Pernikahan sering digambarkan sebagai gerbang menuju kehidupan baru yang penuh cinta dan kebahagiaan. Namun, di balik indahnya bayangan masa depan, ada satu langkah fundamental yang sering terlewatkan karena dianggap tidak romantis atau berlebihan: verifikasi data dan latar belakang calon pasangan. Padahal, di era digital di mana identitas bisa dengan mudah dipalsukan, langkah ini bukan lagi pilihan, melainkan sebuah keharusan untuk melindungi diri dari penyesalan seumur hidup.
Ini bukan tentang menumbuhkan rasa curiga, melainkan tentang membangun fondasi pernikahan di atas kejujuran dan keterbukaan yang nyata. Mengapa pemeriksaan ini menjadi begitu mendesak?
Beberapa kasus yang menggemparkan dunia maya, salah satunya adalah Penipuan Bermodus Pernikahan. Kisah pilu tentang penipuan berkedok cinta bukan lagi isapan jempol. Banyak kasus di mana salah satu pihak ternyata sudah memiliki keluarga, terlilit utang besar (termasuk pinjaman online ilegal), atau bahkan memalsukan seluruh identitas dan pekerjaannya hanya untuk menguras harta pasangannya. Kerugian yang ditimbulkan tidak hanya materi, tetapi juga trauma emosional yang mendalam.
Media sosial dan aplikasi kencan memudahkan kita bertemu orang baru. Namun, platform ini juga menjadi lahan subur bagi mereka yang berniat buruk untuk menciptakan persona palsu. Foto yang menawan dan cerita hidup yang meyakinkan bisa jadi hanyalah topeng yang menyembunyikan kenyataan pahit. Tanpa verifikasi, kita hanya “mengenal” sebuah avatar, bukan orang yang sebenarnya.
Selain ikatan suci, pernikahan adalah sebuah kontrak hukum yang memiliki konsekuensi finansial. Menikahi seseorang berarti menyatukan aset, utang, dan tanggung jawab. Mengetahui status perkawinan yang sah, riwayat keuangan, dan potensi masalah hukum dari calon pasangan adalah hak dan langkah preventif untuk melindungi masa depan finansial keluarga Anda.
Memeriksa latar belakang bukan berarti menyewa detektif swasta. Ada beberapa data esensial yang bisa dan seharusnya diverifikasi melalui jalur yang benar dan sah.
- Identitas Diri yang Sah (NIK dan KK)
- Apa yang dicek? Pastikan nama lengkap, Nomor Induk Kependudukan (NIK), dan data di Kartu Keluarga (KK) adalah valid dan konsisten.
- Mengapa penting? Ini adalah validasi paling dasar untuk memastikan Anda berurusan dengan orang yang identitasnya diakui oleh negara. Ketidaksesuaian data bisa menjadi bendera merah pertama.
- Status Perkawinan yang Sebenarnya
- Apa yang dicek? Apakah calon pasangan benar-benar berstatus lajang, duda/janda cerai hidup, atau duda/janda cerai mati?
- Mengapa penting? Ini adalah data krusial untuk menghindari risiko poligami ilegal (tanpa izin), atau lebih buruk lagi, menikahi seseorang yang ternyata masih terikat pernikahan sah dengan orang lain. Bukti yang sah adalah Akta Cerai dari Pengadilan Agama (bagi Muslim) atau Pengadilan Negeri (bagi non-Muslim), atau Surat Kematian jika pasangan sebelumnya telah meninggal.
Bagaimana Cara Melakukan Pemeriksaan?
Langkah Pertama dan Utama: Komunikasi yang Jujur dan Terbuka
Sebelum melangkah lebih jauh, bicarakan hal ini secara terbuka dengan pasangan Anda. Pasangan yang tulus dan tidak menyembunyikan apa pun seharusnya tidak merasa tersinggung. Justru, ini bisa menjadi ujian pertama bagi komitmen dan kejujuran mereka.
Langkah Resmi dan Sah:
- Kantor Urusan Agama (KUA): Bagi yang beragama Islam, saat mendaftarkan pernikahan, pihak KUA akan melakukan verifikasi data kependudukan dan status perkawinan calon pengantin secara online yang terintegrasi dengan data nasional. Di sini, status seseorang (perjaka, gadis, duda/janda) akan terkonfirmasi.
- Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil): Lembaga ini adalah sumber data kependudukan yang paling akurat. Anda bisa melakukan pengecekan NIK untuk memastikan validitas identitas seseorang. Disdukcapil juga mencatat status perkawinan dan perceraian bagi non-Muslim.
Langkah Personal:
- Kenali Lingkaran Sosialnya: Bertemu dan berinteraksi dengan keluarga serta teman-teman dekatnya adalah cara terbaik untuk melihat konsistensi cerita dan kepribadiannya.
- Perhatikan “Red Flags“: Waspadalah jika pasangan terlalu tertutup soal keluarganya, sering memberikan informasi yang berubah-ubah, atau enggan menunjukkan dokumen identitas resmi saat diminta dengan alasan yang logis.
Akhir,
Memeriksa data calon pengantin sebelum menikah bukanlah tanda ketidakpercayaan, melainkan wujud kehati-hatian dan kecerdasan emosional. Ini adalah cara Anda menghargai diri sendiri dan masa depan yang akan Anda bangun. Membangun rumah tangga ibarat membangun sebuah rumah. Anda tidak akan pernah membangunnya di atas tanah yang tidak jelas asal-usul dan kekuatannya. Begitu pula dengan pernikahan. Pastikan fondasi Anda dibangun di atas kejujuran, transparansi, dan data yang jelas. Karena cinta yang sejati tidak akan pernah takut pada kebenaran.
- Muhamad Fathul Arifin – KUA Kesugihan, Cilacap