Tindak kekerasan dalam keluarga terutama yang selalu terjadi yaitu kekerasan khususnya kepada perempuan merupakan permasalahan serius dibidang sosial, namun minim mendapat respon dari para penegak hukum dan masyarakat akibat adanya berbagai macam alasan, pertama : kekerasan pada istri dalam rumah tangga bersifat pribadi dan menjadi privasi karena berkaitan dengan kerukunan keluarga, kedua tidak adanya catatan kriminal yang sebenarnya, ketiga perbuatan tersebut dianggap hal yang wajar bagi suami karena haknya sebagai kepala dan pemimpin keluarga (Hasbianto, 1996; Gultom, 2010)
Faktor-faktor penyebabnya Terjadinya Tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) adalah sebagai berikut :
- faktor ekonomi merupakan faktor penyebab yang paling mendominasi terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Permasalahan ekonomi yang didapatkan antara lain:
- rendahnya pendapatan keluarga karena gaji suami rendah, suami tidak bekerja maupun suami tidak dapat bekerja (akibat disabilitas atau terjerat kasus kriminal)
- adanya penelantaran rumah tangga (ditandai dengan tidak adanya pemenuhan nafkah oleh suami)
- ada pula rumah tangga yang harus terbelit urusan hutang piutang. Domestic Violence Roundtable mengungkapkan bahwa salah satu faktor yang menghambat seorang penyintas untuk melaporkan kekerasan yang diterimanya adalah ketergantungan ekonomi.
- Faktor budaya, terdapat beberapa kasus kekerasan dalam rumah tangga yang sering terjadi juga disebabkan faktor sosial yaitu adanya budaya patriarki. Suatu hubungan yang menempatkan bahwa suami lebih berkuasa daripada istri merupakan Budaya Patriarki. Artinya adanya hubungan kekuasaan yang tidak seimbang dan suami ingin selalu menang sehingga muncul banyak tuntutan yang dapat menyudutkan sang istri.
- Faktor Sosial yang dapat menyebabkan Kekerasan Dalam Rumah Tangga yaitu tidakseimbangnya dalam pembagian tanggung jawab dalam rumah tangga. Dengan mengikuti perkembangan zaman, membuat sebagian besar pasangan suami istri melakukan peran ganda. Peran Ganda artinya mereka harus bekerja di dua tempat yaitu di tempat kerja dan dirumah.
Dampak dari Kekerasan Dalam Rumah Tangga bagi istri atau perempuan menurut Undang-Undang Tahun 2004 No.23 tindak kekerasan dalam rumah tangga terhadap istri dibagi menjadi 4 (empat) macam:
- Mengalami kekerasan Psikologi yaitu perbuatan yang mengakibatkan ketakutan,hilangnya rasa percaya diri,hilangnya kemampuan bertindak, rasa tidak percaya dan penderitaan psikis berat.
- Mengalami kekerasan fisik yaitu perbuatan yang menimbulkan rasa sakit,jatuh sakit, atau perbuatan yang menimbulkan luka berat.
- Mengalami kekerasan seksual yaitu kekerasan ini dapat berupa pemaksaan untuk melakukan hubungan seksual barupa pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut. Dan juga pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.
- Mengalami kekerasan ekonomi atau Penelantaran Rumah Tangga yaitu setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut.
Penelantaran perbuatan yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi atau melarang untuk bekerja sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut.[14]
Adapun pelaku Tindak Pidana Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) maka terkena sanksi ancaman pidananya berupa :
- Pidana penjara atau denda sebagaimana diatur dalam pasal 44 sampai dengan pasal 49 UU No.23/2004 tentang Pidana Kekerasan dalam rumah tangga :
- Pasal 44
- (1) Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).
- (2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah).
- (3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan matinya korban, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling banyak Rp 45.000.000,00 (empat puluh lima juta rupiah).
- (4) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).
- Pasal 45
- (1) Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 9.000.000,00 (sembilan juta rupiah).
- (2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah).
- Pasal 46
- Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau denda paling banyak Rp 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
- Pasal 47
- Setiap orang yang memaksa orang yang menetap dalam rumah tangganya melakukan hubungan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling sedikit Rp 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) atau denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah)
- Pasal 48
- Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 dan Pasal 47 mengakibatkan korban mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, mengalami gangguan daya pikir atau kejiwaan sekurang- kurangnya selama 4 (empat) minggu terus menerus atau 1 (satu) tahun tidak berturut-turut, gugur atau matinya janin dalam kandungan, atau mengakibatkan tidak berfungsinya alat reproduksi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun atau denda paling sedikit Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
- Pasal 49
- Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah), setiap orang yang :
- menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangganya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1);
- menelantarkan orang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2).
- Pidana Tambahan sebagaimana dalam pasal 50 dapat berupa pembatasan gerak pelaku dan penetapan pelaku mengikuti program konseling di bawah pengawasan lembaga tertentu.
Patriaki
Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai sosok otoritas utama yang sentral dalam organisasi sosial. Posisi laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan dalam segala aspek kehidupan sosial, budaya dan ekonomi. (Pinem, 2009:42). Ayah memiliki otoritas terhadap ibu, anak-anak dan harta benda. Secara tersirat sistem ini melembagakan pemerintahan dan hak istimewa laki-laki dan menuntut subordinasi perempuan. Bahkan dinilai sebagai penyebab dari penindasan terhadap perempuan. (Walkins, 2007: 120)