Menu

Mode Gelap

Karya Ilmiah · 13 Okt 2025 16:56 WIB ·

Hukum Susuan yang Mengharamkan Nikah dalam Pandangan Mazhab

Penulis: Dian Rahmat Nugraha


 Hukum Susuan yang Mengharamkan Nikah dalam Pandangan Mazhab Perbesar

Oleh ; Dr Dian Rahmat Nugraha

  1. Abstrak

Artikel ini mengkaji hukum susuan (radha‘ah) yang berimplikasi pada keharaman menikah dalam pandangan empat mazhab utama Islam: Hanafiyah, Malikiyah, Syafi‘iyah, dan Hanabilah. Perbedaan pendapat muncul dalam menentukan kadar atau jumlah susuan yang menimbulkan keharaman. Kajian ini bersifat kualitatif dengan pendekatan studi pustaka, menggunakan sumber-sumber klasik dan kontemporer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Mazhab Hanafiyah dan Malikiyah berpendapat bahwa sedikit atau banyak susuan sama-sama menyebabkan keharaman nikah, sedangkan Mazhab Syafi‘iyah dan Hanabilah mensyaratkan lima kali susuan yang jelas dan terpisah. Perbedaan ini mencerminkan keluasan ijtihad para ulama serta prinsip kehati-hatian dalam menjaga kemurnian keturunan (*hifz an-nasl*) sebagai salah satu tujuan pokok syariat Islam (*maqasid al-syari‘ah*).

Kata Kunci: Susuan, Nikah, Mazhab, Keharaman, Fiqh Islam

  1. Pendahuluan

Dalam hukum Islam, hubungan mahram merupakan konsep fundamental yang menentukan batasan interaksi dan keabsahan pernikahan. Hubungan mahram dapat disebabkan oleh tiga faktor utama: nasab (keturunan), pernikahan, dan susuan (*radha‘ah*). Dari ketiganya, *radha‘ah* memiliki karakteristik unik karena hubungan mahram dapat muncul tanpa adanya hubungan darah atau pernikahan, melainkan melalui proses menyusu pada seorang wanita dalam batasan tertentu yang diakui syariat.

Perdebatan mengenai kadar atau jumlah susuan yang menyebabkan keharaman menikah telah lama menjadi pembahasan mendalam dalam khazanah fiqh Islam. Para ulama dari empat mazhab besar berbeda pendapat dalam memahami nash-nash Al-Qur’an dan hadis yang berkaitan dengan persoalan ini. Persoalan tersebut tidak hanya bersifat teoritis, tetapi juga memiliki dampak sosial dan hukum dalam konteks keluarga dan pernikahan.

Artikel ini bertujuan untuk:

  1. Mendeskripsikan pandangan empat mazhab Islam mengenai kadar susuan yang mengharamkan nikah.
  2. Menganalisis dalil-dalil yang menjadi dasar argumentasi masing-masing mazhab.
  3. Menunjukkan relevansi prinsip-prinsip fiqh klasik tersebut terhadap konteks sosial dan hukum keluarga Islam di masa kini.
  4. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan **kualitatif deskriptif** melalui metode **studi pustaka (library research)**. Sumber utama berasal dari literatur klasik seperti *Al-Umm* karya Imam al-Syafi‘i, *Al-Muwaththa’* karya Imam Malik, serta karya kontemporer seperti *Fiqh Islam wa Adillatuhu* oleh Wahbah al-Zuhaili. Pendekatan analisis dilakukan dengan membandingkan (komparatif) pandangan empat mazhab dan menelaahnya melalui perspektif *maqasid al-syari‘ah*.

    5. Pembahasan

  1. Landasan Al-Qur’an dan Hadis tentang Susuan

Dasar hukum hubungan mahram karena susuan terdapat dalam firman Allah SWT:

“Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anak perempuanmu, … dan ibu-ibu yang menyusui kamu serta saudara-saudara perempuan sepersusuan.” (QS. an-Nisa [4]: 23)

Ayat ini menegaskan adanya keharaman nikah akibat hubungan *radha‘ah*, namun tidak menyebutkan kadar atau jumlah susuan secara eksplisit. Penjelasan lebih lanjut berasal dari hadis Nabi SAW yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah RA:

“Dahulu dalam Al-Qur’an terdapat sepuluh kali susuan yang diketahui mengharamkan, lalu dihapus dengan lima kali susuan yang diketahui.”

(HR. Muslim)

Hadis inilah yang menjadi dasar perbedaan penafsiran para fuqaha dalam menentukan batas minimal susuan yang menimbulkan keharaman.

  1. Pandangan Mazhab Hanafiyah dan Malikiyah

Mazhab **Hanafiyah** dan **Malikiyah** berpandangan bahwa sedikit atau banyak susuan tetap mengakibatkan keharaman nikah. Menurut mereka, dalil Al-Qur’an bersifat umum (*mutlaq*) dan tidak memberikan batasan kuantitatif.

Imam Abu Hanifah menegaskan bahwa “setiap penyusuan yang menyebabkan zat susu masuk ke perut anak, baik sedikit maupun banyak, telah menimbulkan hubungan mahram.” (Al-Zuhaili, 2008). Pendapat serupa dipegang oleh Imam Malik dalam *Al-Muwaththa’*, yang menyatakan bahwa keharaman terjadi sejak terjalin hubungan biologis antara bayi dan wanita penyusu, tanpa memperhitungkan jumlah kali menyusu

Argumentasi kedua mazhab ini berakar pada prinsip kehati-hatian (*ihtiyath*) dan penekanan pada substansi, bukan kuantitas, karena setiap bentuk penyusuan dianggap mampu menumbuhkan unsur keibuan yang diakui syariat.

  1. Pandangan Mazhab Syafi‘iyah dan Hanabilah

Berbeda dengan dua mazhab sebelumnya, Mazhab **Syafi‘iyah** dan **Hanabilah** mensyaratkan lima kali susuan yang jelas dan terpisah untuk menimbulkan keharaman.

Imam al-Syafi‘i dalam *Al-Umm* berargumen bahwa hadis ‘Aisyah RA secara eksplisit membatasi keharaman dengan lima kali susuan yang diketahui, sehingga tidak boleh diabaikan dengan keumuman ayat Al-Qur’an. Imam Ahmad bin Hanbal mendukung pandangan ini dan menambahkan bahwa penyusuan yang kurang dari lima kali tidak cukup untuk membentuk hubungan mahram, karena tidak memenuhi syarat yang ditetapkan oleh hadis sahih.

Pandangan ini juga didukung oleh logika *usul fiqh*, di mana dalil khusus (hadis) berfungsi sebagai penjelas dan pembatas bagi dalil umum (ayat Al-Qur’an). Dengan demikian, penetapan lima kali susuan dianggap lebih sesuai dengan prinsip *takhshish al-‘amm* (pembatasan keumuman dalil).

  1. Analisis Perbedaan Pendapat dan Implikasi Fiqhnya

Perbedaan pendapat antara kedua kelompok mazhab tersebut berpangkal pada cara memahami hubungan antara dalil mutlak (umum) dan muqayyad (terbatas). Hanafiyah dan Malikiyah lebih menekankan aspek makna substantif dan kehati-hatian dalam menjaga garis keturunan. Sementara itu, Syafi‘iyah dan Hanabilah lebih menitikberatkan pada kepastian hukum berdasarkan hadis yang sahih dan terperinci.

Menurut Prof. A. Mujahidin (2020), prinsip kehati-hatian dalam menetapkan hukum keluarga merupakan bentuk tanggung jawab ulama terhadap stabilitas sosial dan perlindungan nasab. Sementara itu, Prof. Asep Saepudin Jahar (2019) menekankan perlunya pendekatan integratif dalam memahami hukum Islam, dengan menggabungkan teks normatif dan konteks sosial modern.

Dalam konteks Indonesia, di mana hukum keluarga Islam diatur oleh *Kompilasi Hukum Islam (KHI)*, prinsip kehati-hatian dari mazhab Hanafiyah dan Malikiyah dapat menjadi pijakan penting dalam menafsirkan kasus-kasus yang tidak memiliki batasan eksplisit, terutama dalam persoalan penetapan mahram karena susuan.

6.Kesimpulan

Perbedaan pandangan ulama mengenai kadar susuan yang mengharamkan nikah menunjukkan keluasan dan kedalaman ijtihad dalam fiqh Islam. Mazhab Hanafiyah dan Malikiyah menekankan keumuman nash dan prinsip kehati-hatian, sedangkan Syafi‘iyah dan Hanabilah mengedepankan kejelasan jumlah berdasarkan hadis sahih.

Seluruh pandangan tersebut sejatinya memiliki tujuan yang sama, yakni menjaga kesucian garis keturunan dan kehormatan keluarga. Dalam konteks hukum Islam modern, pendekatan ihtiyath sebagaimana dikembangkan oleh para akademisi UIN Sunan Gunung Djati Bandung dapat dijadikan dasar pembaruan hukum keluarga Islam yang responsif terhadap dinamika sosial dan kebutuhan umat.

7.Daftar Pustaka

* Al-Zuhaili, Wahbah. (2008). *Fiqh Islam wa Adillatuhu*. Damaskus: Dar al-Fikr.

* Al-Syafi‘i, Muhammad bin Idris. (1983). *Al-Umm*. Beirut: Dar al-Ma‘rifah.

* Malik bin Anas. (1994). *Al-Muwaththa’*. Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah.

* Ibnu Qayyim al-Jauziyyah. (2002). *Zad al-Ma‘ad fi Hady Khair al-‘Ibad*. Beirut: Muassasah al-Risalah.

* Departemen Agama RI. (2010). *Al-Qur’an dan Terjemahannya*. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an.

* Mujahidin, A. (2020). *Hukum Keluarga Islam di Indonesia*. Bandung: UIN Sunan Gunung Djati Press.

* Jahar, A. S. (2019). *Sistem Hukum Islam dan Dinamika Sosial*. Bandung: UIN Sunan Gunung Djati Press.

5 1 vote
Article Rating
Artikel ini telah dibaca 60 kali

Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
Lihat seluruh komentar
Baca Lainnya

PENCATATAN TAJDID NIKAH (PART 1)

14 Oktober 2025 - 07:39 WIB

Menyelami Kesakralan Ijab Kabul dalam Islam

13 Oktober 2025 - 14:52 WIB

Rumah Tangga Diujung Tanduk: Tepuk Sakinah VS Tepuk Syaithan , Siapa Yang Menang??

11 Oktober 2025 - 09:03 WIB

3 Rahasia Rumah Tangga Harmonis Ala Rasulullah SAW

11 Oktober 2025 - 08:48 WIB

Berikan Untuk Keluargamu, Nafkah Yang Halal Dengan Cara Yang Baik

10 Oktober 2025 - 10:15 WIB

Do’a Pengantin Saat Pertama Bertemu Setelah Sah

8 Oktober 2025 - 13:05 WIB

Trending di Opini
0
Ada ide atau tanggapan? Share di kolom komentar!x
()
x