Oleh: H. Jinto, S.H.I*
Kepala KUA/ Penghulu Ahli Madya KUA Kec. Kemalang Kab. Klaten
Mahar yang dalam bahasa Indonesia Mas Kawin adalah pemberian dari calon pengantin pria kepada calon pengantin perempuan, baik berbentuk barang, uang atau jasa yang tidak bertentangan dengan hukum Islam. Tiap-tiap pernikahan menimbulkan kewajiban bagi suami untuk membayar maskawin atau mahar kepada istri. Maskawin dapat berupa uang, barang, atau jasa. Sebagaimana Firman Allah ayat ke-4 dari Surat an-Nisa’:
وَءَاتُواْ ٱلنِّسَآءَ صَدُقَٰتِهِنَّ نِحۡلَةٗۚ
Arttinya: Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan.
Menurut H. Sulaiman Rasjid, dari ayat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pemberian mahar itu wajib atas laki-laki, akan tetapi tidak menjadi rukun dalam pernikahan, dan apabila tidak disebutkan pada waktu akad, pernikahan itu pun sah. Maskawin adalah milik istri, bukan milik keluarga istri. Apabila belum dibayar, tetap menjadi piutang istri. Karenanya, apabila suami meninggal dan maskawin belum dibayar, maka seluruh harta peninggalan dibagi ahli waris, terlebih dahulu digunakan untuk membayar hutang-hutangnya termasuk maskawin. Adapun macam-macam mas kawin adalah sebagai berikut:
Mahar Musamma
Maskawin yang jumlahnya telah ditentukan atau atas persetujuan calon suami-istri dan disebutkan dalam akad nikah dinamakan mahar musamma, artinya mas kawin yang telah ditentukan. Mahar ini harus diberikan secara penuh jika telah terjadi hubungan suami-istri (bersenggama) atau salah satu dari suami-istri meninggal dunia. Selain itu, mahar musamma juga wajib dibayar seluruhnya karena telah bercampurnya suami-istri, sekalipun nikahnya rusak atau fasid. Semisal suami mengira calon istrinya berstatus perawan namun ternyata janda, atau janda namun hamil dari bekas suami terdahulu.
Mahar Mitsil
Apabila jumlah mas kawin tidak ditentukan dalam akad nikah, artinya dalam akad nikah tidak disebut-sebut soal maskawin, maka yang harus dibayar oleh suami adalah mahar mitsil. Yakni maskawin yang jumlahnya semisal, artinya serupa dengan maskawin yang dimiliki saudara-saudara si istri atau sanak keluarganya, seperti maharnya saudari perempuan pengantin wanita (bibi, bude) apabila tidak ada, maka mitsil itu berdasarkan ukuran wanita lain yang sederajat dengan dia.
Mahar Mu’ajjal
Mas kawin boleh dibayar dengan segera dan boleh ditangguhkan. Baik Sebagian atau seluruhnya menurut persetujuan suami istri. Maskawin yang dibayar dengan segera dinamakan mahar mu’ajjal.
Mahar Muajjal
Mas kawin yang ditangguhkan pembayarannya dinamakan mahar muajjal
Apabila suami menjatuhkan talak kepada istrinya sebelum mengadakan hubungan kelamin, maka yang harus dibayar hanya separuh dari mas kawin, baik mahar musamma maupun mahar mitsil, baik yang dibayar segera maupun ditangguhkan. Jadi, apabila suami telah membayar lunas mas kawinnya, maka ia berhak meminta kembali yang separuh. (Kementerian Agama, 2013, p. 35). Namun pada kenyataannya meminta separuh mahar tidak mudah membalikkan telapak tangan, bahkan kebanyakan dari mantan suami adalah mengikhlaskannya. Di wilayah Kabupaten Klaten dan Wonogiri kebanyakan calon pengantin laki-laki 90 % memberikan mas kawin berupa Seperangkat Alat Sholat, walaupun ada kalanya ada mas kawin dalam bentuk lainnya seperti uang atau emas. Kalau mahar seperangkat alat sholat separuhnya diminta kembali ini kan repot, al-Qur’an dibelah menjadi dua bagian, kan malah sia-sia. Mukena atau ruku sudah dipakai bahkan sudah buluk dan jamuran, ketika diminta kembali separuhnya kan malah mubadzir. Jadi sekalipun hukum membolehkan, namun pada prakteknya lebih baik tidak diminta kembali.
Wallahul Muwafiq ila Aqwamit Thoriq
*Mahasiswa Tidak Lulus pada Jurusan PAI Fakultas Agama Islam Universitas Nahdlatul Ulama Surakarta