH Hasyim Asy’ari, yang menunjukkan betapa strategis dan terhormatnya posisi ini dalam menjaga syariat Islam di masyarakat kolonial. Pada masa pendudukan Jepang tahun 1943, Lembaga Kepenghuluan ini berubah menjadi Kantor Urusan Agama (KUA), diperkuat dengan perbaikan administrasi dan pengakuan resmi dari pemerintah pendudukan.

Khusus di wilayah Kendal, KUA Weleri telah menjadi pusat penting dalam pelayanan agama Islam yang berlangsung sejak masa kolonial hingga saat ini. Setelah kemerdekaan, dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1946 tentang pencatatan nikah, talak, dan rujuk di wilayah Jawa dan Madura yang kemudian disempurnakan dengan UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, KUA Weleri semakin memperkuat perannya sebagai lembaga pencatat resmi setiap administrasi perkawinan umat Islam, serta sebagai lembaga pembinaan keluarga sakinah dan pelaksana berbagai program keagamaan di tingkat kecamatan. Fungsi sosial dan moral KUA juga makin digiatkan untuk mendukung nilai-nilai Islam dalam kehidupan bermasyarakat.

KUA Weleri Pasca-Kemerdekaan dan Perannya

Penduduk Kecamatan Weleri adalah warga yang agamis dan mayoritas beragama Islam sehingga sebagian dari praktek masyarakat menggunakan hukum Islam. Berlakunya hukum perkawinan Islam bagi pemeluknya mengakibatkan munculnya lembaga yang mengatur bidang perkawinan Islam ini sehingga proses pernikahan tidak terjadi secara liar. Perkawinan di desa-desa pada saat itu adalah lebe atau modin sebagai pemuka agama setempat. Namun pengaturan ini tidaklah seperti jaman sekarang karena pada saat itu belum ada pencatatan. Setelah Indonesia merdeka dan lahir UU No. 22 Th. 1946 tentang pencatatan nikah, talak dan rujuk untuk wilayah Jawa dan Madura. Sehingga setelah berlakunya Undang-Undang tersebut maka otomatis hukum produk Hindia Belanda tidak berlaku lagi. Kemudian UU No. 22 Tahun 1946 tersebut disempurnakan lagi dengan UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang semakin mengukuhkan eksistensi lembaga pencatatan nikah di masing-masing wilayah kecamatan yaitu pada Kantor Urusan Agama Kecamatan.

Setelah kemerdekaan Indonesia, KUA resmi berada di bawah Departemen Agama Republik Indonesia (sekarang Kementerian Agama), dengan fungsi yang lebih luas dari hanya sekadar urusan nikah dan administrasi. KUA Weleri merangkul tanggung jawab mengelola bukan hanya pencatatan nikah, talak, dan rujuk, tetapi juga membimbing keluarga sakinah, pengelolaan zakat dan wakaf, pembinaan masjid, dan penyuluhan agama.

KUA juga menjadi lembaga pengawal moral dan sosial, menetapkan standar-standar ibadah yang mendorong masyarakat untuk hidup sesuai nilai-nilai Islam dan mendukung pembangunan karakter bangsa. Dalam proses ini, KUA Weleri aktif berkoordinasi dengan aparat desa dan tokoh agama untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran keagamaan masyarakat.​

Transformasi dan Peran KUA Weleri di Era Milenial

Memasuki era milenial, KUA Weleri mengalami modernisasi signifikan untuk menghadapi tuntutan digitalisasi dan pelayanan berbasis teknologi informasi yang efisien dan mudah diakses. Program revitalisasi KUA yang diprakarsai oleh Kementerian Agama Republik Indonesia menempatkan KUA Weleri sebagai pusat layanan tidak hanya administrasi nikah, tetapi juga bimbingan pranikah, pembinaan zakat, sertifikasi halal, dan syiar keagamaan yang ramah terhadap generasi muda. Dengan demikian, KUA Weleri bertransformasi menjadi lembaga keagamaan yang inklusif yang mampu mengakomodasi perkembangan zaman tanpa meninggalkan nilai-nilai agama yang mendasar.​

Melalui perjalanan panjang dari masa kolonial, kemerdekaan, hingga era milenial, eksistensi dan peran KUA Weleri Kendal mencerminkan kelangsungan sejarah dan dinamika sosial umat Islam di Indonesia. Lembaga ini tidak saja menjadi saksi sejarah, tetapi juga penjaga dan pengembang warisan keagamaan, sosial, dan budaya yang terus hidup dan berkembang sesuai dengan kebutuhan masyarakat modern.

Oleh sebab itu, KUA Weleri, seperti halnya KUA lain di Indonesia, turut melakukan revitalisasi layanan dengan integrasi sistem teknologi informasi dan perluasan fungsi yang kini menjadi pusat layanan keluarga sakinah, pembinaan zakat, bimbingan syariah, hingga wakaf. Pelayanan yang dulunya bersifat eksklusif kini didesain untuk inklusif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat muda yang dinamis. Program-program bimbingan pranikah dan pembinaan keluarga juga semakin dikemas dengan pendekatan yang menarik generasi milenial tanpa meninggalkan nilai agama yang kuat.

Kementerian Agama RI bahkan memasukkan KUA Weleri dalam daftar list program revitalisasi yang bertujuan meningkatkan kapasitas pelayanan dan peran sosialnya. Hal ini sekaligus memastikan KUA tetap relevan dan berperan sebagai lembaga penunjang spiritual dan sosial di masyarakat modern.​

 

 

 

Daftar Pustaka

Depag RI, Tugas-Tugas Pejabat Pencatat Nikah, Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji Kementerian Agama RI, Jakarta, 2004, h.12

Depag RI, Buku Rencana Induk KUA Dan Pengembangannya, Jakara, Ditjen Bimas Islam dan Urusan Haji, 2002,h. 5

Hikmah Hijriani, Implementasi Pelayanan Pencatatan Pernikahan Di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Sangasanga, Jurnal Administrasi Negara, Volume 3, Nomor 2, 2015, hlm 535 2 Ibid, hlm 536

Lahir di Era Kolonial Belanda, Sejarah KUA Lebih Tua dari Kementerian Agama” – Republika.co.id​

Sejarah KUA, dari Lembaga Kepenghuluan Pra Kemerdekaan sampai Kantor Urusan Agama” – Kemenag.go.id​

Langkah Menuju Revitalisasi! KUA Weleri Resmi Masuk Program Revitalisasi” – Instagram @kemenagri​

Pelayanan KUA dan Generasi Milenial” – Kemenag.go.id

1 1 vote
Article Rating
Artikel ini telah dibaca 18 kali

Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
Lihat seluruh komentar
Baca Lainnya

Tiga Kunci Keutuhan Cinta: Kedekatan, Komitmen, dan Gairah dalam Rumah Tangga (Part I)

13 November 2025 - 08:54 WIB

Kunjungan Silaturrahmi Pak Camat Baru di KUA Atu Lintang

12 November 2025 - 15:07 WIB

ASN KUA, Spirit Sinergis dan Semangat Ber-Fastabiqul Khairat

12 November 2025 - 09:44 WIB

AKIBAT PUTUSNYA PERKAWINAN DALAM PERSPEKTIF FIQIH ISLAM

11 November 2025 - 13:33 WIB

Kesakralan Ijab Kabul dalam Pernikahan

11 November 2025 - 09:02 WIB

STRATEGI ORMAS PEREMPUAN ISLAM MEREBUT RUANG PUBLIK: Studi Muslimat NU dan Aisyiyah

10 November 2025 - 22:53 WIB

Trending di Karya Ilmiah
1
0
Ada ide atau tanggapan? Share di kolom komentar!x
()
x