Oleh H. Deni Firman Nurhakim
Penghulu Ahli Madya/Kepala KUA Karawang Timur, Kantor Kemenag Kab. Karawang, Jawa Barat
Pendahuluan
Ada petatah-petitih tentang pentingnya menjaga dan mengendalikan lidah, semisal “mulutmu harimaumu”. Ungkapan tersebut merupakan nasehat tentang pentingnya berkomunikasi yang baik dalam pergaulan antarsesama, termasuk pasangan suami isteri (pasutri), agar tidak menjadi malapetaka.
Dalam ajaran agama Islam dimana adab/akhlak menjadi perhatian utama, secara demonstratif Nabi Muhammad Saw dalam Hadits Nomor 29 Riwayat Imam At-Turmudzi (An-Nawawi, tt: 67), sambil memegang lisannya (Fa akhodza bi lisaanihi), beliau menyerukan agar setiap orang itu menjaga pembicaraannya (Kuffa ‘alaika haadzaa !). Karena gegara sembarang bicara, orang bisa dimasukkan ke dalam neraka (Wa hal yakubbun naasu fin naari ‘alaa wujuuhihim illaa hashooidu alsinatihim), demikian Nabi Saw melanjutkan.
Ternyata, niat baik saja tidak cukup. Karena bila niat tersebut tidak terkomunikasikan dengan baik, ia bisa menjadi tidak baik. Coba perhatikan sekitar kita, berapa banyak pasangan yang semula hubungannya harmonis menjadi rusak gegara salah atau gagal paham.
Sehubungan demikian, melalui tulisan ini, pasutri diajak untuk mengevaluasi cara berkomunikasi dengan pasangannya. Utamanya, saat menghadapi dan menyelesaikan masalah. Sehingga bila dirasa belum baik dan efektif, maka ini momentum untuk memperbaikinya bersama.
***
Fondasi Keluarga Sakinah
Secara sederhana, Keluarga Sakinah adalah keluarga yang penuh ketenangan dan ketentraman hati (Shihab, 2007: 80-81). Terwujudnya kondisi sakinah itu ditopang oleh lima pilar utama (Dit. Bina KUA dan KS, 2018: 9-10). Yakni, berpasangan (zawaj), perjanjian kokoh (mitsaqon gholidhon), saling mempergauli dengan baik (mu’asyaraoh bil maruf), musyawarah, dan meridhoi satu sama lain (‘an tarodhin).
Kelima pilar tersebut terhubung oleh komunikasi, baik secara verbal (lisan/tulisan) maupun non-verbal (tanpa lisan/tulisan, seperti bahasa tubuh/gestur). Bila jembatan penghubungnya itu rusak atau malah terputus sama sekali, maka bangunan Keluarga Sakinah yang bertumpu di atas lima pilar tersebut menjadi goyah.
Berpasangan misalnya, ia bukan hanya diartikan adanya pria dengan wanita. Karena kalau sekadar itu tanpa adanya relasi harmonis di antara keduanya, ia tidak disebut berpasangan. Sehubungan demikian, berpasangan itu bermakna kesediaan keduanya merawat komitmen suci pernikahan, saling mempergauli dengan baik, menjunjung kesetaraan dalam pembahasan masalah bersama, serta saling menerima dan melengkapi satu sama lain. Pemaknaan yang terakhir ini merupakan pesan yang dipahami secara komprehensif dari adanya koneksi dengan empat pilar lainnya melalui komunikasi.
Itulah mengapa merawat komunikasi yang baik adalah upaya yang harus dilakukan pasutri secara bersama-sama untuk memperkokoh pilar-pilar rumah-tangganya tersebut. Bukan saja isteri yang berkomunikasi dengan baik kepada suami, melainkan begitu pula suami kepada istri. Faqihudin Abdul Kodir (2022) menyebutnya dengan prinsip mubadalah, atau prinsip kesalingan. Disebut kesalingan, keduanya harus proaktif saling melakukan. Isteri memperlakukan suaminya dengan baik, begitu pula suami memperlakukan isterinya dengan baik.
Qaulan Balighan
Sejatinya, kehidupan berumahtangga itu menyimpan banyak potensi masalah, seiring dengan perbedaan khas yang dimiliki oleh masing-masing pasutri. Namun, masalah itu tidak selalu otomatis menjadi penghalang, melainkan ia bisa juga menjadi tantangan yang memantik semangat untuk menyelesaikannya. Selesainya masalah itulah yang akan menimbulkan kepuasan dan ketenangan hati (sakinah) bagi pasutri. Karena munculnya sakinah itu selalu setelah ada gejolak/goncangan yang berhasil teratasi.
Agar masalah yang ada itu bermuara pada kesakinahan, maka ia harus dihadapi dan diselesaikan. Dan cara menyelesaikannya adalah dengan mengidentifikasi masalahnya dengan jelas dan membangun komunikasi yang baik, yakni komunikasi dengan pesan yang dalam bahasa Al-Qur’an (Q.S. An-Nisa/4:63) disebut dengan “qaulan balighan” (pesan yang membekas dalam jiwa). Selain baik, ia juga efektif, dimana pesan tersebut diterima dan dipahami dengan jelas oleh komunikan, serta menghasilkan umpan yang sesuai.
Berkomunikasi sebagaimana tersebut di atas itu bisa terwujud bila orientasinya adalah kemaslahatan bersama, bukan individu. Ketika kemaslahatan bersama menjadi orientasi pasutri dalam menyelesaikan masalah, maka yang mengemuka adalah sikap saling empati terhadap pasangannya.
Dalam sebuah Sesi Bimbingan Perkawinan (Bimwin) bagi Catin, Alissa Wahid (2017) mendeskripsikan teknik menyelesaikan masalah yang penuh saling empati itu dalam rumusan: “berusaha memahami apa yang menjadi keinginan pasangan, setelah itu, bantu pasangan untuk memahami keinginan kita”.
Saat terjadi konflik pasutri, bila yang dominan keluar dalam proses penyelesaiannya adalah ke-aku-an dari masing-masing. Saling menuntut pasangannya untuk memahami keinginan “aku”. Sehingga segala sesuatunya ditimbang berdasarkan kepentingan “aku”, bukan “kami”. Maka hasilnya adalah menang-kalah.
Berbeda halnya bila ada saling empati dari pasutri dalam penyelesaian masalahnya. Segala sesuatu akan ditimbang berdasarkan kepentingan “kami”, bukan “aku”. Maka hasilnya adalah solusi yang disepakati bersama.
Penutup
‘Alaa kulli haal, keharmonisan pasutri itu penting dirawat bersama dengan komunikasi yang baik dan efektif sebagai penghubungnya. Tanpa itu, “mulutmu” itu akan dengan mudah menjadi “harimaumu” yang akan berbalik menerkam dan mencelakakan si empunya mulut.
Oleh karena itu, mari bangun komunikasi yang efektif dengan pasangan. Posisikan pasangan secara setara, tidak saling mensubordinasi satu sama lain. Karena bila yang terakhir ini terjadi, alih-alih menguatkan, ia justru akan mengendorkan tali pengikat keharmonisan.
WaLlahu a’lam bis showaab.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
An-Nawawi, Yahya Bin Syarofiddin. Syarh Al-Arba’in An-Nawawiyyah. Surabaya: Al-Hikmah, tt
Direktorat Bina KUA dan Keluarga Sakinah, Fondasi Keluarga Sakinah: Bacaan Mandiri Calon Pengantin, Jakarta: Direktorat Jenderal Bimas Islam, 2017
Shihab, M. Quraish. Pengantin Al-Qur’an: Kalung Permata Buat Anak-Anakku. Jakarta: Lentera Hati, 2007, Cet. 4
Internet
Abdul Kodir, Faqih. Seputar Metode Mubadalah. 7 November 2022. www.mubadalah.id, diakses 01 Agustus 2025
www.quran.kemenag.go.id
Video
Wahid, Alissa. Teknik Problem Solving. Materi Bimwin bagi Calon Pengantin. Gunung Kidul, 12 September 2017