Menu

Mode Gelap

Hikmah · 11 Nov 2025 13:33 WIB ·

AKIBAT PUTUSNYA PERKAWINAN DALAM PERSPEKTIF FIQIH ISLAM

Penulis: Dian Rahmat Nugraha


 AKIBAT PUTUSNYA PERKAWINAN DALAM PERSPEKTIF FIQIH ISLAM Perbesar

 

Abstrak

Perceraian (ṭalāq) merupakan salah satu peristiwa hukum dalam Islam yang mengakhiri hubungan perkawinan antara suami dan istri. Meskipun dibolehkan, Islam menempatkan perceraian sebagai jalan terakhir (al-maḥzūr al-mubāḥ) untuk menghindari kemudaratan yang lebih besar. Tulisan ini mengkaji akibat hukum dan sosial dari putusnya perkawinan melalui pendekatan fiqih empat mazhab dan regulasi hukum positif Indonesia. Analisis ini bertujuan menegaskan pentingnya etika, keadilan, dan perlindungan hak dalam proses perceraian, sehingga selaras dengan maqāṣid al-syarī‘ah (tujuan-tujuan syariat).

Kata kunci: Perceraian, Fiqih, Talak, Hadanah, Harta Bersama

Pendahuluan

Dalam kerangka teologis Islam, perkawinan bukan sekadar kontrak sosial, melainkan mitsāqan ghalīẓan (ikatan yang kuat) sebagaimana ditegaskan dalam QS. An-Nisā’ [4]:21. Perkawinan bertujuan untuk mencapai sakinah, mawaddah, wa raḥmah (ketenangan, kasih sayang, dan rahmat). Namun, ketika tujuan tersebut tidak lagi tercapai, Islam memberikan ruang bagi perpisahan sebagai solusi terakhir.

Perpisahan ini, baik karena talak, khulu‘, fasakh, maupun kematian, menimbulkan konsekuensi hukum dan sosial yang kompleks. Oleh karena itu, memahami akibat dari putusnya perkawinan menjadi penting agar tidak terjadi ketimpangan hak dan kewajiban antara pihak-pihak yang terlibat.

Kerangka Teoretis

Analisis ini menggunakan teori maqāṣid al-syarī‘ah al-Syāṭibī, yang menempatkan hukum Islam sebagai instrumen untuk menjaga lima prinsip dasar: agama (dīn), jiwa (nafs), akal (‘aql), keturunan (nasl), dan harta (māl). Perceraian, dalam konteks ini, dipandang sah apabila menjadi jalan untuk menjaga kemaslahatan (maṣlaḥah) dan menghindari kerusakan (mafsadah).

Selain itu, teori keadilan distributif Aristoteles digunakan untuk melihat bagaimana Islam menyeimbangkan hak-hak antara suami, istri, dan anak pasca perceraian.

Pembahasan

1. Pengertian dan Dasar Hukum Putusnya Perkawinan

Menurut fiqih, putusnya perkawinan disebut inqiṭā‘ az-zawāj — berakhirnya ikatan hukum antara suami dan istri karena sebab tertentu seperti talak, khulu‘, fasakh, atau wafat. Dalam konteks hukum positif Indonesia, Pasal 38 UU No. 1 Tahun 1974 (jo. UU No. 16 Tahun 2019) menyebutkan tiga sebab utama: kematian, perceraian, dan putusan pengadilan.

Secara normatif, QS. Al-Baqarah [2]:229 menjadi dasar hukum perceraian:
“Talak (yang dapat dirujuk) dua kali. Setelah itu, rujuklah dengan cara yang ma‘ruf atau ceraikanlah dengan cara yang ihsan.”

Ayat ini menegaskan bahwa perceraian sah dilakukan asalkan tetap berlandaskan akhlak dan tanggung jawab moral.

2. Sebab-Sebab Putusnya Perkawinan dalam Fiqih

Empat mazhab sepakat bahwa perceraian dapat terjadi karena:
– Talak oleh suami.
– Khulu‘ atas permintaan istri dengan tebusan.
– Fasakh melalui keputusan hakim karena cacat, penipuan, atau kemudaratan.
– Kematian salah satu pihak.
– Li‘ān dan Īlā’, yang bersifat khusus.

Mazhab Hanafi dan Hanbali menekankan aspek legal formal, sedangkan Syafi‘i dan Maliki lebih menitikberatkan pada kesadaran moral dan niat dari pelaku talak.

3. Akibat Hukum Putusnya Perkawinan

a. Terhadap Suami dan Istri
Setelah perceraian, ikatan hukum antara suami dan istri berakhir. Suami berkewajiban menafkahi mantan istri selama masa iddah, sedangkan istri berkewajiban menjalani masa tunggu sesuai QS. Al-Baqarah [2]:228 dan [2]:234.

b. Terhadap Anak (Hadhanah dan Nasab)
Anak hasil perkawinan yang sah tetap memiliki hubungan nasab dengan kedua orang tua. Berdasarkan hadis riwayat Abu Dawud No. 2276:
“Engkau lebih berhak terhadap anakmu selama engkau belum menikah lagi.”

c. Terhadap Harta Bersama
Harta musytarakah dibagi secara adil menurut Kompilasi Hukum Islam Pasal 97, yakni masing-masing pihak berhak atas separuh bagian kecuali ada perjanjian perkawinan.

d. Terhadap Hak Waris
Hubungan waris antara suami-istri terputus setelah perceraian, kecuali jika perceraian terjadi dalam masa iddah raj‘iyyah.

4. Analisis Sosio-Fiqih

Dalam konteks masyarakat modern, perceraian tidak hanya berdampak hukum tetapi juga sosial dan psikologis. Perempuan pasca perceraian sering menghadapi stigma sosial dan beban ekonomi. Fiqih menekankan keadilan (al-‘adl) dan kasih sayang (raḥmah) agar perceraian tidak berubah menjadi permusuhan.

Konsep taḥsīn al-‘amal (penyempurnaan perilaku) menuntut agar proses talak dilakukan dengan cara ma‘ruf dan ihsan. Ini menunjukkan etika fiqih sebagai pedoman moral selain norma hukum.

5. Hikmah dan Etika Perceraian

Perceraian merupakan ujian kesabaran dan kedewasaan iman. Hikmah dibalik diperbolehkannya perceraian antara lain:
1. Menjaga kemaslahatan keluarga.
2. Menghindari kezaliman dan kemudaratan.
3. Memberi ruang bagi pembinaan diri.

Etika perceraian menuntut:
– Kesadaran dan pertimbangan matang.
– Menghindari talak emosional.
– Menjaga kehormatan masing-masing pihak.
– Memenuhi hak-hak nafkah, anak, dan harta bersama.

Penutup

Putusnya perkawinan merupakan fenomena hukum dan sosial yang harus disikapi dengan prinsip keadilan dan tanggung jawab moral. Islam tidak menolak perceraian, tetapi menatanya agar tidak menimbulkan kerusakan sosial. Melalui pendekatan maqāṣid al-syarī‘ah, perceraian dipahami sebagai sarana menjaga kemaslahatan dan menegakkan keadilan antara suami, istri, dan anak.

Dalam konteks hukum nasional, sinkronisasi antara fiqih Islam dan hukum positif menjadi keharusan agar perceraian dapat diselesaikan secara adil, beradab, dan penuh hikmah.

Daftar Pustaka

– Al-Qur’an al-Karim
– Abu Dawud, Sunan Abu Dawud
– Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Damaskus: Dar al-Fikr, 2004
– Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, Beirut: Dar al-Fikr
– H. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Jakarta: Sinar Baru
– Kompilasi Hukum Islam (KHI)
– Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 jo. UU No. 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan

5 1 vote
Article Rating
Artikel ini telah dibaca 43 kali

Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
Lihat seluruh komentar
Baca Lainnya

Tiga Kunci Keutuhan Cinta: Kedekatan, Komitmen, dan Gairah dalam Rumah Tangga (Part I)

13 November 2025 - 08:54 WIB

Kunjungan Silaturrahmi Pak Camat Baru di KUA Atu Lintang

12 November 2025 - 15:07 WIB

ASN KUA, Spirit Sinergis dan Semangat Ber-Fastabiqul Khairat

12 November 2025 - 09:44 WIB

Kesakralan Ijab Kabul dalam Pernikahan

11 November 2025 - 09:02 WIB

STRATEGI ORMAS PEREMPUAN ISLAM MEREBUT RUANG PUBLIK: Studi Muslimat NU dan Aisyiyah

10 November 2025 - 22:53 WIB

Refleksi Etika dan Kesadaran Diri dalam Dunia Pegawai

9 November 2025 - 07:17 WIB

Trending di Opini
0
Ada ide atau tanggapan? Share di kolom komentar!x
()
x