Ada satu nasihat dari Hasan Al-Banna yang sangat terkenal dan banyak dikutip: “Kewajiban kita lebih banyak daripada waktu yang tersedia.” Kalimat ini ringkas, tetapi mengandung kesadaran mendalam tentang hidup, amanah, dan penggunaan waktu. Manusia memiliki banyak tugas dan peran yang harus dijalankan, sementara waktu yang tersedia sangat terbatas. Maka, setiap momen adalah tanggung jawab yang harus diisi dengan amal dan kebaikan.
Sebagai seorang Muslim, kita memikul tanggung jawab kepada Allah, kepada keluarga, kepada masyarakat, dan kepada diri sendiri. Namun, ketika seseorang diberi amanah sebagai Aparatur Sipil Negara, (ASN), terutama dalam ranah pelayanan publik seperti di KUA misalnya, maka amanah itu menjadi lebih besar lagi. ASN bukan sekadar pekerjaan — tetapi pengabdian. Jabatan ini adalah kepercayaan dari Allah, dari negara, dan dari masyarakat yang kita layani.
Maka, hal pertama yang harus kita tumbuhkan adalah rasa syukur. Betapa banyak orang yang berjuang bertahun-tahun untuk menjadi ASN menempuh ujian yang tidak mudah, mempersiapkan diri, ada yang harus bersusah-susah menjadi tenaga bakti dan honorer dengan harapan yang tinggi, namun tidak semua mendapat kesempatan yang sama. Kita yang diberi kesempatan ini harus menyadari bahwa ini adalah nikmat dan kemuliaan. Jangan sampai nikmat ini berubah menjadi fitnah karena sikap malas, lalai, atau tidak amanah.
Syukur itu bukan hanya diucapkan — tetapi dibuktikan melalui kinerja. Syukur terwujud dalam kedisiplinan masuk kantor tepat waktu, menyelesaikan tugas dengan sungguh-sungguh, melayani masyarakat dengan ramah, serta menjaga integritas dalam setiap langkah pekerjaan. Ketika kita bekerja dengan hati, kita sedang menjaga nikmat itu agar tetap Allah berkahi.
Jam kerja 7,5 jam per hari, atau 35 jam seminggu yang ditetapkan bukan sekadar aturan birokrasi, tetapi batas bagi kita untuk menyalurkan tenaga, pikiran, dan kemampuan terbaik kita kepada umat. Pada jam-jam itu, kita adalah milik pelayanan masyarakat. Setiap menit yang kita gunakan dengan baik adalah ladang pahala, tetapi setiap menit yang kita lalaikan adalah hak orang lain yang terambil. Jika terlambat atau pulang sebelum waktunya, maka kompensasi bukan hanya administrasi — tetapi kesadaran untuk mengganti dengan kerja sungguh-sungguh, memperbaiki layanan, dan bertaubat dari kelalaian.
Gaji dan tunjangan yang kita terima setiap awal bulan adalah rezeki yang Allah titipkan untuk keluarga. Dari sinilah tumbuh darah, daging, dan tenaga dalam tubuh anak-anak kita. Agar rezeki ini menjadi berkah, maka sumbernya harus halal dan bersih dari kelalaian. Nafkah yang bersih akan membawa ketenangan, kesehatan, dan keberkahan hidup. Sebaliknya, jika nafkah tercampur dengan kemalasan dan kecurangan, maka dampaknya mungkin muncul dalam bentuk kegelisahan, ketidaktenangan, bahkan ujian yang berat.
Kita juga melihat dalam kehidupan, ada orang yang tubuhnya sehat meski bekerja keras, tetapi ada yang jatuh sakit meski tidak banyak aktivitas. Allah punya cara yang halus dan penuh hikmah dalam memberi pelajaran. Ada musibah atau sakit yang datang karena takdir dan ujian, tetapi ada pula yang muncul karena kurang tanggung jawab dan kebiasaan meremehkan amanah. Maka menjaga niat dan kesungguhan dalam bekerja bukan hanya untuk reputasi, tetapi juga untuk kesehatan ruhani dan jasmani kita.
Hasan Al-Banna juga menegaskan pentingnya saling membantu memanfaatkan waktu. Artinya, dalam pelayanan, jangan menyulitkan, jangan menunda. Ketika ada warga datang mengurus kebutuhan, layani segera, jelaskan dengan sabar, mudahkan prosesnya. Bisa jadi waktu mereka lebih sempit dan kebutuhan mereka lebih mendesak daripada waktu kita. Setiap kemudahan yang kita berikan akan menjadi shadaqah dan amal jariyah, yang kelak menjadi saksi di hadapan Allah.
Pada akhirnya, hidup ini singkat. Jabatan, pangkat, dan ruangan kantor akan berganti. Yang akan tinggal hanyalah jejak kebaikan yang kita tinggalkan. Jika kewajiban kita lebih banyak daripada waktu, maka pilihlah yang paling bernilai di sisi Allah: bekerja dengan ikhlas, disiplin, amanah, dan penuh rasa syukur.
Semoga Allah menjadikan kita hamba-hamba-Nya yang menjaga amanah, mensyukuri nikmat, dan melayani umat dengan hati. Karena bukan posisi kita yang memuliakan kita — tetapi cara kita menjalankannya. []
Catatan Mahbub Fauzie
Pelayan Masyarakat di KUA Kec. Atu Lintang Aceh Tengah








