Bagi para pihak yang melakukan mediasi di BP4 dan berhasil mencapai perdamaian atau mediasi ini harus membuat kesepakatan dan perjanjian di atas materai yang diketahui oleh KUA, contohnya :
- Apabila permasalah dalam rumah tangganya dikarenakan perselingkuhan, maka perjanjian tersebut akan dibuat untuk tidak melakukan perbuatan tersebut lagi ;
- Apabila suaminya tidak memberikan nafkah kepada istri, maka perjanjian tersebut dibuat untuk tidak lalai dalam memberikan nafkah kepada istri.
Perjanjian tersebut dibuat dihadapan kepala KUA dan para pihak yang bersangkutan, namun apabila perjanjian tersebut tidak terpenuhi maka sesuai kesepakatan yang dibuat dalam perjanjian, maka pihak yang telah berjanji siap untuk tuntut dan dilanjutkan ke dalam proses persidangan di Pengadilan Agama untuk melakukan proses perceraian.
Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) merupakan Organisasi perkumpulan yang bersifat sosial keagamaan sebagai mitra Kementerian Agama dan instansi terkait lain dalam upaya meningkatkan kualitas perkawinan umat Islam di Indonesia untuk membimbing, membina dan mengayomi keluarga muslimin di seluruh Indonesia. BP4 yang bertujuan mempertinggi mutuperkawinan guna mewujudkan keluargasakina hmenurut ajaran Islam untuk mencapai masyarakat dan bangsa Indonesia yang maju, mandiri, bahagia, sejahtera materil dan spirituil.
Sengketa suami isteri pada dasarnya disebabkan antara lain kurangnya pihak suami atau isteri memaknai arti penting suatu ikatan perkawinan atas suatu yang telah disyariatkan Islam. Perceraian pada intinya dapat terjadi dari faktor ekonomi, selingkuh, latar belakang pendidikan. Semua ini adalah penyebab yang membawa dampak dan andil yang prosentasenya hampir mencapai 90% tingkat sengketa rumah tangga itu terjadi.
Penyelesaian sengketa suami isteri dapat ditempuh dengan damai, dengan menentukan dan menunjuk satu orang juru damai dari pihak keluarga suami dan keluarga isteri. Konsep ini sesuai dengan QS. An-Nisa’ ayat 35, agar sengketa rumah tangga dapat diselesaikan dengan baik dan dapat diterima oleh semua pihak. Fase mediasi yang dilaksanakan oleh hakam ini adalah merupakan fase kedua, sedangkan fase pertama adalah diselesaikan sendiri oleh suami dan isteri yang bersengketa. Proses penyelesaian melalui hakam adalah jalur diluar litigasi, dengan manfaat dapat diselesaikan dengan waktu relatif singkat, dapat diterima oleh semua pihak dan dapat menyimpan rahasia perselisihan suami isteri.
Jika sengketa suami isteri tidak dapat dihindari, sebaiknya selesaikan secara internal suami isteri. Hindari berbagai bentuk perselisihan dan pertengkaran, dan selalu menjaga dan saling menghormati adalah penting dalam setiap menjalin kehidupan rumah tangga. Selalu dapat menerima kekurangan suami atau isteri, sebab konteks manusia adalah serba kekurangan dan Allah-lah yang paling sempurna.
Gede Widhiana Putra, Mediasi, Jakarta, 22 Mei 2006.
Hassan Hathout (2008), Panduan Seks Islami, (terjemahan oleh Yudi), Zahra, Jakarta.
Kamil AI-Hayali (2005), Solusi Islam dalam konflik rumah tangga, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Kamil Musa (2000), Suami Isteri Islami (terjemahan oleh Bahruddin Fannani), PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.
Muliadi Nur, Mediasi dalam Penyelesaian Sengketa Perceraian,
http//:www.pojokhukum.blogspot.com/2008/03/mediasi-dalam-penyelesaiansengketa.html.