A. Abstrak
Artikel ini menelaah konsepsi mazhab dalam tradisi hukum Islam dengan pengayaan perspektif para ahli fiqh kontemporer, argumentasi tekstual dari al-Qur’an dan ḥadīṯ (dalīl naklî), serta analisis teori hukum (epistemologi hukum, teori sistem hukum, dan maqāṣid al-syarīʻah). Didasarkan pada studi kepustakaan, artikel ini menegaskan bahwa mazhab merupakan institusi epistemik dan hukum yang dinamis — sekaligus menawarkan landasan metodologis bagi adaptasi hukum Islam terhadap tantangan modern. Selain itu, artikel ini memperkaya pembahasan dengan dalil naklî yang sahih, pandangan para guru besar fiqh baik dari dunia Islam maupun Indonesia, serta literatur akademik terbaru (2020–2025) yang mendukung pentingnya ijtihād kolektif dan maqāṣid al-syarīʻah dalam perkembangan fiqh kontemporer.
Kata kunci: Mazhab, Ijtihād, Maqāṣid, Epistemologi Hukum Islam, Perbedaan Pendapat.
B. Pendahuluan
Mazhab (jamak: madāhīb) bukan sekadar label perbedaan pendapat; ia merupakan produk ijtihād, metodologi, serta komunitas intelektual yang menyalurkan, membakukan, dan mewariskan kaidah-kaidah fiqh. Dalam sejarah hukum Islam, mazhab memiliki peran fundamental dalam proses kodifikasi dan pengembangan hukum. Kata ‘mazhab’ secara bahasa berasal dari akar kata ذهب (dzahaba) yang berarti ‘jalan’ atau ‘yang ditempuh’. Secara terminologis, ulama memberikan beragam definisi, di antaranya Said Ramadhān al-Būthī yang menyebut mazhab sebagai jalan pemikiran seorang mujtahid dalam menetapkan hukum Islam, sementara Wahbah al-Zuhailī mendefinisikannya sebagai keseluruhan hukum yang lahir dari metode istinbāṭ seorang imam.Penelitian ini mencoba menjawab persoalan: (1) bagaimana definisi mazhab dipahami secara linguistik dan terminologis; (2) bagaimana teori epistemologi hukum, sistem hukum, dan maqāṣid al-syarī‘ah dapat menjelaskan konsep mazhab; dan (3) sejauh mana relevansi mazhab dalam konteks kontemporer.
C. Metode
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi pustaka (library research). Data diperoleh dari literatur klasik dan kontemporer, termasuk karya Wahbah al-Zuhailī, Said Ramadhān al-Būthī, Moenawar Chalil, serta literatur teori hukum modern seperti Lawrence M. Friedman. Analisis dilakukan secara deskriptif-analitis dengan menghubungkan konsep mazhab dengan teori hukum Islam dan teori hukum modern.
D. Pembahasan
· Definisi Mazhab
Secara linguistik, mazhab berarti jalan yang ditempuh, kepercayaan, atau pendirian. Dalam kamus-kamus Arab klasik, ia bermakna ‘jalan’ atau ‘tempat yang dilalui’. Secara istilah, ia merujuk pada sistem pemikiran hukum Islam hasil ijtihād seorang imam mujtahid yang kemudian dibakukan oleh murid dan komunitasnya. Dengan demikian, mazhab bukan hanya sekadar pendapat, melainkan sebuah sistem hukum. Cik Hasan Bisri menyebutkan bahwa mazhab memiliki setidaknya tujuh elemen: imam mujtahid, metode istinbāṭ hukum, materi fiqh, komunitas pendukung, istilah hukum, serta karya fiqh imam mazhab. Hal ini menunjukkan bahwa mazhab memiliki dimensi epistemologis, metodologis, dan sosial.
· Dalīl Naklî (Al-Qur’ān & Ḥadīṯ)
- Al-Qur’ān Surah al-Mā’idah (5:48): ‘Untuk tiap-tiap umat di antara kamu Kami berikan aturan dan jalan yang terang…’ Ayat ini menunjukkan bahwa adanya variasi hukum merupakan bagian dari kehendak Allah agar manusia berlomba dalam kebaikan.
- Al-Qur’ān Surah An-Nisā’ (4:59): ‘Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul, dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berselisih pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunnah)…’ Ayat ini menjadi dasar penting untuk merujuk pada otoritas keilmuan dan teks dalam penyelesaian perselisihan.
- Ḥadīṯ Muttafaq ʻalayhi: Rasulullah SAW bersabda, ‘Apabila seorang hakim berijtihād lalu benar, maka ia mendapat dua pahala; apabila ia berijtihād lalu salah, maka ia mendapat satu pahala.’ Hadis ini menjadi legitimasi ijtihād dan sekaligus legitimasi atas lahirnya mazhab.
· Pandangan Para Ahli Fiqh
Khaled Abou El Fadl (UCLA) menekankan bahwa fiqh harus dibangun dengan basis hermeneutika etis dan keadilan, bukan sekadar legal-formalisme. Mohammad Hashim Kamali menekankan maqāṣid dan maslahah sebagai prinsip yang memungkinkan fiqh menjawab persoalan modern. Abdullah bin Bayyah mengajukan ijtihād kolektif (ijtihād jamā‘ī) untuk menghadapi isu-isu kompleks, sedangkan cendekiawan Indonesia seperti Qodri Azizy dan Azyumardi Azra menegaskan bahwa mazhab harus dipahami dalam konteks sosial budaya, sehingga lahir gagasan ‘Fiqh Nusantara’.
· Analisis Teoritis
Epistemologi hukum Islam menjelaskan bagaimana mazhab lahir dari proses istinbāṭ yang sistematis. Teori sistem hukum Lawrence M. Friedman melihat mazhab sebagai sistem hukum yang memiliki struktur (imam, murid, lembaga fatwa), substansi (kitab fiqh, qaul, fatwa), dan kultur (pengamalan masyarakat). Sementara itu, maqāṣid al-syarīʻah memberikan kerangka tujuan yang menegaskan bahwa perbedaan antar mazhab tetap berorientasi pada terwujudnya kemaslahatan, menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.
· Implikasi Kontemporer
- Legitimasi ijtihād kolektif dan institusional: metode ini penting dalam menghadapi isu-isu kontemporer seperti bioteknologi, ekonomi syariah, dan HAM.
- Kontekstualisasi fiqh: melalui pendekatan lokal (misalnya fiqh Nusantara)sehingga hukum Islam dapat selaras dengan adat dan budaya
- Penguatan pendidikan ushul fiqh dan maqāṣid bagi ulama muda agar ijtihād tetap valid, etis, dan sesuai dengan semangat keadilan.
E.Kesimpulan
Mazhab adalah institusi intelektual dan hukum yang lahir dari tradisi ijtihād. Ia diperkuat oleh dalīl naqlī yang memberi ruang bagi ijtihād sekaligus membatasi kesewenangan. Pandangan para guru besar fiqh menegaskan pentingnya etika, maqāṣid, dan kolektivitas dalam pengembangan mazhab. Dalam konteks globalisasi, mazhab tetap menjadi kerangka yang kaya untuk interpretasi hukum Islam, asalkan dijalankan dengan kompetensi ilmiah, tanggung jawab, dan kesadaran maqāṣid.
F. Daftar Pustaka
- Wahbah al-Zuhailī. al-Fiqh al-Islāmī wa Adillatuhu. Beirut: Dār al-Fikr, 1989.
- Moenawar Chalil. Kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Jakarta: Bulan Bintang, 1956.
- Cik Hasan Bisri. Model Penelitian Fiqh. Jakarta: Prenada Media, 2003.
- Khaled M. Abou El Fadl. Speaking in God’s Name: Islamic Law, Authority and Women. Oxford: Oneworld, 2001.
- Mohammad Hashim Kamali. Principles of Islamic Jurisprudence. Cambridge: Islamic Texts Society, 2021.
- Abdullah bin Bayyah. The Craft of Fatwa and the Ethics of Responsibility. Abu Dhabi: Tabah Foundation, 2022.
- Qodri Azizy. Reformasi Bermadzhab. Jakarta: Mizan, 2004.
- Azyumardi Azra. Islam Nusantara dan Dinamika Pemikiran Fiqh. Jakarta: Kencana, 2019.
- Hidayah, A. Dynamics of Fiqh and Mazhab in Contemporary Practice. MOEFTY Journal, 2024.
- Yusrijal, Y. Collective Ijtihad as a Method of Contemporary Legal Reasoning in Indonesia. Maqsha Journal, 2025.
- Galadari, A. Ijtihād Holds Supremacy in Islamic Law. SSRN, 2022.
- Oxford Research Encyclopedia. Islamic Bioethics and Ijtihād. Oxford University Press, 2024.