Menguatkan Keluarga Muslim di Era Digital Melalui Hikmah Maulid Nabi
Oleh:
Mahbub Fauzie, S.Ag., M.Pd
Penghulu Ahli Madya & Kepala KUA Kecamatan Atu Lintang
Maulid Nabi Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bukan sekadar seremoni tahunan yang diisi dengan lantunan shalawat dan kisah sejarah. Lebih dari itu, ia merupakan momentum berharga untuk merenungi dan meneladani sosok agung yang diutus sebagai rahmat bagi seluruh alam. Di tengah derasnya arus digitalisasi dan tantangan zaman yang semakin kompleks, hikmah dari peringatan Maulid Nabi dapat menjadi oase spiritual dan solusi praktis bagi problematika umat, khususnya dalam konteks kehidupan keluarga muslim saat ini.
Tantangan Keluarga Muslim di Era Digital
Era digital telah membawa perubahan besar dalam hampir seluruh aspek kehidupan. Teknologi telah menyusup hingga ke ruang-ruang pribadi keluarga. Anak-anak lebih akrab dengan gawai dibanding dengan buku atau majelis ilmu. Komunikasi dalam rumah seringkali terputus oleh layar-layar kecil yang menyilaukan. Bahkan, nilai-nilai Islam yang seharusnya tertanam sejak dini dalam lingkungan keluarga, mulai tergeser oleh konten-konten instan yang bersifat hiburan namun miskin edukasi.
Kita menyaksikan betapa krisis keteladanan, lemahnya komunikasi antaranggota keluarga, dan lunturnya nilai spiritual menjadi problem yang menghantui rumah tangga muslim masa kini. Banyak orang tua yang kebingungan dalam membimbing anak-anak mereka agar tetap berada di jalur Islam yang lurus, sementara pengaruh luar sangat mudah masuk tanpa bisa disaring dengan baik.
Maulid Nabi, Momentum Refleksi dan Solusi
Di sinilah letak urgensi memaknai peringatan Maulid Nabi secara lebih substantif. Rasulullah SAW tidak hanya hadir sebagai utusan Allah, tapi juga sebagai teladan agung dalam peran beliau sebagai suami, ayah, pendidik, pemimpin, sekaligus sahabat. Kehidupan keluarga beliau mencerminkan keseimbangan antara kasih sayang, disiplin, komunikasi, dan pembinaan akhlak. Dari sinilah kita bisa memetik setidaknya tiga hikmah besar dari Maulid Nabi untuk memperkuat fondasi keluarga muslim di era digital ini.
1. Menguatkan Cinta kepada Rasul sebagai Pilar Pendidikan Keluarga
Rasulullah bersabda:
“Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian hingga aku lebih ia cintai dari ayahnya, anaknya dan manusia seluruhnya.” (HR. Bukhari)
Menumbuhkan cinta kepada Nabi bukan hanya melalui syair pujian atau perayaan, tapi melalui penanaman nilai dan pengenalan sosok beliau kepada anak-anak kita. Keluarga adalah madrasah pertama. Maka, orang tua harus mampu menghadirkan figur Nabi dalam setiap aspek kehidupan rumah tangga. Ajarkan kepada anak bahwa Rasulullah adalah idola sejati, bukan selebritas media sosial. Kenalkan bagaimana Nabi bersikap kepada keluarganya, bagaimana beliau memuliakan istri, menyayangi anak-anak, serta membimbing umat dengan penuh kelembutan dan hikmah.
Cinta kepada Nabi akan menjadi filter nilai yang ampuh dalam menghadapi konten-konten digital yang destruktif. Dengan menjadikan Rasulullah sebagai panutan utama, keluarga muslim bisa memiliki arah dan tujuan yang jelas dalam menjalani kehidupan.
2. Meneladani Akhlak Nabi sebagai Pondasi Ketahanan Keluarga
Al-Qur’an menegaskan:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu…” (QS. Al-Ahzab: 21)
Dalam keluarga, akhlak adalah pondasi utama. Rumah tangga yang tidak dibangun di atas akhlak mulia mudah goyah diterpa badai zaman. Nabi Muhammad SAW adalah pribadi yang sangat sabar, jujur, penyayang, dan adil. Beliau berkomunikasi dengan lembut, namun tegas dalam prinsip. Keberhasilan beliau dalam mendidik sahabat dan keluarganya bukan karena kekuasaan, tetapi karena akhlaknya yang memesona.
Keluarga muslim masa kini harus berjuang menghidupkan kembali akhlak mulia itu di rumah. Orang tua harus menjadi contoh dalam berkata jujur, bersikap adil, dan memperlakukan anak dengan penuh kasih. Keteladanan ini akan jauh lebih efektif daripada sekadar perintah atau larangan. Di tengah hiruk-pikuk dunia digital, keluarga yang dipenuhi dengan akhlak mulia akan menjadi benteng moral yang kokoh.
3. Menghidupkan Al-Qur’an dan Sunnah dalam Keluarga
Rasulullah SAW bersabda:
“Aku tinggalkan pada kalian dua hal, kalian tidak akan tersesat dengannya, yakni Kitabullah dan sunnah Nabi-Nya.” (HR. Malik)
Keluarga muslim harus kembali kepada dua warisan agung ini. Sayangnya, banyak rumah kini asing dengan bacaan Al-Qur’an. Sunnah Nabi hanya menjadi wacana, bukan panduan hidup. Peringatan Maulid adalah momentum untuk membangkitkan semangat keluarga dalam membaca, memahami, dan mengamalkan Al-Qur’an serta menghidupkan sunnah dalam rutinitas harian.
Orang tua harus memulai dari hal kecil namun konsisten, seperti membiasakan membaca Al-Qur’an bersama, menonton kajian Islami, dan berdiskusi ringan tentang kisah-kisah Rasulullah. Ini akan menciptakan atmosfer spiritual yang positif di rumah, serta mempererat hubungan emosional antaranggota keluarga.
Menuju Keluarga Muslim Ideal
Idealnya, keluarga muslim adalah miniatur masyarakat madani. Ia menjadi pusat pendidikan karakter, pembinaan akhlak, dan penanaman tauhid yang kuat. Maulid Nabi menjadi pengingat bahwa semua itu mungkin dicapai jika kita meneladani kehidupan Rasulullah dengan sungguh-sungguh.
Di era digital yang penuh distraksi ini, keteladanan Rasulullah harus menjadi kompas. Mari jadikan Maulid Nabi bukan sekadar rutinitas tahunan, tetapi awal dari perubahan menuju keluarga muslim yang lebih kuat secara iman, kokoh secara moral, dan tangguh menghadapi tantangan zaman.