Menu

Mode Gelap

Opini · 31 Okt 2025 20:24 WIB ·

Himmah Tinggi dan Kerendahan Hati dalam Pengabdian

Penulis: Mahbub Fauzie


 Himmah Tinggi dan Kerendahan Hati dalam Pengabdian Perbesar

DALAM perjalanan hidup, manusia selalu berada di antara dua tuntunan besar: menjalani kehidupan sehari-hari dengan segala realitasnya, dan pada saat yang sama memelihara cita-cita tinggi yang melampaui batas keadaan lahiriah.

Keduanya bukan sesuatu yang harus dipertentangkan, tetapi justru perlu disatukan dalam langkah yang selaras. Dalam tradisi hikmah Islam, keseimbangan ini terlukis melalui ungkapan indah:

“Kaki tetap berpijak di bumi, namun himmah (cita-cita hati) menggantung setinggi bintang di langit.”

Ungkapan tersebut bukan hanya nasihat moral, tetapi sebuah arah hidup. Ia mengajarkan bahwa cita-cita mulia tidak mengharuskan seseorang meninggalkan dunia, dan kesibukan dunia tidak boleh memadamkan orientasi akhirat.

Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Qashash ayat 77:

وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا
“Carilah dengan apa yang Allah karuniakan kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah engkau melupakan bagianmu dari (kenikmatan) dunia.”

Ayat ini menegaskan bahwa dunia dan akhirat bukan dua jalan yang saling meniadakan. Tugas kita adalah berjalan di antara keduanya dengan keseimbangan: mengurus urusan dunia dengan baik, sambil menjadikannya sebagai jalan menuju keridaan Allah.

Dalam pelayanan masyarakat, sering kita jumpai bahwa banyak persoalan hidup bukan semata-mata muncul karena kurangnya kemampuan atau sarana. Tidak jarang, persoalan bermula dari melemahnya himmah (semangat dan orientasi hidup).

Ketika pandangan hidup menjadi sempit, seseorang mudah terjebak dalam kelelahan batin, kegelisahan, dan konflik. Sebaliknya, ketika hati memiliki arah yang jelas menuju tujuan yang luhur, pekerjaan sekecil apa pun menjadi bernilai.

Ibnu ‘Aṭā’illah dalam al-Ḥikam mengingatkan:

ارْتَفِعْ عَنْ دُنُوِّ هِمَّتِكَ
“Tinggikanlah himmahmu dari hal-hal yang rendah.”

Cita-cita tinggi yang dimaksud di sini bukan berkaitan dengan kedudukan, jabatan, atau popularitas. Cita-cita tinggi adalah keinginan tulus untuk memberi manfaat, memperbaiki diri, dan membawa kebaikan bagi sekitar—sekecil apa pun ruang pengabdiannya.

Seorang ayah yang bersungguh-sungguh membimbing keluarganya dengan akhlak, seorang ibu yang mendidik anak dengan kelembutan dan doa, atau seorang ASN yang bekerja dengan amanah dan kesiapan melayani, semuanya mencerminkan himmah yang luhur.

Ukuran keluhuran seseorang bukan pada apa yang tampak ia miliki, melainkan pada apa yang ia perjuangkan.
Orang yang sederhana tetapi hatinya tulus dan niatnya jernih, lebih mulia daripada orang yang tampak tinggi kedudukannya namun tujuannya hanya dunia.

Dalam kehidupan rumah tangga, hal yang sama berlaku. Suami dan istri bukan hanya pelengkap fisik atau rekan hidup, tetapi pakaian satu sama lain—menutupi, menjaga, menghangatkan, dan memuliakan.

Ketika keduanya memiliki orientasi ibadah dalam kebersamaan mereka, maka rumah menjadi tempat pulang yang menenteramkan. Jika yang dipertahankan hanya ego, maka rumah dapat berubah menjadi ruang yang sesak dan melelahkan.

Karena itu, pembenahan niat adalah pekerjaan yang tidak boleh berhenti. Kita bekerja, mengabdi, dan berinteraksi dengan masyarakat, namun hati tetap diarahkan kepada Allah. Kita hidup di dunia, namun tujuan kita adalah akhirat. Kita berbuat baik bukan untuk dikenal, tetapi agar tak ada langkah yang sia-sia di hadapan-Nya.

Pada akhirnya, himmah yang tinggi harus disertai kerendahan hati.
Tanpa kerendahan hati, cita-cita tinggi berubah menjadi kesombongan.
Tanpa cita-cita tinggi, kerendahan hati bisa menjelma kelemahan.

Keduanya perlu berjalan bersama—seimbang, jernih, dan mengakar dalam kesadaran sebagai hamba Allah.

Semoga Allah membimbing langkah kita, meluruskan niat kita, dan menjadikan setiap pengabdian bernilai ibadah serta jalan menuju ridha-Nya.
Aamiin. []

*Mahbub Fauzie
Penghulu dan Kepala KUA Kecamatan Atu Lintang, Aceh Tengah

5 1 vote
Article Rating
Artikel ini telah dibaca 33 kali

Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
Lihat seluruh komentar
Baca Lainnya

Tiga Kunci Keutuhan Cinta: Kedekatan, Komitmen, dan Gairah dalam Rumah Tangga (Part I)

13 November 2025 - 08:54 WIB

Kunjungan Silaturrahmi Pak Camat Baru di KUA Atu Lintang

12 November 2025 - 15:07 WIB

ASN KUA, Spirit Sinergis dan Semangat Ber-Fastabiqul Khairat

12 November 2025 - 09:44 WIB

AKIBAT PUTUSNYA PERKAWINAN DALAM PERSPEKTIF FIQIH ISLAM

11 November 2025 - 13:33 WIB

Kesakralan Ijab Kabul dalam Pernikahan

11 November 2025 - 09:02 WIB

STRATEGI ORMAS PEREMPUAN ISLAM MEREBUT RUANG PUBLIK: Studi Muslimat NU dan Aisyiyah

10 November 2025 - 22:53 WIB

Trending di Karya Ilmiah
0
Ada ide atau tanggapan? Share di kolom komentar!x
()
x