Setiap tanggal 28 Oktober, bangsa Indonesia memperingati Hari Sumpah Pemuda, momen bersejarah yang menjadi simbol kebangkitan semangat persatuan, cita-cita luhur, dan tekad generasi muda untuk membangun negeri. Tiga kalimat sederhana; bertanah air satu, berbangsa satu, berbahasa satu, bermakna Indonesia menjadi penegas bahwa cinta dan kesetiaan itu tidak cukup hanya diucapkan, tapi harus diwujudkan dengan tanggung jawab dan pengorbanan. Menariknya, nilai-nilai itu juga hidup dalam ikrar suci pernikahan. Ketika dua insan mengikat janji dalam akad, sejatinya mereka juga tengah mengucap “sumpah kehidupan”. Bedanya, Sumpah Pemuda mengikat hati untuk bangsa, sementara janji nikah mengikat dua hati untuk membangun peradaban kecil bernama keluarga.
Sebagaimana para pemuda 1928 menyatukan perbedaan suku dan bahasa demi cita-cita besar, calon pengantin pun menyatukan dua pribadi dengan latar, kebiasaan, dan karakter yang berbeda. Menikah bukan sekadar menyatukan rasa, tetapi menyatukan visi dan misi hidup. Dalam rumah tangga, persatuan bukan berarti tanpa perbedaan, melainkan bagaimana perbedaan itu saling melengkapi.
Sumpah Pemuda tidak lahir dari kenyamanan, melainkan dari perjuangan, keterbatasan, dan semangat pantang menyerah. Begitu pula pernikahan, bukan taman yang selalu indah, tapi ladang perjuangan yang harus dirawat setiap hari. Calon pengantin harus sadar bahwa bahtera rumah tangga tidak akan selalu berlayar di air tenang. Akan ada badai ujian, ombak perbedaan, bahkan karang kesalahpahaman. Namun, sebagaimana para pemuda dulu tidak menyerah dalam memperjuangkan kemerdekaan, pasangan suami istri pun harus berani berjuang untuk mempertahankan cinta yang halal dan diridhai Allah SWT. Para pemuda 1928 tidak berhenti di kata-kata. Mereka buktikan sumpah itu dengan kerja nyata. Begitu juga calon pengantin: akad nikah bukan akhir perjuangan, tapi awal dari tanggung jawab besar. Tanggung jawab menjaga pasangan, mendidik anak, mencari nafkah halal, dan menegakkan nilai-nilai Islam dalam keluarga.
Allah ﷻ berfirman:
“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan untukmu pasangan-pasangan dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.”
(QS. Ar-Rum: 21)
Ayat ini menjadi penegasan bahwa pernikahan bukan hanya penyatuan dua tubuh, tapi penyatuan dua jiwa dalam misi ketenangan, kasih sayang, dan ketaatan kepada Allah. Sebagaimana para pemuda dahulu bersumpah untuk negeri, calon pengantin hari ini pun berjanji untuk menegakkan rumah tangga yang membawa kebaikan bagi agama, bangsa, dan generasi mendatang. Keluarga sakinah adalah pondasi bangsa yang kuat. Ketika setiap rumah tangga berlandaskan iman dan cinta, maka sesungguhnya semangat Sumpah Pemuda hidup dalam wajah keluarga Indonesia.
Akhir,
Sumpah Pemuda adalah ikrar kebangsaan. Akad nikah adalah ikrar kehidupan. Keduanya lahir dari semangat suci yang sama: menyatukan hati untuk tujuan mulia.
Maka, wahai calon pengantin muda, jadilah seperti para pemuda 1928yang berani bersumpah, berani berjuang, dan berani bertanggung jawab. Karena cinta yang sejati bukan hanya diucapkan, tapi diperjuangkan bersama hingga akhir hayat.
اللهم اجعل بينهما مودة ورحمة، وبارك لهما وبارك عليهما، واجمع بينهما في خير
Allahumma aj‘al bainahuma mawaddatan wa rahmah, wa bārik lahumā wa bārik ‘alaihimā, wajma‘ bainahumā fī khair.
“Ya Allah, jadikanlah antara mereka kasih sayang dan rahmat, berkahilah mereka dan satukanlah keduanya dalam kebaikan.”
- Muhamad Fathul Arifin – KUA Kesugihan








