Nikah adalah ibadah terpanjang dalam perjalanan kehidupan seseorang. Karena nikah bukan hanya menuruti fitrah menyempurnakan setengah agama, namun nikah itu merupakan ibadah terlama durasi waktunya entah sampai kapan selesainya.

 

Saat seorang pria dan seorang wanita disatukan dalam sebuah ikatan suci [mitsaqan ghaliza], saat itulah awal kehidupan berumah tangga telah dimulai. Segala sesuatu yang mulanya diharamkan menjadi halal. Sebuah pernikahan merupakan eksperimen kehidupan yang berhubungan erat dengan masa depan suami istri dihubungkan dengan kenyataan mulai dari cara pandang hingga karakter diri masing-masing suami istri. Maka kesuksesan sebuah pernikahan tergantung kuat pada keberhasilan suami istri mempelajari dan memahami cara pandang dan karakter untuk menghasilkan kolaborasi konstruktif dan inovatif mencapai meraih kebahagiaan.

 

Jangan pernah salah kaprah dengan tahapan sebelum pernikahan; yaitu khitbah atau pertunangan. Apalagi menganggap cukup tahapan ini sebagai tahapan sebenarnya untuk mengetahui dan memahami pasangan yang akan dinikahi. Tahapan perkenalan atau diistilahkan dengan pertunangan adalah tahapan yang tidak dibekali dengan beban tanggung jawab langsung, karena pertunangan hanya sebagai pintu masuk ke gerbang pernikahan. Ketahuilah, sebuah pernikahan adalah tahapan untuk memasuki realitas kehidupan yang menghubungkan dua orang yang berbeda satu sama lainnya. Berbeda fisik, tingkat spiritual, intelektual atau keilmuan, dan sosial kultural. Tak hanya itu, sebuah pernikahan juga menyatukan dua cara pandang dan karakter yang berbeda satu sama lainnya. Jadi, sebuah pernikahan adalah hari-hari yang selalu menuntut kontak langsung sepanjang siang dan malam sehingga menghasilkan kombinasi penuh padu yang akan saling mempengaruhi kebutuhan dan keinginan antara suami istri.

 

Seseorang yang hendak menikah, maka sedini mungkin mereka mesti saling mempelajari cara pandang dan karakter masing-masing, agar di kemudian hari tak seorang pun dari keduanya mempermasalahkan sikap dan perilaku pasangannya. Semua permasalahan pribadi apalagi sosial lingkungan akan mudah teratasi sehingga mengokohkan ketahanan keluarga mereka. Maka dari itu, setiap yang akan menikah dan bagi pasangan yang sedang menjalani kehidupan rumah tangga mesti memperhatikan beberapa persiapan yang harus dilakukan agar ibadah terpanjang dan terlama itu mampu dijalaninya dengan penuh kesabaran dan ketenangan.

 

Pertama, persiapan lahiriyah. Persiapan pertama ini mencakup persiapan cara pandang dan kesehatan fisik. Persiapan cara pandang adalah modal awal dalam membentuk kepribadian bagi seseorang yang akan dan sedang menjalani pernikahan. Dengan menyiapkan ilmu tentang pernikahan, pergaulan suami istri, ilmu tentang mendidik anak, pengetahuan tentang hak dan kewajiban suami istri, sampai pada masalah hubungan intim suami istri yang tidak boleh dianggap remeh apalagi diremehkan agar memperoleh kehangatan dalam hubungan rumah tangga.

 

Adapun persiapan yang juga tak kalah penting dalam persiapan lahiriyah adalah persiapan kesehatan fisik. Kebahagiaan dalam rumah tangga tak luput dari sehatnya fisik suami istri. Setiap pasangan suami istri tentu mendambakan keturunan, melahirkan dan merawat membesarkan anak-anaknya. Oleh karena itu sebelum pernikahan dilangsungkan dan sedang menjalani kehidupan rumah tangga, kondisi fisik perlu dipersiapkan. Bagi seorang suami kesehatan fisik adalah utama guna mencari nafkah menghidupi keluarga, dan bagi seorang istri kesehatan fisik sangat penting adanya disamping melayani suami juga merawat dan mendidik anak-anaknya serta mengatur rumahnya. Dengan mengetahui kondisi fisik pasangan akan memudahkan pasangan membuat perencanaan kehidupan rumah tangga agar kualitas kehidupan rumah tangga berjalan baik dan peroleh kebahagiaan.

 

Kedua, persiapan batiniyah. Sebuah pernikahan tentu akan membawa perubahan. Setelah menikah, seorang laki-laki akan berganti nama panggilan menjadi suami, begitu juga seorang wanita akan berganti nama panggilan menjadi istri, bahkan akan bertambah panggilan untuk keduanya sebagai ayah dan ibu dari anak-anaknya. Memasuki masa transisi itu, setiap pasangan mesti siap mentalnya agar tidak terkaget-kaget mengahadapi setiap perubahan yang akan dialami keduanya.

 

Persiapan utama dari persiapan batiniyah adalah menjaga dan merawat iman kepada Allah Ta’ala. Iman jika dijadikan ukuran dalam menghadapi setiap tantangan kehidupan dalam rumah tangga, maka akan mengubah setiap menjadi ujian yang mesti dihadapi dengan kesabaran dan kesyukuran. Karena setiap mukmin akan menempatkan semua persoalan dalam hidupnya sebagai bagian dari ujian, maka ia akan bersabar. Dan memposisikan dirinya bersyukur di kala nikmat datang padanya. Sesuai dengan sabda Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, “Sungguh menakjubkan keadaan seorang mukmin, seluruh urusannya mendapatkan kebaikan. Dan tidak akan didapatkan semua itu kecuali pada diri seorang mukmin. Jika mendapatkan kesenangan, maka ia bersyukur. Maka itu kebaikan untuknya. Jika mendapatkan kesusahan, maka ia bersabar. Maka itu kebaikan untuknya.” [HR. Muslim].

 

Persiapan batiniyah yang kedua adalah menyiapkan kesadaran dan menata hati karena menikah adalah ibadah. Amalan hati, merupakan perkara besar dan agung. Pahala dan dosanya lebih besar bila dibandingkan dengan amalan anggota badan, karena gerakan anggota badan hanya mengikuti hati. Oleh karena itu dikatakan, “Hati adalah penguasa anggota badan dan anggota badan lainnya adalah pasukannya.”

 

Allah SWT berfirman, “Dan adapun orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan (diri) dari (keinginan) hawa nafsunya. Maka sungguh, syurgalah tempat tinggalnya.” (QS An-Nazi’at [79]: 40-41).

Hati yang diliputi takut akan kebesaran Allah akan membawa pemiliknya terjaga dari perilaku buruk lagi tak terpuji dalam kehidupan rumah tangganya. Hati adalah pancaran dari baiknya iman. Hati yang bersih akan menumbuhkan kesadaran akan tanggung jawab kepada pasangannya. Tanggung jawab akan mencapai puncak kehidupan rumah tangga yang sakinah mawadah warahmah. Kesadaran yang didasari akan pengawasan dari Allah SWT.

 

Kesadaran akan ketundukan pada semua ketentuan dan peraturan Allah, baik yang berhubungan dengan ikhtiar mencari pasangan, menyangkut adab-adab bergaul suami-istri seperti menumbuhkan semangat positif dalam diri untuk bersabar atas perubahan yang dirasakan pasangannya, menjaga komitmen untuk mencari kelebihan bukan mengungkit kekurangan pasangan, mengutamakan tanggung jawab sebelum menagih kewajiban dari pasangan, mengedepankan komunikasi solutif daripada buruk sangka terhadap pasangan.

 

Sebuah pernikahan merupakan usaha panjang meleburkan segala bentuk kepentingan dua orang dalam satu atap. Dua kepentingan dari dua orang yang berbeda disatu dan dilebur atas nama kepentingan bersama. Sudah barang tentu, keduanya akan mendapatkan dinamika yang dinamis. Maka bagi mereka yang akan menikah dan pasangan yang sudah menikah agar menyiapkan diri dan pasangannya dengan menjaga kualitas iman dan hati, serta mau belajar memahami untuk berkorban. Mengenali sumber konflik dan tantangan dalam berumah tangga akan memperkuat kesiapan ketahanan keluarga. Karena menikah itu adalah penyatuan jasad dan ruh dua insan yang berbeda.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *