Oleh: H. Jinto, S.H.I
Penghulu Ahli Madya/ Kepala KUA Kec. Kemalang Kab. Klaten
Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Kabupaten Klaten menyelenggarakan “Mantu” pada hari Rabu tanggal 10 Bulan Rabi’ul Awwal 1447 dalam kalender Islam, bertepatan dengan tanggal 03 September 2025 Masehi. Baznas dalam menyelenggarakan mantu bekerjasama dengan Kantor Urusan Agama, Pengadilan Agama, Dinas Kependudukan dan Catan Sipil dan Kementerian Agama Kabupaten Klaten.
Baznas mantu diselenggarakan di Komplek Gedung RSPD Kabupaten Klaten. Adapun peserta baznas mantu sebanyak 13 pasangan calon pengantin. Setiap pasangan pengantin mendapatkan beberapa hak, seperti mahar (seperangkat alat sholat dan uang sebanyak Rp. 500.000), Rias, akomodasi dan dokumentasi. Acara diawali dengan sambutan bupati dan diakhiri do’a.
Nikah Resmi Yang Tertunda
Dalam perspektif hukum positif di Indonesia, perkawinan bagi umat Islam, disamping harus dilakukan menurut hukum Islam, maka setiap perkawinan wajib dilangsungkan di hadapan dan dicatat oleh pejabat pencatat nikah menurut perundang-undangan yang berlaku. Namun pada kenyataanya tidak semua umat Islam Indonesia mematuhi ketentuan perundang-undangan tersebut, sehingga masih ada di antara masyarakat muslim dengan berbagai alasan melakukan nikah siri, dalam arti pernikahan itu tidak dicatat oleh pejabat yang berwenang. Hal tersebut bukan tanpa dukungan, karena nilai-nilai hukum dalam masyarakat muslim Indonesia masih memandang nikah siri sebagai sesuatu yang sah menurut agama dan tidak sah menurut negara.
Hal tersebut membuka mata dan telinga seluruh Kepala KUA Se-Kabupaten Klaten, sehingga para kepala KUA ikut serta berkolaborasi dengan Baznas dalam rangka mengentaskan pernikahan siri yang ada pada masyarakat Kabupaten Klaten. Ketua Baznas Kabupaten Klaten, Drs. K.H. Muklis Hudaf dalam rapat koordinasi tahap awal menyampaikan bahwa ada beberapa kriteria bagi calon pengantin yang akan mendapatkan fasilitas dari baznas mantu, salah satunya adalah bahwa “calon pengantin sudah hidup dalam satu atap rumah, namun belum memiliki ikatan yang sah, baik secara agama maupun negara atau sudah melakukan nikah namun baru sebatas nikah Siri”. Sehingga KUA ikut berperan aktif dan turut mensukseskan dalam mengentaskan nikah siri, karena dari 13 calon pengantin dalam baznas mantu hanya 2 pasangan yang belum hidup serumah.
Melangitkan Hukum Positif
Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 2 disebutkan pada ayat pertama bahwa perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaan itu. Sedangkan ayat kedua menginformasikan bahwa Tiap-tiap perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ayat-ayat tersebut harus dipahami sebagai ayat satu kesatuan, artinya bahwa pernikahan harus sesuai aturan Agama dan aturan negara. Bukan sah secara agama saja maupun sebaliknya.
Kemudian, dalam mencatat sebuah perkawinan, tidak serta merta semua orang bisa mencatat, melainkan hanya pegawai pencatat nikah, sebagaimana diatur dalam PP.No.9/1975 Pasal 2 ayat pertama bahwa pencatatn perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinan-nya menurut agama Islam, dilakukan oleh pegawai pencatat sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang No. 32 Tahun 1954 tentang NTCR. Hal itu dikuatkan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 6 ayat 2 bahwa perkawinan yang dilakukan diluar pengawasan pegawai pencatat nikah tidak mempunyai kekuatan hukum.
Dalam hal Baznas mantu, sejak awal Baznas selalu berkoordinasi dengan KUA se-Kabupaten guna menjamin bahwa pernikahan dalam Baznas mantu terjamin keabsahannya, baik secara agama maupun negara. Dengan demikian hukum positif mulai bergerak melangit, karena pernikahan yang sah merupakan perintah Allah SWT.
Wallahul Muwafiq ila Aqwamit Thoriq