Oleh: H. Jinto, S.H.I
Penghulu Ahli Madya/ Kepala KUA Kec. Kemalang Kab. Klaten
Pernikahan Dini
Dalam Administrasi Pernikahan di Kantor Urusan Agama atau dalam perspektif hukum negara, suatu pernikahan bisa disebut pernikahan dini manakala calon suami belum mencapai usia 19 tahun dan calon istri belum mencapai usia 16 tahun, sebagaimana ditegaskan dalam UU No. 1 Tahun 1974 Pasal 7 ayat ayat 1 yang kemudian direvisi menjadi Undang-undang Nomor Nomor 16 Tahun 2019 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang perkawinan. Sementara itu, hukum Islam tidak memberi batasan jelas berapa usia minimum suatu pernikahan. Kitab-kitab fiqih hanya memberi batasan baligh dan mumayyiz sebagai salah satu syarat bagi calon suami dan istri.
Undang-undang Nomor Nomor 16 Tahun 2019 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang perkawinan menyatakan bahwa “Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria dan wanita sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun”. Ketentuan batas umur ini, seperti disebutkan dalam kompilasi Hukum Islam pasal 15 ayat (1) didasarkan kepada pertimbangan kemaslahatan keluarga dan rumah tangga perkawinan. Ini sejalan dengan prinsip yang diletakkan UU Perkawinan, bahwa calon suami istri harus telah masak jiwa raganya, agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir pada perceraian dan mendapat keturunan yang baik dan sehat. Jadi, yang dimaksud dengan pernikahan dini dalam skripsi ini adalah pernikahan yang dilakukan didepan pejabat yang berwenang (Penghulu/ Kepala KUA) oleh seorang pria dan wanita yang mana keduanya belum berumur (kurang) dari 19 tahun.
Dengan kata lain, pernikahan dini berarti pernikahan yang dilangsungkan oleh seorang laki-laki dan perempuan (calon suami-isteri) dalam usia calon suami atau calon istri belum memiliki kematangan fisik atau jasmani dan psikis atau rohani, karena pernikahan yang normal dan wajar adalah pernikahan yang dilangsungkan dalam kondisi adanya kemampuan fisik dan kesiapan mental untuk membangun mahligai rumah tangga atas dasar cinta kasih dan sayang. Dengan usia pernikahan yang cocok dan telah memiliki kematangan psikologis dapat diharapkan terwujud rumah tangga sakinah yang didambakan dapat mencerminkan suatu kehidupan masyarakat yang damai, sejahtera dan dinamis.
Ketika Pintu Pernikahan Tertutup Rapat-rapat
Setelah KUA Kecamatan secara resmi mengeluarkan surat penolakan pendaftaran nikah, jika persyaratan administrasi nikah tidak memenuhi syarat. Maka para pihak yang bersangkutan bisa mengurungkan niatnya, hingga persyaratan pernikahan terpenuhi atau mengajukan keberatan ke Pengadilan Agama, yaitu memohon Dispensasi Nikah. Dispensasi nikah menurut perma No. 5 tahun 2019 adalah “Pemberian perizinan nikah oleh badan peradilan kepada calon suami istri yang usianya belum mencapai 19 tahun untuk melangsungkan pernikahan”.
Dispensasi nikah ini diberikan kepada para pemohon dispensasi nikah yang datang ke Pengadilan Agama. Para pemohon dispensasi nikah merupakan pasangan muda-mudi usianya belum cukup atau belum mencapai 19 tahun sesuai dengan batasan usia menikah dalam undang-undang yang berlaku yakni UU No. 16 tahun 2019.
Dispensasi Nikah memiliki aturan baru secara sah yang ditetapkan pada tanggal 21 November 2019 dalam Perma No. 5 tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Nikah. Perma ini menjadi pedoman bagi para hakim untuk mengadili perkara dispensasi nikah setelah perma tersebut disahkan. Jika permohonan dikabulkan oleh PA, maka hal itu dapat membuka pintu KUA untuk melangsungkan pernikahan.
Batasan Umur Pernikahan Versi Fiqih
Dalam hukum islam, tidaklah mengatur secara tegas mengenai batasan minimal seseorang diperbolehkan untuk melangsungkan sebuah pernikahan. Sekalipun hukum Islam tidak membatasi usia minimal untuk dapat melangsungkan pernikahan, akan tetapi hukum Islam menyatakan bahwa seseorang baru dikenakan kewajiban melakukan pekerjaan atau perbuatan hukum apabila telah mukallaf, yakni orang islam yang sudah dibebani perintah maupun larangan dalam agama islam atau orang yang telah dewasa untuk menjalankan hukum agama islam.
Begitu juga di dalam Al-Qur`an, tidak ada satu ayatpun yang menjelaskan secara pasti tentang batas usia pernikahan, akan tetapi para ulama` sepakat dalam masalah usia pernikahan sangat erat hubunganya dengan kecakapan bertindak. Hal ini tentu dapat dimengerti karena perkawinan merupakan perbuatan hukum yang minta pertanggung jawaban dan diberi pembebanan kewajiban-kewajiban tertentu. Maka setiap orang yang ingin berumah tangga diminta kemampuanya secara utuh. Dan yang menjadi dasar kemampuan tersebut adalah akal berfikir seseorang. Sebagaimana Firman Allah ayat ke – 6 dari surat an-Nisa’:
وَٱبۡتَلُواْ ٱلۡيَتَٰمَىٰ حَتَّىٰٓ إِذَا بَلَغُواْ ٱلنِّكَاحَ فَإِنۡ ءَانَسۡتُم مِّنۡهُمۡ رُشۡدٗا فَٱدۡفَعُوٓاْ إِلَيۡهِمۡ أَمۡوَٰلَهُمۡۖ وَلَا تَأۡكُلُوهَآ إِسۡرَافٗا وَبِدَارًا أَن يَكۡبَرُواْۚ وَمَن كَانَ غَنِيّٗا فَلۡيَسۡتَعۡفِفۡۖ وَمَن كَانَ فَقِيرٗا فَلۡيَأۡكُلۡ بِٱلۡمَعۡرُوفِۚ فَإِذَا دَفَعۡتُمۡ إِلَيۡهِمۡ أَمۡوَٰلَهُمۡ فَأَشۡهِدُواْ عَلَيۡهِمۡۚ وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ حَسِيبٗا
Artinya :“Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian Jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), Maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. Barangsiapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaknya ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barangsiapa yang miskin, maka boleh lah ia makan harta itu menurut yang patut, kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu)bagi mereka dan cukuplah Allah sebagai pengawas (atas persaksian itu)”
Adapun dalam hadis Nabi, usia pernikahan ditentukan oleh usia baligh seseorang. Kriteria baligh antara seorag laki-laki dan perempuan berbeda. Anak laki-laki biasanya ditandai dengan adanya ihtilam/ bermimpi keluar air mani atau sperma sedangkan perempuan ditandai dengan adanya darah haid yang keluar dari kemaluannya yang pertama. Hal tersebut merupakan kriteria kedewasaan terhadap masing-masing anak berbeda-beda sesuai dengan perkembangan dan pertumbuhan jiwa anak itu sendiri.
Bulan | No | Nama Catin | Desa | |
Laki-laki | Perempuan | |||
Januari | 1 | Parjiyanto | Yamis Lestari | Kendalsari |
2 | Santo Tri Wibowo | Tiara Lina M | Talun | |
3 | Nawanda Aji P | Deni Febriyanti | Sidorejo | |
Februari | 4 | Eko Prasetyo | Mega Destya | Bawukan |
5 | Bayu Aji Saputro | Erliana Indah | Bawukan | |
Maret | 6 | Sri Lakon | Aprilia Astuti | Bawukan |
April | 7 | Parwoko | Tiniyati | Kendalsari |
Mei | 8 | Adhila Jalu P | Carpelia Agalha | Kemalang |
9 | Setyo Andhika P | Angun Fatmawati | Talun | |
Juni | 10 | M. Novi Rahmadani | Rinawati | Kemalang |
11 | Sidik Juniawan | Siswanti | Sidorejo | |
Juli | 12 | Nugroho Siswanto | Ayu Pratiwi | Bawukan |
Agustus | 13 | Dwi Septianto | Dewi Shela Viana | Sidorejo |
September | 14 | Diky Ferdiyanto | Salsabila | Keputran |
Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa pernikahan dini di KUA Kecamatan Kemalang terbilang tinggi, dimana di setiap bulannya terdapat peristiwa pernikahan dininya.
*yang dimaksud Lereng Merapi adalah KUA Kecamatan Kemalang Kabupaten Klaten