MANUSIA YANG TIDAK MERUGI
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
اَلْحَمْدُ لِلّهِ الَّذِىْ اَنْعَمَ عَلَـيْنَا بِاَنْوَاعِ الــنِّعَمِ وَلَطَائِفِ اْلاِحْسَانِ. وَفَضَّــلَنَا عَلَى سَائِرِ خَلْقِهِ بِاْلاِسْلاَمِ وَاْلاِيــْمَانِ. اَشْهَدُ اَنْ لاَّ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ الْمَلِكُ الْحَنَّانُ الْمَنَّانُ. وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنـَا وَنَبِيَّنَا وَمَوْلاَنـَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ الْمَبْعُوثُ بِخَيْرِ الْمِلَلِ وَاْلاَدْيَانِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبــَارِكْ عَلَـيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَاَصْحَابِهِ اَهْلِ الصِّدْقِ وَالْعِرْفَانِ.صَلاَةً وَسَلاَمًا دَائِمَيْنِ مُتَلاَزِمَيْنِ بِعَدَدِ كُلِّ شَيْءٍ فِى اْلاَكْوَانِ. مَعَاشِرَ الْمُسْلِمِيْنَ وَزُمْرَةَ الْمُؤْمِنِيْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ. اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِىْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ، وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.
Kaum muslimin muslimat hamba Allah yang berbahagia.
Puji dan syukur dengan segala kesempurnaannya marilah kita persembahkan kepada Allah SWT, karena atas qudrah, iradah, serta izin-Nya semata pada saat ini kita masih diberi kesempatan untuk melaksanakan ibadah, satu tugas dan kewajiban kita untuk beribadah kepada-Nya.
Salawat teriring salam senantiasa kita haturkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW yang telah diutus oleh Allah SWT menjadi rahmatan lil’alamin – rahmat bagi semesta alam, liyukhrijannas minadz-dzulumati ilannur – membebaskan manusia dari kegelapan kepada cahaya iman.
Kaum muslimin muslimat hamba Allah yang berbahagia.
Pada malam yang penuh berkah, rahmah, dan maghfirah ini marilah kita telusuri kembali liku-liku perjalanan kita dalam mengarungi samudera dunia. Seberapa jauh kita melangkah sehingga telapak kaki ini nyaris menapaki pepasiran pantai yang membentang luas di hadapan. Dan seberapa banyak bekal yang kita siapkan untuk menyongsong hari depan di pulau keabadian.
Hal ini perlu untuk selalu diingatkan, karena disepanjang perjalanan yang kita lalui ini banyak sekalai hambatan, halangan, dan rintangan. Sedikit saja kita lengah, maka kebahagiaan yang kita idamkan itu hanya tinggal bayangan yang melintas di depan pandangan. Sudah banyak orang yang terpesona di negeri dunia ini, sehingga ia lupa bahwa perjalanan masih teramat panjang. Sudah banyak orang yang terjebak di samudera raya ini, diombang-ambingkan ombak dan gelombang kehidupan, yang membuat ia tidak sadarkan diri bahwa akhirat telah menanti.
Oleh karena itu, Allah SWT mengingatkan melalui keagungan Firman-Nya di dalam al-Quran:
وَالْعَصْرِۙ اِنَّ الْاِنْسَانَ لَفِيْ خُسْرٍۙ
Demi masa, dimana Allah memberikan kesempatan kepada manusia untuk menggunakan kesempatan itu dengan sebaik-baiknya untuk beribadah dan memperbanyak amal saleh. karena sungguh manusia itu benar-benar dalam kerugian. Manusia yang tidak bisa memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya. Manusia yang lupa bahwa kesempatan yang diberikan itu bukan untuk disia-siakan.
Maka sejalan dengan ayat ini, Rasulullah SAW bersabda: “Bagi yang berakal, selama akalnya itu belum dihinggapi kegilaan, maka ia berkewajiban untuk mengatur waktu-waktunya. Ada waktu yang digunakannya untuk bermunajat dengan Tuhannya, ada waktu yang digunakan untuk mentafakuri penciptaan langit dan bumi — dengan kata lain, waktu yang disediakan untuk belajar, ada waktu untuk melakukan muhasabah — yakni introspeksi terhadap dirinya, dan ada pula waktu yang dikhususkan untuk diri dan keluarganya guna memenuhi kebutuhan hajat hidupnya”.
Karena “bukanlah orang yang baik di antara kalian, seseorang yang meninggalkan dunia karena mengkhususkan diri untuk kehidupan akhirat. Demikian pula bukanlah orang yang baik di antara kalian, seseorang yang melupakan akhirat karena disibukkan dengan urusan dunia. Tetapi orang yang baik di antara kalian adalah seseorang yang menempatkan keduanya secara benar. Ia kerjakan urusan dunia sebagai jembatan untuk meraih kebahagiaan di akhirat”. Sebagaimana firman Allah selanjutnya:
اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ ەۙ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ ࣖ
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, dan saling menasehati dengan kebenaran, dan saling menasihati dengan kesabaran.
Kaum muslimin muslimat hamba Allah yang berbahagia.
Pada ayat yang ketiga surah al-Ashr ini, Allah SWT menjelaskan empat kriteria manusia yang tidak akan mengalami kerugian. Dengan kata lain, mereka yang dikecualikan dari kerugian itu yang berarti orang yang akan mendapat keuntungan, kesenangan, dan kebahagiaan.
Pertama: alladzina amanu, yaitu orang-orang beriman yang teguh dengan keimanannya. Dalam arti orang-orang yang memiliki pengetahuan menyangkut kebenaran imannya tentang ketuhanan dan ajaran-ajaran agama yang bersumber dari Allah SWT. Keimanan yang kukuh, yang tidak mudah luntur digempur waktu dan tidak mudah goyah diterjang zaman. Keimanan yang senantiasa bersinar sepanjang masa.
Allah SWT berfirman:
اِنَّ الَّذِيْنَ قَالُوْا رَبُّنَا اللّٰهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوْا فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَۚ
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan Kami ialah Allah”, kemudian mereka tetap istiqamah, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. (QS. Al-ahqaf: 13)
Kedua, orang-orang yang tidak akan mengalami kerugian adalah wa’amilush-sholihat, orang-orang yang beramal saleh. Amal saleh adalah pekerjaan yang apabila dilakukan, maka suatau kerusakan akan terhenti atau menjadi tiada. Atau bisa juga diartikan, amal saleh adalah suatu pekerjaan yang dengan melakukannya diperoleh manfaat dan kesesuaian.
Maka seorang mukmin yang beramal saleh adalah orang yang aktivitasnya mengakibatkan terhindarnya mudarat, atau yang pekerjaannya memberi manfaat kepada pihak-pihak lain, dan atau pekerjaannya sesuai dengan petunjuk-petunjuk ilahi, akal sehat, dan adat-istiadat yang baik.
Rasulullah SAW mengingatkan dalam sabdanya: “Barangsiapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin, maka dia adalah orang yang beruntung. Barangsiapa yang hari ini sama nilainya dengan hari kemarin, maka dia adalah orang yang merugi. Dan barangsiapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin, maka dia adalah orang yang celaka”.
Dalam segala hal, terutama dalam menghargai waktu, Rasulullah adalah teladan yang utama. Para sahabat beliau sering menyaksikan kaki beliau yang bengkak beribadah sepanjang malam untuk tahajud. Samapi-sampai Siti Aisyah menegur: “Bukankah Allah telah mengampuni dosamu, sekiranya itu ada, baik yang dahulu maupun yang akan dating, kenapa engkau lakukan pula amal ibadah yang seberat ini?”. Rasulullah menjawab: “Aku ingin menjadi hamba Allah yang bersyukur”.
Kaum muslimin muslimat hamba Allah yang berbahagia.
Ketiga, orang-orang yang tidak akan menderita kerugian adalah watashau bil-haq, saling menasihati dengan kebenaran. Saling mengingatkan untuk selalu berbuat kebenaran. Karena sudah menjadi kewajiban setiap muslim untuk amar ma’ruf nahy munkar, mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari kemunkaran. Dengan tegas Rasulullah memerintahkan kepada umatnya:
يـَا اَيـُّهَا النَّاسُ، مُرُوْا بِالْمَعْرُوْفِ وَانْهَوْ عَنِ الْمُنْكَرِ قَـبْلَ اَنْ يَدْعُوا اللهَ فَلاَ يَسْتَجِيْبُ لَكُمْ، وَقَـبْلَ اَنْ تَسْتَغْفِرُوهُ فَلاَ يَغْفِرَ لَكُمْ، اِنَّ اْلاَمْرَ بِالْمَعْرُوْفِ لاَ يُقَرِّبُ اَجَلاً، وَاِنَّ اْلاَحْبَارَ مِنَ الْيَهُوْدِ وَالرَّهْبَانَ مِنَ النَّصَارَى لَمَّا تَرَكُوْا اْلاَمْرَ بِالْمَعْرُوْفِ وَالـنَّهْيَ عَنِ الْمُنْكَرِ لَعَنَهُمُ اللهُ عَلَى لِسَانِ اَنـْبِيَائِهِمْ وَعَمَّهُمُ الْبَلاَءَ. (الطبرانى)
Wahai segenap manusia, serulah kepada yang ma’ruf dan cegahlah dari yang munkar, sebelum kamu berdo’a kepada Allah kemudian tidak dikabulkan, serta sebelum kamu memohon ampunan kemudian tidak diampuni, karena amar ma’ruf itu tidak mendekatkan ajal. Sesungguhnya para pendeta yahudi dan nasrani ketika mereka meninggalkan amar ma’ruf nahy munkar mereka dilaknat oleh allah melalui ucapan nabi-nabi mereka. Dan mereka juga ditimpak bencana serta malapetaka. (HR. Thabraniy)