Oleh :
Khaerul Umam, S.Ag*)
A. Muqadimah
Ramadhan merupakan Sayyidussyuhur dan bulannya ummat Nabi Muhammad SAW, karena di dalamnya penuh keistimewaan, lautan pahala dan bonus pahala tertumpah ruah bagi ummat Nabi Muhammad SAW yang meningkatkan kuantitas dan kualitas ibadahya di bulan tersebut semata-mata imanan wahtisaban (karena iman dan ikhlas karena Allah SWT semata). Salah satu keutamaan bulan Ramadhan adalah di dalamnya ada satu malam yang istimewa yang nilainya lebih baik dari seribu bulan (setara dengan 83 tahun, 4 bulan). Malam ini disebut dengan Lailatul Qadr yang tidak bisa ditemukan pada selain bulan Ramadhan. Dalam sebuah hadits Riwayat Abi Hurairah RA, disebutkan:”…Padanya ada satu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Siapa orang yang terhalang akan kebaikannya maka sungguh dia telah terhalang (memperoleh kebaikan yang banyak).” (HR. Ahmad, Nasa’i dan Baihaqi).
B. Makna, Keberadaan dan Ciri Lailatul Qadr
- Makna/Arti Lailatul Qadr.
Menurut Imam Ahmad As-Showie, ada tiga pendapat tentang makna atau arti Lailatul Qadr ini:1). اي الشرف والعظم = Malam kemuliaan dan keagungan, karena agungnya nilai malam ini di sisi Allah SWT. 2). تقدير الامور = Malam ketetapan semua urusan, karena pada malam ini Allah SWT telah menetapkan apa-apa yang Allah kehendaki dari urusan-Nya untuk makhluk-Nya dalam satu tahun yang akan datang dan menyerahkannya kepada para malaikat yang bertugas mengurusinya.3). الضيق = Malam yang sempit, karena menjadi sempitnya tanah lapang disebabkan berdesak-desakannya iring-iringan malaikat yang turun ke bumi pada malam ini. (Tafsir As-Showie. Juz. IV. hal. 336-337).
- Letak atau kapan terjadinya Lailatul Qadr
Tentang keberadaan Lailatul Qadr yang agung di bulan Romadhon ini, Rasulullah صلى الله عليه وسلم menegaskan:..”Carilah ia di sepuluh hari yang terakhir. Maka sesungguhnya Lailatul Qadr ada pada malam-malam yang ganjil; malam ke 21 atau malam ke 23 atau malam ke 25 atau malam ke 27 atau malam ke 29 atau malam terakhir di bulan Ramadhan.” (HR. Ahmad dari ‘Ubadah bin Shamit). Karena itu, bila sepuluh malam yang terakhir dari bulan Ramadhan tiba, Rasulullah SAW memperbanyak ibadah di malam-malamnya. “Sesungguhnya Nabi SAW, apabila telah masuk sepuluh malam yang terakhir (dari bulan Ramadhan), Beliau menghidupkan malam-malamnya (dengan ibadah) dan membangunkan keluarganya dan mengikat erat pakaian ibadahnya.” ( HR. Bukhari dan Muslim dari Sayyidah ‘Aisyah RA).
Di antara ulama yang menyatakan bahwa ada kaidah atau formula untuk mengetahui itu adalah Imam Abu Hamid al-Ghazali (450 H- 505 H) dan Imam Abul Hasan as-Syadzili. Bahkan dinyatakan bahwa Syekh Abu Hasan semenjak baligh selalu mendapatkan lailatul qadar dan sesuai dengan kaidah ini. Menurut Imam al-Ghazali dan juga ulama lainnya, sebagaimana disebut dalam I’anatut Thalibin juz 2, halaman 257, bahwa cara untuk mengetahui lailatul qadar bisa dilihat dari hari pertama dari bulan Ramadlan:
قال الغزالي وغيره إنها تعلم فيه باليوم الأول من الشهر فإن كان أوله يوم الأحد أو يوم الأربعاء فهي ليلة تسع وعشرين أو يوم الاثنين فهي ليلة إحدى وعشرين أو يوم الثلاثاء أو الجمعة فهي ليلة سبع وعشرين أو الخميس فهي ليلة خمس وعشرين أو يوم السبت فهي ليلة ثلاث وعشرين قال الشيخ أبو الحسن ومنذ بلغت سن الرجال ما فاتتني ليلة القدر بهذه القاعدة المذكورة
Artinya: 1.“Jika awalnya jatuh pada hari Ahad atau Rabu, maka lailatul qadar jatuh pada malam ke-29, 2. Jika awalnya jatuh pada hari Senin, maka lailatul qadar jatuh pada malam ke-21, 3. Jika awalnya jatuh pada hari Selasa atau Jumat, maka lailatul qadar jatuh pada malam ke-27, 4. Jika awalnya jatuh pada hari Kamis, maka lailatul qadar jatuh pada malam ke-25, 5. Jika awalnya jatuh pada hari Sabtu, maka lailatul qadar jatuh pada malam ke-23. Syekh Abul Hasan As-Syadzili berkata: Semenjak saya menginjak usia dewasa, lailatul qadar tidak pernah meleset dari jadwal atau kaidah tersebut.
Kaidah ini sesuai dengan keterangan dalam Hasyiah al-Jamal, halaman 480:
كما اختاره الغزالي وغيره وقالوا إنها تعلم فيه باليوم الأول من الشهر فإن كان أوله يوم الأحد أو الأربعاء فهي ليلة تسع وعشرين أو يوم الاثنين فهي ليلة إحدى وعشرين أو يوم الثلاثاء أو الجمعة فهي ليلة سبع وعشرين أو يوم الخميس فهي ليلة خمس وعشرين أو يوم السبت فهي ليلة ثلاث وعشرين.
Berbeda dari keterangan dalam I’anatut Thalibin dalam halaman 258, kitab Hasyiah al-Bajury dalam juz pertama halaman 304, mencantumkan kaidah lain:
وإناجميعا إن نصم يوم جمعة # ففى تاسع العشرين خذ ليلة القدر وإن كان يوم السبت أول صومنا#فحادي وعشرين إعتمده بلاعذر وإن هلّ يوم الصوم فى أحد # ففى سابع العشرين مارمت فاستقر وإن هلّ بالإثنين فاعلم بأنّه # يوافيك نيل الوصل فى تاسع العشرى ويوم الثلاثاإن بدا الشهرفاعتمد # على خامس العشرين تحظ بها القدر وفى الأربعاء إن هلّ يامن يرومها # فدونك فاطلب وصلها سابع العشي ويوم الخميس إن بدا الشهر فاجتهد # توافيك بعد العشر فى ليلة الوتر
Artinya: “Jika awal puasanya Jumat, maka pada malam ke-29; jika Sabtu, maka pada malam ke-21; jika Ahad, maka pada malam ke-27; jika pada Senin, maka pada malam ke-29; jika Selasa, maka pada malam ke-25; jika Rabu, maka pada malam ke-27; jika Kamis, maka pada sepuluh akhir malam-malam ganjil”.
Menurut Syeikh Imam Al-Ghozali dan Syeikh Abil Hasan As-Syadzily, keberadaan Lailatul Qadr dapat diketahui dengan kapan hari pertama bulan Ramadhan tiba. Bila hari pertama jatuh pada hari Selasa, maka ان شاء الله Lailatul Qadr berada pada malam tanggal ke 27 (I’anatut Tholibin. Juz. II. hal. 257/Tafsir As-Showie. Juz. IV. hal. 337).
Jika kita mengikuti kaidah ini, malam lailatul qadar pada 1446 Hijriyah atau 2025 Masehi ini bisa berbeda-beda, tergantung keterangan dari kitab mana yang hendak dipedomani. Kaidah ini tercantum dalam kitab para ulama termasuk dalam kitab fiqih bermazhab Syafi’i (fiqih Syafi’iyah). Dan rumus ini teruji dari kebiasaan para ulama yang telah menemui lailatul qadar. Demikianlah ijtihad Imam al-Ghazali dan disetujui oleh banyak ulama sebagaimana termaktub dalam kitab fiqih. Tentang hakikat kepastian kebenarannya, jawaban terbaiknya adalah wallahu ‘a’lam (hanya Allah yang paling tahu).
Dalam hadits yang lain dijelaskan:”Siapa orang yang beribadah pada Lailatul Qadr dilandasi iman dan mengharap ridha Allah SWT, maka diampuni baginya dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari dari Abi Hurairah RA).
Menurut Syeikh Imam As-Syarqowie, Lailatul Qadr adalah malam yang terbuka (inkisyaf) padanya sesuatu keajaiban alam Malakut (alam Ghaib), dan manusia dalam hal Kasyaf (terbukanya tabir alam ghaib) ini berbeda-beda tingkatannya. (As-Syarqowie ‘ala Tahrir. Juz. I. hal. 449).
- Ciri-Ciri Datangnya Lailatul Qadr
Ada beberapa ciri-ciri Lailatul Qadr ini menurut pendapat ‘ulama, di antaranya:
1- Sedikitnya suara gonggongan anjing dan suara keledai.
2- Menjadi Tawarnya air asin (air laut).
3- Melihat semua makhluq sujud kepada Allah تعالى
4- Mendengar segala sesuatu berdzikir kepada Allah تعالى dengan ucapan lisan.
5- Malam itu malam yang terang dan bercahaya.
6- Pada pagi harinya matahari bersinar bersih dan terang. (Tafsir As-Showie. Juz. IV. hal. 339).
Disunnahkan bagi orang yang melihat Lailatul Qadr untuk merahasiakannya, bukan untuk diviralkan ke publik. Karena dapat melihat (hakikatnya) Lailatul Qadr adalah sebuah kemuliaan (Karomah) dan merupakan perkara yang di luar nalar biasa atau amrun khariqun (As- Syarqowie ‘ala Tahrir. Juz. I. hal. 449). Bagi orang yang melakukan ibadah (beramal sholeh) pada Lailatul Qadr akan memperoleh keutamaan Lailatul Qadr tersebut meskipun dia tidak dapat melihat (hakikatnya) Lailatul Qadr (As- Syarqowie ‘ala Tahrir. Juz. I. hal. 449).
Al-Faqih Abu Laits, telah meriwayatkan sebuah hadits dari Ibnu ‘Abbas yang menyatakan bahwa pada Lailatul Qadr malaikat Jibril dan para malaikat turun kebumi untuk memberi ucapan salam kepada ummat Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم yang sedang melaksanakan ibadah, menyalami mereka dan mang-amin-kan do’a mereka sampai terbitnya Fajar.
Berkata malaikat Jibril;”..Sesungguhnya Allah Memandang (dengan pandangan kasih sayang) kepada ummat Muhammad, dan mema’afkan mereka serta mengampuni mereka, kecuali terhadap empat kelompok, yaitu :
1)- Orang yang selalu meminum khamer (sesuatu yang memabukkan).