PERLINDUNGAN HAM DALAM KELUARGA

PERLINDUNGAN HAM DALAM KELUARGA

Untuk itu perlu adanya Perlindungan hukum bagi anak yang memiliki ruang lingkup mencakup perlindungan terhadap kebebasan anak, perlindungan terhadap hak asasi anak, dan perlindungan hukum terhadap semua kepentingan anak yang berkaitan dengan kesejahteraannya (Barda Nawawi Arief, 1998:153).  Hal itu sesuai dengan Pasal 58 Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyebutkan perlindungan yang diberikan kepada anak bahwa, setiap anak berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari segala bentuk kekerasan fisik atau mental, penelantaran, perlakuan buruk, dan pelecehan seksual selama dalam pengasuhan orang tua atau walinya, atau pihak lain manapun yang bertanggungjawab atas pengasuhan[13]. Dalam hal orang tua, wali, atau pengasuh anak melakukan segala bentuk penganiayaan fisik atau mental, penelantaran, perlakuan buruk, dan pelecehan seksual termasuk pemerkosaan, dan atau pembunuhan terhadap anak yang seharusnya dilindungi maka harus dikenakan pemberatan hukuman.

b.      Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

Kekerasan dalam rumah tangga menurut UU No. 23 Tahun 2004 adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

Tindak kekerasan dalam keluarga terutama yang selalu terjadi yaitu kekerasan khususnya kepada perempuan merupakan permasalahan serius dibidang sosial, namun minim mendapat respon dari para penegak hukum dan masyarakat akibat adanya berbagai macam alasan, pertama : kekerasan pada istri dalam rumah tangga bersifat pribadi dan menjadi privasi karena berkaitan dengan kerukunan keluarga, kedua tidak adanya catatan kriminal yang sebenarnya, ketiga perbuatan tersebut dianggap hal yang wajar bagi suami karena haknya sebagai kepala dan pemimpin keluarga (Hasbianto, 1996; Gultom, 2010)

Faktor-faktor penyebabnya Terjadinya Tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) adalah sebagai berikut :

  1. faktor ekonomi merupakan faktor penyebab yang paling mendominasi terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Permasalahan ekonomi yang didapatkan antara lain:
  • rendahnya pendapatan keluarga karena gaji suami rendah, suami tidak bekerja maupun suami tidak dapat bekerja (akibat disabilitas atau terjerat kasus kriminal)
  • adanya penelantaran rumah tangga (ditandai dengan tidak adanya pemenuhan nafkah oleh suami)
  • ada pula rumah tangga yang harus terbelit urusan hutang piutang. Domestic Violence Roundtable mengungkapkan bahwa salah satu faktor yang menghambat seorang penyintas untuk melaporkan kekerasan yang diterimanya adalah ketergantungan ekonomi.
  1. Faktor budaya, terdapat beberapa kasus kekerasan dalam rumah tangga yang sering terjadi juga disebabkan faktor sosial yaitu adanya budaya patriarki. Suatu hubungan yang menempatkan bahwa suami lebih berkuasa daripada istri merupakan Budaya Patriarki. Artinya adanya hubungan kekuasaan yang tidak seimbang dan suami ingin selalu menang sehingga muncul banyak tuntutan yang dapat menyudutkan sang istri.
  2. Faktor Sosial yang dapat menyebabkan Kekerasan Dalam Rumah Tangga yaitu tidakseimbangnya dalam pembagian tanggung jawab dalam rumah tangga. Dengan mengikuti perkembangan zaman, membuat sebagian besar pasangan suami istri melakukan peran ganda. Peran Ganda artinya mereka harus bekerja di dua tempat yaitu di tempat kerja dan dirumah.

Dampak dari Kekerasan Dalam Rumah Tangga bagi istri atau perempuan menurut Undang-Undang Tahun 2004 No.23 tindak kekerasan dalam rumah tangga terhadap istri dibagi menjadi 4 (empat) macam:

  1. Mengalami kekerasan Psikologi yaitu perbuatan yang mengakibatkan ketakutan,hilangnya rasa percaya diri,hilangnya kemampuan bertindak, rasa tidak percaya dan penderitaan psikis berat.
  2. Mengalami kekerasan fisik yaitu perbuatan yang menimbulkan rasa sakit,jatuh sakit, atau perbuatan yang menimbulkan luka berat.
  3. Mengalami kekerasan seksual yaitu kekerasan ini dapat berupa pemaksaan untuk melakukan hubungan seksual barupa pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut. Dan juga pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.
  4. Mengalami kekerasan ekonomi atau Penelantaran Rumah Tangga yaitu setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut.

Penelantaran perbuatan yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi atau melarang untuk bekerja sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut.[14]

Leave a Comment

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *