BUDAYA PENYELESAIAN SENGKETA KELUARGA DILUAR PENGADILAN

 

Disusun oleh : Yayan Nuryana

 

 

KATA PENGANTAR

 

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala, atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah “BUDAYA PENYELESAIAN SENGKETA KELUARGA DILUAR PENGADILAN” ini dapat tersusun sampai dengan selesai.

Tak lupa kami mengucapkan beribu terima kasih kepada berbagai pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangsih baik pikiran maupun materinya. Terkhusus kepada Dr. H. Ramdani Wahyu, M.Si, selaku dosen  pengampu mata kuliah Penyelesaian Sengketa Keluarga di Indonesia, yang telah membimbing dalam pembelajaran.

Harapan penulis semoga makalah ini dapat menjadi sarana menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca.. Kami sadar bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

 

 

 

Purwakarta, 19 Juni2024

 

 

Penyusun

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang

 Pernikahan merupakan salah satu persoalan yang sangat detail diatur oleh syari’at.  Syariat agama sangat menganjurkannya, karena dapat menjauhkan dari berbagai kerusakan, juga dapat mendatangkan kemaslahatan untuk mencapai kebahagian dunia dan  akhirat.  Tetapi  sebelum  sampai  ketahap  matang dalam menghadapi  pernikahan ini, Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah memberikan nasihat agar memilih pasangan hidup yang sesuai dengan syari’at Islam, sebagaimana yang termuat dalam Al -Qur’an dan Hadist untuk mencapai keluarga sakinah.

Keluarga sakinah, mawaddah  dan  rahmah  pastinya menjadi dambaan  setiap orang yang berumah tangga. Keluarga sakinah dapat diwujudkan, jika setiap unsur keluarga, terutama suami dan isteri, memahami tujuan pernikahan dan melaksanakan hak dan kewajiban masing-masing. Suami dan istri saling cinta mencintai, saling menghormati dan saling membantu lahir maupun batin. Mereka saling memahami dan menghargai kedudukan dan fungsi masing-masing. Jika ini semua berjalan baik, maka keluarga bahagia yang tenteram, penuh cinta dan kasih sayang, akan secara otomatis terbentuk dalam keluarga mereka.

Sebuah ikatan pernikahan, tidak selalu berjalan dengan mulus, aman dan tentram. Tentu akan ada saat dimana munculnya percikan pertengkaran, mulai dari hal yang kecil sampai hal yang luar biasa. Bagi keluarga yang dilatarbelakangi dengan sikap penuh kesabaran dan ketabahan, tentunya percikan pertengkaran ini dapat diselesaikan dengan cara bijaksana oleh pasangan suami isteri.

Akibat pertengkaran yang terus menerus (shiqaq), akibat tidak terpenuhinya hak dan kewajiban suami isteri, kekerasan dalam rumah tangga telah mengakibatkan angka perceraian meningkat. Jalur litigasi tidak dapat memberikan solusi, sebab setiap perkara perceraian yang masuk ke Pengadilan Agama seringkali berakhir dengan perceraian.

Islam tidak menganjurkan perceraian. Perbuatan halal yang paling dibenci oleh Allah Subhanahu Wata’ala adalah perceraian. Oleh karena itu perceraian adalah jalan terakhir bila tidak ada jalan lain lagi untuk menyelesaikan perselisihan yang terus menerus antara suami dan isteri.

Pertengkaran dapat dijadikan sebagai suatu ikhtibar dan pengalaman yang pahit untuk dijadikan suri tauladan agar rumah tangga menjadi matang, yang tahan terpaan hujan badai, panas dan lainnya. Perceraian hanya dapat dilakukan sebagai jalan terakhir jika suatu bahtera rumah tangga sudah tidak dapat dipertahankan lagi.

Berdasarkan latar belakang pemikiran inilah, penulis ini menelaah dan meneliti lebih mendalam lagi tentang budaya penyelesaian sengketa keluarga di luar pengadilan, menurut hukum Islam.

Menurut hemat penulis ini penting untuk dikaji dan dianalisis dengan menggunakan pendekatan normatif, sehingga cukup jelas, akurat dan faktual bahwa penyelesaian sengketa suami isteri di luar litigasi apakah jalan pilihan paling tepat untuk menyelesaikan perselisihan suami isteri.

  1. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dan untuk lebih terarahnya pembahasan dalam makalah ini maka yang menjadi masalah pokok adalah sebagai berikut:

  1. Mengapa terjadi sengketa (perselisihan) suami  isteri  (Rumah  Tangga)  dalam  kehidupan  pernikahan ?
  2. Bagaimana penyelesaian perselisihan keluarga (suami isteri) dalam perkawinan di luar Pengadilan menurut hukum Islam (syari’ah) ?
  3. Bagaimana Peran BP4 dalam melakukan mediasi persengketaan diluar pengadilan ?

BAB II

PEMBAHASAN

 

  1. Sengketa Rumah Tangga Dalam Ikatan Perkawinan

Menurut Hammudah Abd Al-Ati sebagaimana dikutip oleh Prof. DR. Ramayulis dkk, defenisi keluarga dilihat secara operasional, “suatu struktur yang bersifat khusus satu sama lain dalam  keluarga  itu  mempunyai  ikatan  apakah  lewat  hubungan  darah  atau  pernikahan”. Menurut defenisi di atas, keluarga diikat oleh dua hubungan, yaitu hubungan darah dan hubungan perkawinan. Bentuk keluarga yang paling sederhana adalah keluarga inti yang terdiri atas suami isteri dan anak-anak yang biasanya hidup bersama dalam suatu tempat. Sedangkan rumah tangga dapat disebut sebagai tempat dimana keluarga itu berkumpul dan tempat melaksanakan hak dan kewajiban dan mendidik anak. Tempat dimana suami dan isteri dan anak-anak saling memberi dan menerima kasih sayang, tempat mendidik anak dalam pergaulan hidup berkeluarga.

Kehidupan rumah tangga melalui pernikahan merupakan salah satu lembaran hidup yang akan dilalui oleh setiap manusia. Saat itulah kedewasaan pasangan suami istri sangat dituntut demi mencapai kesuksesan dalam membina bahtera rumah tangga[1]. Tidak selamanya keharmonisan akan selalu menjadi warna yang menghiasi hari-hari yang dilalui oleh pasangan suami istri. Kadang konflik bisa saja terjadi bahkan bisa berbuntut kepada perceraian. Tergantung bagaimana pasangan suami istri itu bisa menyikapi dan mengedapankan akal sehat demi terjaganya keutuhan sebuah rumah tangga yang sakinah.

Tetapi tidak dipungkiri dalam menjalani bahtera rumah tangga tidak pernah berjalan dengan mulus, banyak pernik-pernik kehidupan yang merintangi dan menjadi batu, duri penyebab terjadinya perselisihan. Banyak rumah tangga dalam kehidupan suami istri yang tidak dapat melewati masa-masa sulit tersebut sehingga menyebabkan keretakan, sengketa, perselisihan dan terkadang diakhiri dengan suatu perseraian. Banyak sebenarnya penyebab pertengkaran, perselisihan dan keretakan rumah tangga akibat perekonomian yang tidak stabil.

Konflik suami istri dalam suatu keluarga membawa banyak perbincangan yang sangat luas dan urgen. Dikatakan luas, karena faktor-faktor penyebab sangat beraneka ragam dan banyak cabangnya. Dikatakan urgen karena dapat membuka mata dan pandangan akan bahaya- bahaya yang ditimbulkannya[2].

Disamping faktor ekonomi sebagai andil paling besar sebagai penyebab sengketa suami isteri, banyak faktor-faktor lain yang ikut melatarbelakangi dari penyebab pertikaian suami isteri sepanjang masa. Antara lain adalah kesalahan dalam memilih pasangan, ketiadaan kufu’ (kesetaraan) dalam sepasang suami isteri, perbedaan tingkat usia (beda umur), suami yang tidak bertanggung jawab, isteri atau suami selingkuh dan lain-lain. Hikmah dari pernikahan adalah membangun sebuah keluarga dan menciptakan kebahagian dunia dan akhirat telah menjadi kacau, bubar dan berantarakan. Pernikahan tidak lagi menjadi suatu kebahagian tetapi kehidupan keluarga menjadi suatu yang membuyarkan kebahagian dan keadaan telah menjadi sedemikian parah sampai pada batas yang sulit untuk dipertahankan dalam suatu ikatan perkawinan. Oleh karena itu memisahkan suami isteri dalam rumah tangga perlu ditemukan jalan atau media suasana ini tidak berlarut-larut dan berkepanjangan, jalan penyelesaian ini harus ada untuk mendamai kedua belah pihak. Jika tidak sangat membahayakan semua pihak yang terlibat dalam pernikahan tersebut. Dan bila penyelesaian secara damai tidak dapat dijalankan dengan sebaik mungkin, jalan terakhir menurut Islam adalah mensyariatkan thalak atau fasakh.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *