Belakangan ini publik diramaikan oleh pemberitaan seorang pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) yang menggugat suaminya ke Pengadilan Agama. Alasannya : sang suami dianggap tidak memberi nafkah. Kasus ini memantik diskusi luas, apalagi diketahui bahwa suami tersebut tidak memiliki penghasilan tetap. Lalu, muncul berbagai pertanyaan : “apakah ketidakmampuan ekonomi bisa jadi alasan cerai? Apakah nafkah hanya diukur dari materi?”
Sebagai lembaga yang dekat dengan urusan keagamaan dan keluarga, kita perlu menyikapi kasus seperti ini dengan bijak dan penuh kehati-hatian. Sebab, masalah rumah tangga bukan sekadar hukum positif, tetapi juga menyangkut nilai-nilai fikih, moral, dan keadaban.
Dalam Islam, suami wajib memberikan nafkah kepada istri dan keluarganya. Hal ini ditegaskan dalam sabda Nabi Muhammad SAW:
Dari Abdullah bin ‘Amr, ia berkata; Rasulullah shallAllahu wa’alaihi wa sallam bersabda:
كَفَى بِالْمَرْءِ إِثْمًا أَنْ يُضَيِّعَ مَنْ يَقُوتُ
“Cukuplah dosa bagi seseorang dengan ia menyia-nyiakan (menelantarkan) orang yang ia tanggung.” (HR. Abu Dawud: 1692)
Demikian pula dalam Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disebutkan:
“Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.”
Dua rujukan ini menunjukkan bahwa kewajiban menafkahi melekat pada suami, tetapi dengan batas kemampuan yang wajar dan realistis.
Zaman sekarang, tidak semua orang memiliki pekerjaan bergaji tetap dan ekonomi yang stabil. Banyak yang bekerja serabutan, berdagang kecil-kecilan, atau menjadi pekerja lepas, semua dilakukan untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan pribadi masing-masing. Kondisi seperti ini tentu tidak bisa serta-merta dijadikan alasan cerai, selama suami tetap berusaha dan tidak lari dari tanggung jawab.
Namun, jika suami benar-benar tidak menunjukkan ikhtiar, seperti enggan bekerja, dan tidak menafkahi istri dalam waktu yang lama, maka syariat maupun hukum positif memberikan ruang bagi istri untuk menuntut haknya termasuk dengan mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan Agama (Baca Shigat Ta’liq Talak di halaman Buku Nikah)
Rumah tangga bukan hanya tentang materi. Banyak keluarga hidup sederhana namun bahagia karena ada saling pengertian, kejujuran, dan semangat bersama membangun masa depan. Sebaliknya, ada yang berkecukupan secara finansial, tetapi rumah tangganya retak karena hilangnya komunikasi dan empati.
Dalam hal ini, pasangan suami istri perlu menyadari bahwa nafkah bukan hanya bentuk transfer uang, tapi wujud nyata tanggung jawab, kehadiran, dan usaha yang terus menerus.
Saran untuk Pasangan Suami Istri :
- Bangun komunikasi yang sehat dan terbuka. Bicarakan masalah keuangan, harapan, dan tantangan secara jujur dan saling menghargai.
- Tumbuhkan empati dan saling menghargai peran masing-masing. Suami sebagai pencari nafkah, istri sebagai pengelola rumah tangga, dan sebaliknya.
- Libatkan Allah dalam setiap keputusan. Jangan remehkan kekuatan doa dan kesabaran. Banyak rumah tangga bertahan bukan karena kelebihan, tetapi karena ketulusan dan keberkahan.
- Jangan mudah mengambil keputusan cerai. Pertimbangkan masa depan anak, kehormatan keluarga, dan cobalah solusi-solusi damai terlebih dahulu seperti mediasi atau konseling keluarga di KUA.
Doa Agar Rumah Tangga Terjaga dari Perceraian
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
“Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan dan keturunan sebagai penyejuk hati, dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.”
(QS. Al-Furqan: 74)اللهم اجمع بيننا في خير، وفرق بيننا إذا كان الفراق خيرا لنا
“Ya Allah, satukanlah kami dalam kebaikan, dan pisahkanlah kami jika perpisahan itu lebih baik bagi kami.”
Akhir,
Rumah tangga yang langgeng bukan karena sempurna, tetapi karena dua orang yang saling berusaha memperbaiki, saling mendukung di saat sulit, dan tetap memilih untuk bertahan ketika keadaan goyah.
Keadaan suami yang mungkin belum mapan dalam sisi ekonomi, istri mungkin menjadi lelah, namun selama cinta dan tanggung jawab masih dijaga, insyaAllah rumah tangga akan tetap terjaga.
Semoga Allah senantiasa menjaga rumah tangga kita semua, menjauhkan dari perpecahan, dan melimpahkan keberkahan dalam setiap langkah.
- Muhamad Fathul Arifin, – Penghulu KUA Kesugihan, Cilacap