Menu

Mode Gelap

Pernikahan · 4 Sep 2025 07:17 WIB ·

Memilih Isteri Wanita Pilihan (1)

Penulis: UMI FIRMANSYAH


 Memilih Isteri Wanita Pilihan (1) Perbesar

Memilih Isteri Wanita Pilihan (1)

 

Terdapat banyak kriteria yang dituntut dari diri wanita, dan diinginkan untuk menikahi wanita yang memiliki berbagai kriteria tersebut. Kita cukupkan dengan menyebut kriteria-kriteria terpenting.

 

Pertama:

Mentaati Agama Dan Sangat Mencintainya

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

 

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ

 

“… Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. ..” [Al-Hujuraat/49: 13].

 

Dia berfirman:

 

فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ حَفِظَ اللَّهُ

 

“… Sebab itu maka wanita yang shalih, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka) …” [An-Nisaa/4: 34].

 

Al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

 

“ Wanita dinikahi karena empat perkara; karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya; maka pilihlah wanita yang taat beragama, niscaya engkau beruntung .” [1]

 

Wahai saudaraku, ini bukan berarti bahwa kecantikan itu tidak diperlukan. Tetapi yang dimaksud adalah jangan membatasi kecantikan, karena itu bukan prinsip bagi kita dalam memilih isteri. Pilihlah karena agamanya; dan jika tidak, maka kamu tidak akan bahagia. Yakni, berlumuran dengan tanah berupa aib yang akan terjadi pada Anda setelah itu disebabkan isteri tidak mempunyai agama.

 

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr secara marfu’ , ia mengatakan: “Jangan menikah dengan wanita karena kecantikannya, karena bisa jadi kecantikannya itu akan memperburuknya; dan jangan menikah dengan wanita karena hartanya, bisa jadi hartanya menjadikannya melampui batas.Tetapi, nikahilah wanita atas perkara agamanya. Sungguh hamba sahaya wanita yang sebagian hidungnya terpotong lagi berkulit hitam tapi taata lebih baik.” [2]

 

Syaikh al-‘Azhim Abad berkata: “Makna ‘ fazhfar bidzaatid diin (ambillah yang mempunyai agama)’ bahwa yang pantas bagi orang yang mempunyai agama dan adab yang baik adalah agar agama menjadi pertimbagannya dalam segala sesuatu, terutama berkenaan dengan pendamping hidup . [3]

 

Ibnu Majah meriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda:

 

مَا اسْتَفَادَ الْمُؤْمِنُ بَعْدَ تَقْوَى اللهِ خَيْرًا لَهُ مِنْ وَإِنْ غَابَ عَنْهَا نَصَحَتْهُ فِيْ نَفْسِهَا وَمَالِهِ .

 

“ Seorang mukmin tidak mengambil manfaat setelah bertakwa kepada Allah, yang lebih baik dibandingkan wanita yang shalihah: Jika memerintahnya, ia mentaatinya; jika memandangnya, ia membuatnya senang; jika bersumpah terhadapnya, ia memenuhi sumpahnya; jika bepergian meninggalkannya, maka ia tulus kepadanya dengan menjaga dirinya dan harta suami .” [4]

 

Imam Ahmad meriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

 

مِنْ سَعَـادَةِ ابْنُ آدَمَ ثَلاَثَةٌ: اَلْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ،  شَقَاوَةِ ابْنُ آدَمَ: اَلْمَرْأَةُ السُّوْءُ، وَالْمَسْكَنُ السُّوْءُ، وَالْمَرْكَبُ السُّوْءُ .

 

“ Kebahagiaan manusia ada tiga: Wanita yang shalihah, tempat tinggal yang baik, dan kendaraan yang baik. Sedangkan ke-sengsaraan manusia ialah: Wanita yang buruk (perangainya), tempat tinggal yang buruk, dan kendaraan yang buruk .” [5]

 

Ibnu Majah meriwayatkan dari Tsauban, ia mengatakan: “Ketika turun (ayat al-Qur-an) mengenai perak dan emas, mereka bertanya: ‘Lalu harta apakah yang harus digunakan?’ ‘Umar berkata: ‘Aku akan memberitahu kepadamu mengenai hal itu.’ Lalu dia mengendarainya hingga mengikuti Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan aku mengikuti dari belakang. Lalu dia bertanya: ‘Wahai Rasulullah, harta apakah yang akan kita gunakan?’ Beliau menjawab: ‘Hendaklah salah seorang dari kalian mempunyai hati yang bersyukur, lisan yang berdzikir, dan isteri beriman yang dapat mendukung (memotivasi) salah seorang dari kalian atas kasus akhirat.’” [6]

 

Ini adalah Perumpamaan Hidup Tentang Wanita yang Taat Beragama, dan Banyak Bertanya Tentangnya (Juru Bicara Kaum Wanita).

Dari Asma’ binti Yazid al-Anshariyyah, ia datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam saat dia berada di tengah-tengah Sahabatnya seraya mengatakan: “Ayah dan ibuku sebagai tebusanmu, wahai Rasulullah. Aku utusan para wanita mengirimkan. Beritahu -diriku sebagai tebusanmu- bahwa tidak seorang wanita pun yang berada di timur dan barat yang mendengar bantuanku ini melainkan dia sependapat denganku. Sesungguhnya Allah mengutusmu dengan kebenaran kepada kaum pria dan wanita, lalu kami beriman dicintai dan kepada Rabb-mu yang mengutusmu. Kami kaum wanita dibatasi; tinggal di rumah-rumah kalian, tempat pelampiasan syahwat kalian, dan mengandung anak-anak kalian. Sementara kalian, kaum pria, dilebihkan atas kami dengan shalat Jum’at dan berjama’ah, menjenguk orang sakit, menyaksikan pemakaman, haji demi haji, dan yang lebih utama dari itu adalah jihad fii sabiilillaah me-melihara harta kalian, membersihkan pakaian kalian, dan merawat anak-anak kalian. Lalu apa yang bisa membuat kami mendapatkan pahala seperti apa yang kalian dapatkan, wahai Rasulullah?” Mendengar hal itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menoleh kepada para Sahabatnya, kemudian bertanya: “Apakah kalian pernah mendengar perkataan seorang wanita yang lebih baik dari wanita ini dalam pertanyaan-nya tentang agamanya?” Mereka menjawab: “Wahai Rasulullah, kami tidak menyangka ada seorang wanita yang mendapat petunjuk seperti ini.” Lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menoleh ke arah seraya berkata kepadanya: “Pergilah wahai wanita, dan sampaikan kepada kaum wanita di belakangmu bahwa apabila salah seorang dari kalian berbuat baik kepada suami, mencari ridhanya dan menyelarasinya, maka pahalanya menyerupai semua itu.” Kemudian wanita ini diubah dengan ber tahlil dan ber takbir karena gembira dengan apa yang disabdakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam [7]

 

Ilustrasi Mengenai Wanita yang Rasa Malunya Tidak Menghalanginya untuk Bertanya Tentang Agamanya.

Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Ummu Salamah Radhiyallahu anha, ia menuturkan: “Ummu Sulaim datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu bertanya: ‘Wahai Rasulullah, Allah tidak malu dalam hal kebenaran. Apakah wanita wajib mandi jika bermimpi?’ Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ‘Jika dia melihat udara.’” Ummu Salamah menutupi wajahnya dan bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah wanita bermimpi?” Dia menjawab: “Ya, semoga kamu beruntung, lalu dari mana anaknya bisa mirip dengannya?” [8]

 

Baca Juga   Pernikahan yang Diharamkan

Mereka adalah Kaum Wanita yang Mengetahui Keutamaan- an Ilmu dan Mencarinya.

Al-Bukhari meriwayatkan bahwa ketika kaum wanita merasa-kan keutamaan ilmu, mereka menghadap Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan meminta beliau suatu majelis yang khusus untuk mereka. Abu Sa’id menutur-kan: “Seorang wanita datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya mengata-kan: ‘Wahai Rasulullah, kaum pria pergi dengan membawa hadits-mu, maka berikan untuk kami sehari dari waktumu di mana kami datang kepadamu pada hari itu agar kamu mengajarkan kepada kami dari apa yang Allah ajarkan kamu.’ Beliau bersabda: ‘Berkumpullah kalian pada hari ini dan hari itu di tempat seperti itu dan demikian.’ Mereka pun berkumpul, lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang kepada mereka untuk mengajarkan kepada mereka apa yang Allah ajarkan kepada beliau.Kemudian beliau bersabda: ‘Tidaklah seorang wanita dari kalian mendahulukan tiga perkara dari anaknya, melainkan itu menjadi hijab baginya dari api Neraka.’ Maka seorang wanita dari mereka berkata: ‘Wahai Rasulullah, doa?’ Ia mengulanginya dua kali. Kemudian beliau bersabda: ‘Dua, dua, dua.’” [9]

 

Dalam riwayat an-Nasa-i disebutkan: “Dikatakan kepada mereka: ‘Masuklah ke dalam Surga.’ Mereka mengatakan: ‘Hingga bapak-bapak kami masuk.’ Maka diperintahkan: ‘Masuklah kalian beserta ayah-ayah kalian.’”

 

Kedua:

Tidak Mengenal Kata-Kata Yang Tercela.

Ditanyakan kepada Ummul Mukminin ‘Aisyah Radhiyallahu anha : “Siapakah wanita yang paling utama?” Ia menjawab: “Yaitu wanita yang tidak mengenal kata-kata yang tercela dan tidak berpikir untuk menipu suami, serta hatinya kosong kecuali berhias untuk suami dan untuk tetap memelihara keluarganya.”

 

Seorang Arab mengabarkan kepada kita tentang wanita yang sebaiknya dijauhi, ketika berpikir untuk menikah.

 

Ia mengatakan: “Jangan menikah enam jenis wanita, yaitu yang annanah , mannanah, hannanah , dan jangan pula menikah haddaqah, barraqah, dan syaddaqah.”

 

Annanah adalah wanita yang banyak merintih, mengeluh serta memegangi kepalanya setiap saat. Sebab, menikah dengan orang yang sakit atau pura-pura sakit tidak ada manfaatnya.

 

Mannanah adalah wanita yang suka mengungkit-ungkit (kebaikan) di hadapan suaminya, dengan mengatakan: “Aku telah melakukan hal itu dan demikian karenamu.”

 

Hannanah ialah wanita yang selalu rindu kepada suaminya yang lain (yang terdahulu) atau anaknya dari suami yang lain. Ini pun termasuk jenis yang harus dijauhi.

 

Haddaqah ialah wanita yang memanah segala sesuatu dengan kedua matanya lalu menyenangkan dan menenangkan suami untuk membenarkannya.

 

Barraqah mengandung dua makna:

 

Wanita yang sepanjang hari merias wajahnya agar dia menjadi berkilau yang diperoleh dengan cara meriasnya.

Marah terhadap makanan. Ia tidak makan kecuali sendirian dan menguasai bagiannya dari segala sesuatu. Ini bahasa Yaman. Mereka mengatakan: “ Bariqat al-Mar-ah wa Bariqa ash-Shabiyy ath-Tha’aam ,” jika marah pada makanan itu.

Dan syaddaqah adalah wanita yang banyak bicara. [10]

 

Ketiga:

Diantara Sifatnya Ialah Bersabar Dan Tidak Bersedih.

Al-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, ia menuturkan: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 

لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَطَمَ الْخُدُوْدَ وَشَقَّ الْجُيُوْبَ وَدَعَـا بَدُعَـاءِ الْجَـاهِلِيَّةِ.

 

‘ Bukan termasuk golonganku orang yang menampar pipi dan merobek saku baju serta berseru dengan seruan Jahiliyyah (ketika mendapat musibah). ‘” [11]

 

Seruan Jahiliyah, sebagaimana kata al-Qadhi: “Ialah meratapi mayit dengan kutukan.”

 

Dalam kitab ash-Shahiihain , dari Abu Musa al-Asy’ari, ia berkata: “Abu Musa sakit keras, lalu dia pingsan dan kepalanya berada di pangkuan salah seorang isterinya, maka isterinya berteriak dan Abu Musa tidak mampu mencegahnya sedikit pun. siuman, dia berkata: ‘Aku melepaskan diri dari orang yang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berlepas diri darinya. Sebab, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berlepas diri shaliqah , h aliqah, dan syaqqah [12] ‘ ” [13]

 

Abu Dawud meriwayatkan dari seorang wanita yang ikut membai’at Rasulullah, ia mengatakan: “Di antara isi janji yang diambil oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam atas kami di dalam kebaikan yang mana kami tidak boleh melanggarnya adalah: ‘Kami tidak boleh mencakar-cakar wajah, tidak boleh mengutuk, tidak boleh merobek-robek baju, dan tidak boleh mengacak-acak rambut.’” [14]

 

Muslim meriwayatkan dalam Shahiih nya dari Ummu Salamah Radhiyallahu anha, ia menuturkan: “Ketika Abu Salamah meninggal, aku mengatakan: ‘Ia asing dan di bumi asing.’ Sungguh aku akan menangisinya dengan tangisan yang akan terus dibicarakan orang. Aku telah siap untuk menangisinya. Tiba-tiba datang seorang wanita dari dataran tinggi yang bermaksud menemaniku (dalam tangisan). Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menghadangnya seraya bertanya: ‘Apakah kamu ingin memasukkan Syaitan ke dalam rumah yang telah Allah bebaskan darinya?’ Diucapkannya dua kali. Lalu aku menahan tangis, sehingga aku tidak menangis.” [15]

 

Keempat:

Dia  Tidak Meremehkan Dosa.

Ahmad meriwayatkan dari Suhail bin Sa’ad, ia mengatakan: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda saya:

انْضَجُوْا خُبْزَتَهُمْ، وَإِنَّ الذُّنُوْبِ مَتَى يُؤْخَذْ بِهَا صَاحِبُهَا تُهْلِكُهُ.

 

‘ Janganlah kalian meremehkan dosa-dosa kecil, seperti kaum yang berada di perut lembah lalu masing-masing orang mem-bawa sepotong kayu sehingga dapat menanak roti mereka. Sejatinya bila dosa-dosa kecil itu pelakunya dihukum, maka dosa-dosa tersebut akan mencelakakannya. ‘” [16]

 

Kelima:

Ia Berakhlak Mulia.

Inilah wanita yang senantiasa mempergauli suami dengan akhlak mulianya.

 

Ibnu Ja’dabah berkata: “Di tengah kaum Quraisy ada seorang pria yang berakhlak buruk.Tetapi tangannya suka berderma, dan dia orang yang berharta. Bila dia menikahi wanita, dipastikan dia akan menceraikannya karena akhlaknya yang buruk dan gagal ketabahan isterinya. Kemudian dia meminang seorang wanita Quraisy yang berkedudukan mulia. Ia telah mendapatkan kabar tentang keburukan akhlaknya. Ketika mahar di antara keduanya, pria ini berkata: ‘Wahai wanita, sebenarnya terdapat akhlak yang buruk dan itu tergantung pada ketabahan, jika engkau bersabar terhadapku (maka kita melanjutkan pernikahan ini), namun jika tidak, maka aku tidak ingin memperdayamu terhadapku.’ Wanita ini mengatakan: ‘sebenarnya orang yang akhlaknya lebih buruk darimu adalah orang yang membawamu kepada akhlak yang buruk.’ Akhirnya wanita ini menikah dengannya, dan tidak pernah terjadi di antara kedua kata-kata (cerai) hingga kematian di antara keduanya.” [17]

 

Baca Juga   Dalil-Dalil Poligami Dalam Islam

Keenam:

Di Antara Sifatnya ialah  Tidak Menceritakan Tentang Wanita  Lainya Kepada Suaminya.

Al-Bukhari meriwayatkan dari ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

 

لاَ تُبَاشِرُ الْمَرْأَةُ الْمَرْأَةَ فَتَنْعَتَهَا لِزَوْجِهَا، كَأَنَّهُ يَنْظُرُ إِلَيْهَا.

 

“ Janganlah wanita bergaul dengan wanita lainnya lalu menceritakannya kepada suami, seolah-olah suami melihatnya. ” [18]

 

Ketujuh:

Ia Tidak Memakai  Parfum (minyak wangi) Keluar Dari Rumahnya Memelihara Hijabnya.

Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia menuturkan: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 

أَيُّمَا امْرَأَةٍ أَصَابَتْ بَخُوْرًا تَشْهَدْ مَعَنَا الْعِشَاءَ اْلآخِرَ.

 

‘Siapa pun wanita yang mengasapi dirinya dengan pedupaan (sebagai parfum), maka janganlah ia mengikuti shalat ‘Isya’ yang terakhir bersama kami .’” [19]

 

Hal ini dalam ketentuan dengan shalat; maka bagaimana dengan wanita yang keluar rumah dengan berhias serta memakai parfum selain shalat?!

 

Bahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengabarkan kepada kita bahwa shalatnya ini tidak diterima, sekiranya dia pergi ke masjid dengan keadaan seperti ini. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwa dia bertemu dengan seorang wanita yang memakai parfum hendak menuju ke masjid, maka dia berkata: “Wahai hamba Allah Yang Mahaperkasa, kamu mau ke mana?” Ia menjawab: “Ke masjid.” Abu Hurairah bertanya: “Untuk ke masjid kamu memakai parfum?” Ia menjawab: “Ya.” Abu Hurairah berkata: “Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 

أَيُّمَـا امْرَأَةٍ تَطَيَبَّتْ ثُمَّ خَرَجَتْ إِلَى الْمَسْجِدِ لَمْ تُقْبَلْ لَهَا صَلاَةٌ حَتَّى تَغْتَسِلَ.

 

‘Wanita mana saja yang memakai parfum kemudian keluar menuju masjid, maka tidak diterima shalatnya hingga ia mandi .’” [20]

 

Dalam kisah Ahmad:

 

فَتَغْتَسِلُ مِنْ غَسْلِهَا مِنَ الْجَنَابَةِ.

 

“ Maka dia harus mandi seperti dia mandi dari janabah .”

 

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa jika wanita memakai wewangian di rumahnya lalu keluar sehingga orang-orang mencium aromanya, maka dia adalah pezina. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 

أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ عَلَى قَوْمٍ لَيَجِدُوْا مِنْ رِيْحِهَا فَهِيَ زَانِيَةٌ.

 

“ Wanita mana saja yang memakai parfum lalu ditampilkan di hadapan orang-orang agar mereka mencium aromanya, maka dia adalah pezina .” [21]

 

[Disalin dari kitab Isyratun Nisaa Minal Alif Ilal Yaa, Penulis Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin Abdir Razzaq. Edisi Indonesia Panduan Lengkap Nikah Dari A Sampai Z, Penerjemah Ahmad Saikhu, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir – Bogor]

_______

Catatan Kaki

[1] HR. Al-Bukhari (no. 5090) kitab an-Nikaah , Muslim (no. 1466) kitab ar-Radhaa’ , Abu Dawud (no. 2046) kitab an-Nikaah , an-Nasa-i (no. 3230) kitab an-Nikaah , Ibnu Majah (no. 1858) kitab an-Nikaah , dan Ahmad (no. 9237).

[2] SDM. Ibnu Majah (no. 1859) kitab an-Nikaah.

[3] ‘Aunul Ma’buud Syarh Sunan Abi Dawud .

[4] SDM. Ibnu Majah (no. 1857) kitab an-Nikaah , dan didha’ifkan oleh Syaikh al-Albani dalam al-Misykaah (no. 3095).

[5] Ahmad (I/168) dengan sanad yang shahih.

[6] SDM. Ibnu Majah (no. 1856) kitab an-Nikaah , dan disahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahiih Ibni Majah (no. 1505), dan lihat as-Silsilah ash-Shahiihah (no. 2176).

[7] SDM. ‘Abdurrazzaq (II/152), al-Bazzar dalam Kasyful Astaar (no. 1474). Al-Haitsami berkata dalam Majma’ uz Zawaa-id (III/308): “Di dalamnya terdapat Rusydain bin Kuraib dan dia dha’if.”

[8] SDM. Al-Bukhari (no. 130) kitab ath-Thahaarah , Muslim (no. 313) kitab al-Haidh , at-Tirmidzi (no. 122), an-Nasa-i (no. 196), Ibnu Majah (no. 601), Ahmad (no. 25964), Malik (no. 118).

[9] SDM. Al-Bukhari (no. 7310), Muslim (no. 2634), an-Nasa-i (no. 1876), Ibnu Majah (no. 1603), Ahmad (no. 10722).

[10] Al-Ihyaa’ (IV/712-713).

[11] SDM. Al-Bukhari (no. 1298) kitab al-Janaa-iz , Muslim (no. 103) kitab al-Iimaan , at-Tirmidzi (no. 999) kitab al-Janaa-iz , an-Nasa-i (no. 1860) kitab al-Janaa-iz , Ibnu Majah (no. 1584) kitab Maa Jaa-a fil Janaa-iz , Ahmad (no. 3650).

[12] Shaaliqah adalah wanita yang mengeluarkan suara dan meraung-raung ketika mendapatkan musibah, haaliqah adalah wanita yang menggunting rambutnya ketika mendapat musibah, dan syaaqqah adalah wanita yang merobek bajunya (ketika mendapat musibah).

[13] Al-Bukhari, Fat-hul Baari (III/165), Muslim (no. 104) kitab al-Janaa-iz, an-Nasa-i (no. 1861) kitab al-Janaa-iz , Abu Dawud (no. 3130) kitab al-Janaa -iz , Ibnu Majah (no. 1586) kitab Maa Jaa-a fil Janaa-iz , Ahmad (no. 19041).

[14] SDM. Abu Dawud (no. 3131) kitab al-Janaa-iz , dan disahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Ahkaamul Janaa-iz (hal. 30), hadits ini hanya diriwayatkan oleh Abu Dawud.

[15] SDM. Muslim (no. 922) kitab al-Janaa-iz , Ahmad (no. 25933).

[16] SDM. Ahmad (no.22302).

[17] Ahkaamun Nisaa’ , Ibnu Qayyim al-Jauziyyah (hal. 82).

[18] SDM. Al-Bukhari (no. 5240) kitab an-Nikaah , Abu Dawud (no. 2150) kitab an- Nikaah , at-Tirmidzi (no. 2792) kitab al-Adab , Ahmad (no. 3659).

[19] SDM. Muslim (no. 444) kitab az-Ziinah , an-Nasa-i (no. 5128) kitab az-Ziinah , Abu Dawud (no. 4173) kitab at-Tarajjul , Ahmad (no. 7975).

[20] SDM. Abu Dawud (no. 4174) kitab at-Tarajjul , Ibnu Majah (no. 4002) kitab al-Fitan . Para perawinya tsiqah kecuali ‘Ashim bin ‘Abdillah, dia seorang yang dha’if dan para ahli hadits mengingkari haditsnya.

[21] SDM. At-Tirmidzi (no. 2786) kitab al-Adab , an-Nasa-i (no. 5126) kitab az-Ziinah , Abu Dawud (no. 4173) kitab at-Tarajjul , Ahmad (no. 19080, 19212, 19248), ad-Darimi (no. 2646) kitab al-Isti’-dzaan , dan disahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahiih an-Nasa-i (no. 4737) dan al-Misykaah (no. 1065).

5 3 votes
Article Rating
Artikel ini telah dibaca 61 kali

Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
Lihat seluruh komentar
Baca Lainnya

Waris (Faraidh V)

1 Oktober 2025 - 04:12 WIB

Mengapa Verifikasi Calon Pengantin Adalah Keharusan di Era Digital?

30 September 2025 - 11:22 WIB

Taukil Wali bil lisan melalui daring, apakah diperbolehkan?

29 September 2025 - 16:46 WIB

Menggapai Keluarga SAMARA

29 September 2025 - 11:36 WIB

Waris (Faraidh IV)

25 September 2025 - 15:37 WIB

Waris (Faraidh III)

25 September 2025 - 15:19 WIB

Trending di Pernikahan
0
Ada ide atau tanggapan? Share di kolom komentar!x
()
x