Gugatan cerai yang muncul tidak melulu karena pertengkaran. Justru banyak yang muncul karena rasa sepi yang lama dipendam. Bahasa cinta berubah menjadi bahasa administratif. Kehangatan yang dulu mengikat, kini digantikan oleh rutinitas dan peran sosial yang kaku. Hubungan kehilangan napasnya. Kemapanan, pada akhirnya, bukan jaminan bagi keharmonisan. Ia justru menuntut kedewasaan baru, baik secara pribadi maupun sebagai pasangan. Tanpa pembaruan makna dan komunikasi, kemapanan bisa menjadi ruang hampa yang membunuh keintiman. Rumah tangga yang dulu tumbuh dari perjuangan bersama, bisa runtuh karena kehilangan arah di tengah pencapaian.
C. PENUTUP
Media sosial kembali ramai dan dihebohkan oleh viralnya berita kasus perceraian yang diajukan sejumlah guru perempuan berstatus Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang baru diangkat dan terima SK PPPK muncul di berbagai daerah, mulai dari Jawa Timur, Jawa Barat hingga Banten, yang berdasarkan laporan detik.com, sekitar 70% penggugat adalah guru perempuan yang menyatakan adanya ketimpangan ekonomi dengan suami. Kabar ini sontak menjadi sorotan masyarakat dan mereka menyayangkan kenapa hal itu terjadi, sungguh ironis memang selama ini banyak pasangan yang mampu bertahan dalam keterbatasan, justru berpisah setelah mencapai kehidupan yang dianggap mapan
Berdasarkan berbagai penjelasan diatas baik yang dikemukakan oleh para ulama dan regulasi tentang perkawinan, dapat disimpulkan bahwa selama suami masih giat berusaha memenuhi kebutuhan keluarga melalui pekerjaan yang halal, meskipun di sektor informal, maka ia tetap dinilai menjalankan kewajiban nafkahnya. Islam tidak mensyaratkan nafkah harus berasal dari pekerjaan formal atau penghasilan tinggi, melainkan dari usaha yang sungguh-sungguh dan layak sesuai kemampuan. Karena itu, istri yang mendapati suaminya tetap berjuang secara konsisten dalam menafkahi keluarga hendaknya mempertahankan ikatan pernikahan dan tidak menjadikan keterbatasan materi sebagai alasan utama untuk bercerai, kecuali ada faktor lain yang menjadikan percerai satu-satunya solusi dan jalan keluar dari problem rumah tangga.
Seorang istri hendaknya melakukan sejumlah pertimbangan matang sebelum mengajukan gugatan cerai semata-mata karena ketidakpastian pendapatan suami. Di antara pertimbangan penting tersebut adalah menilai kelayakan nafkah yang diberikan suami, bukan berdasarkan gaya hidup, tetapi pada terpenuhi atau tidaknya kebutuhan pokok sesuai dengan standar hidup yang wajar: apakah dalam kategori mampu, menengah, atau sederhana. Memperhatikan ada tidaknya mudarat atau kerugian yang bersifat berkelanjutan bagi keluarga akibat ketidakstabilan ekonomi tersebut. Menekankan pada esensi tanggung jawab: mampu atau tidaknya suami menunaikan kewajiban nafkah, bukan sekadar stabil atau tidaknya pendapatan, ataupun apakah ia bekerja di sektor formal atau informal.
Dalam posisi ganda sebagai ASN/PPPK atau pendidik di sekolah dan ibu rumah tangga, penting bagi seorang istri untuk menimbang kembali secara bijak sebelum mengambil keputusan besar seperti perceraian. Jika para istri yang baru diangkat menjadi pegawai tetap berniat mengajukan gugatan cerai ke pengadilan, maka langkah tersebut harus melalui proses hukum, termasuk pengujian terhadap klaim gugatan dan mekanisme mediasi untuk mencari jalan damai. Selain itu, status sebagai aparatur negara juga menuntut kepatuhan pada prosedur formal, termasuk mendapatkan izin dari atasan sesuai ketentuan yang berlaku.
Di sisi lain, para istri juga perlu merefleksikan kembali aspek emosional dan sosial dari perjalanan karier mereka; bahwa pencapaian sebagai pegawai tetap tidak terlepas dari dukungan lingkungan dan keluarga, termasuk pasangan. Isteri perlu merenung ulang perjalanan kisah kasih mereka sebelum menikah dan mengayuh bersama bahtera rumah tangganya mulai dari nol, susah senang dilalui bersama, segala kesulitan dan cobaan di awal berumah tangga dihadapi dan diatasi bersama, jangan hanya karena status sosial berubah maka cara pandang terhadap dirinya dan pasangannya pun ikut berubah, merasa tak lagi membutuhkan pasangan secara emosional maupun finansial. Ingatlah, dengan diangkatnya isteri menjadi seorang ASN/PPPK itu merupakan bagian rizqi dari Allah SWT karena ditakdirkan berpasangan dengan seorang lelaki yang kini menjadi suaminya, dan kemungkinan besar juga keberhasilan isteri dalam mencapai karirnya tidak lepas ikut andilnya suami dalam setiap do’a di keheningan malamnya serta do’a di setiap sujud di raka’at terakhir shalatnya. Ingatlah, jangan sampai menyia-nyiakan orang-orang yang selama ini setia menemani perjalanan hidup kita, jangan seperti peribahasa ini, “Habis manis sepah dibuang atau Ada uang abang disayang, tak ada uang abang kutendang”.
Dalam konteks ini, negara dan lembaga kepegawaian tidak bisa hanya mempersiapkan pegawai dari sisi teknis dan administratif. Pendidikan karakter dan penguatan relasi juga menjadi penting. Karena relasi yang sehat adalah fondasi dari integritas seorang ASN/PPPK. Bagi pasangan yang sedang atau baru saja meraih kemapanan status sosial, penting untuk memahami bahwa perubahan status sosial perlu diimbangi dengan kematangan emosional. Tujuan hidup bersama perlu diperbarui, bukan dibiarkan usang. Jika tidak, kemapanan bisa menjadi awal dari keterasingan—dan keterasingan yang dibiarkan, bisa berubah menjadi perpisahan. Wallahu a’lam bishshawab.
REFERENSI
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: Ichtiar Baru Van Horve, 1996.
Abdul Majid Mahmud Mathlub, Panduan Hukum Keluarga Sakinah, Surakarta: Era intermedia, 2005.
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Akademika Pressindo, 1992.
Ahmad Al-Hajji Al-Kurdi, Ahkamul Mar‟ati Fi Fiqhil Islamy, Semarang: Dina Utama, t.t.
Ahmad Warson Munawwir,Al-Munawwir:Kamus Arab Indonesia, Surabaya : Pustaka Progressif, 1997.
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1997.
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2007.
Al-Khathib Asy-Syirbini, Mughnil Muhtaj, Beirut: Dar al-Kutub al-ilmiyyah, t.t., jilid V.
Bidang Urais Kemenag Kanwil Provinsi Banten, Panduan Praktis Penghulu, (Serang, 2012).
Bidang Urais Kemenag Kanwil Provinsi Banten, Literasi Kepenghuluan, (Serang, 2022).
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahahnya, Jakarta: CV. Pustaka Agung Harapan, 2006.
Muhammad Bagir Al-Habsyi, Fiqih Praktis menurut Al-Qur’an As-Sunnah dan Pendapat para Ulama, Buku Kedua, Bandung: Mizan, 2002.
Syaikh Hasan Ayyub, Fikih Keluarga, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001.
https://news.detik.com/berita/d-8029635/fenomena-bermunculan-gugatan-cerai-usai-pppk-terima-sk, Jum’at, 25 Juli 2025.
https://news.detik.com/berita/d-8029007/puluhan-pppk-di-cianjur-ajukan-cerai-usai-terima-sk-ini-alasannya, Jum’at, 25 Juli 2025,.
———-
**) Penulis adalah Penghulu Ahli Madya pada KUA Pakuhaji Kab.Tangerang, Da’i/Penceramah, penulis, dan pemerhati sosial keagamaan