Menu

Mode Gelap

Karya Ilmiah · 28 Okt 2025 12:04 WIB ·

Refleksi Sumpah Pemuda: Meneladani Ashabul Kahfi

Penulis: Khaerul Umam


 Refleksi Sumpah Pemuda: Meneladani Ashabul Kahfi Perbesar

Oleh :

KHAERUL UMAM, S.Ag*)

(Penghulu Ahli Madya KUA Pakuhaji)

 

 

Apabila ingin melihat suatu negara di masa depan, maka lihatlah pemudanya hari ini.”

(Yusuf Qardhawi, Ulama Besar Mesir)

 

Muqadimah

​        Perubahan suatu bangsa tidak lepas dari peran para pemuda. Pemuda sudah terbukti sebagai aktor penting yang memberikan warna terhadap kemerdekaan dengan Ikrar Pemuda 1928 yang lebih dikenal dengan Sumpah Pemuda. Usia mereka yang mengadakan Kongres Pemuda itu ada di kisaran 20 tahunan. Bila dilihat dari usia para pemuda saat kongres saat itu masih remaja. Mohammad Hatta menyebut peristiwa ini dengan sebuah letusan sejarah. Adanya Sumpah Pemuda menjadi tonggak besar dalam perjuangan Indonesia meraih kemerdekaannya. Sumpah Pemuda menumbuhkan semangat juang kaum muda yang kemudian menyatukan elemen bangsa. Islam memberikan perhatian dan perlakuan khusus bagi pemuda.

       Bahkan dalam al-Qur’an disebutkan kisah para pemuda dalam surah al-Kahfi. Ashabul Kahfi adalah sekelompok pemuda yang beriman kepada Allah, yang tengah mengalami penindasan agama sehingga mereka mengasingkan diri ke dalam sebuah gua yang tersembunyi. Salah satu kisah dalam al-Qur’an adalah kisah Ashabul Kahfi. Hakikat perubahan sosial dimulai dari individu-individu pemuda yang beriman dan bertakwa, sehingga melahirkan kelompok tatanan baru sosial masyarakat madani yang benar dan berintegritas baik. Kaum muda yang beriman ini merupakan suatu kelompok masyarakat ideal yang senantiasa mengajak manusia kepada jalan kebaikan. Melihat semangat ribuan santri saat peringatan “Hari Santri Nasional” beberapa hari lalu, timbul sikap optimis akan majunya bangsa ini kedepan meski dunia santri dan pesantren tengah diuji dengan musibah dan terpaan issu miring yang mendeskreditkan santri dan pesantren.

       Merujuk pada catatan sejarah, pemuda memiliki tugas pokok, fungsi dan peranan penting untuk melakukan sebuah perubahan besar pada suatu agama, bangsa dan negara. Dalam sejarah nasional, terutama terkait Sumpah Pemuda, banyak sekali organisasi atau perkumpulan para pemuda yang melakukan suatu pergerakan sosial untuk membangun agama, bangsa, dan negaranya sendiri. Dalam al-Qur’an ada kisah pemuda yang melakukan gerakan dan perubahan besar di negerinya sendiri untuk menentang tirani kedzalimanpenguasa yang rusak. Salah satu contoh adalah pelajaran kisah sejarah pemuda Ashabul Kahfi yang Allah gambarkan di dalam al-Qur’an surah al-Kahfi.

      Kedua kisah ini memiliki benang merah: pemuda yang berani dan teguh memegang prinsip serta semangat perjuangan yang kuat dalam menghadapi tantangan, baik dalam konteks kebangsaan (Sumpah Pemuda) maupun keimanan (Ashabul Kahfi).

Meneladani Semangat Juang Sumpah Pemuda dan Ashabul Kahfi

      Banyak nilai-nilai yang dapat diteladani dari kisah Ashabul Kahfi ini, di antaranya nilai keimanan (mengesakan Allah), nilai keberanian dalam menegakkan kebenaran, dan nilai-nilai moral (akhlak) yang tertanam pada jiwa para pemuda Ashabul Kahfi. Dari kisah Ashabul Kahfi ini, ada beberapa hikmah/pelajaran yang relevan dengan kondisi pemuda sekarang ini, karena tokoh utama kisah ini adalah para pemuda (Ashabul Kahfi). Dalam beberapa hal, peristiwa Sumpah Pemuda dan kisah Ashabul Kahfi memiliki kesamaan pesan. Buya Hamka dalam Tafsir al-Azhar-nya menyatakan bahwa kisah Ashabul Kahfi ini Adalah satu kisah percontohan tentang iman yang teguh dan keyakinan yang tidak dapat digoyahkan lagi, sehingga diri penganutnya ditelan dengan segala kerelaan hati oleh keyakinan hidupnya itu.

      Ada beberapa pesan dan Pelajaran yang dapat kita tarik dari keduanya. Pertama, optimisme  berbalut iman. Para pemuda peserta Kongres Pemuda yakin sepenuh hati tentang isi ikrar mereka dan karena itu dengan susah payah mewujudkannya. Teror, dipenjara, dan dikejar-kejar adalah bagian dari keseharian yang para pendiri bangsa alami dari pemerintahan kolonial Belanda saat itu. Tetapi toh mereka tetap setia memegang ikrar mereka tentang negeri ini. Karena itu, mereka tidak mundur sejengkal pun dari memperjuangkannya. Sementara para pemuda Ashabul Kahfi memegang teguh keimanan dan tauhid karena itu rela meninggalkan semua kemewahan yang menjadi hak mereka sebagai putra pembesar negeri.

       Buya Hamka dalam tafsirnya mengutip banyak pakar tafsir yang menilai bahwa Ashabul Kahfi merupakan para anak pejabat. Tetapi, mereka tidak cocok dengan perilaku ibadah raja dan masyarakatnya yang menyembah berhala. Dengan jiwa muda yang menggelora, mereka lantas jatuh kepada kesimpulan bahwa mestinya Tuhan yang patut disembah hanyalah Allah SWT. Bukan berhala yang  tidak bisa berbuat apa-apa. Maka sejak itu secara sembunyi-sembunyi mereka melakoni dan memegang jalan tauhid. Sebagai para putra pembesar negeri, kegiatan mereka akhirnya tercium istana dan mereka pun dipanggil oleh Raja Diqyanus. Mereka diadili terkait keyakinan tauhid mereka, tetapi mereka bersikukuh memegangnya. Pakaian, fasilitas, dan segala hal terkait jabatan yang melekat di tubuh mereka pun ditanggalkan. Di akhir pertemuan, Raja memberikan jaminan bahwa bila mereka mau kembali kepada agama nenek moyang dan melakukan perbuatan syirik lagi maka kedudukan mereka sebagai anak orang-orang besar akan dikembalikan. Tetapi, mereka memilih untuk meninggalkan semua keindahan dunia demi memperjuangkan keyakinan tauhid. Mereka yakin bahwa Allah swt akan memberikan pertolongan. Allah menolong mereka dengan membuat mereka tidur selama tiga abad lebih.

      Penjajahan, tekanan, penjara, dan berbagai bentuk intimidasi lainnya yang menimpa para pemuda pendiri bangsa Indonesia dan Ashabul Kahfi tak membuat mereka lantas mundur. Malah mendorong mereka untuk lebih bulat memegang keimanan dan keyakinan mereka(QS. al-Kahfi : 13). Itu karena mereka memegang iman dan keyakinan itu dengan teguh. (QS. al-Kahfi : 14). Kedua, kolaborasi. Pemuda Soegondo Djojopoespito, ketua Kongres Pemuda II, mendirikan Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia setelah membaca Indonesia Merdeka terbitan Perhimpunan Indonesia yang saat itu diketuai Mohammad Hatta di Belanda. Sebagaimana disebutkan di muka, peserta Kongres Pemuda II yang berjumlah sekitar 700 orang itu datang dari berbagai bangsa dan latar belakang. Setelah Kongres Pemuda II itu, mereka bersepakat memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Ketika akhirnya kemerdekaan negeri ini harus dipertahankan dengan senjata dan revolusi fisik, semua tumpah darah Indonesia turun tangan berada di garis depan. Mulai dari ulama, kyai, santri, pelajar, petani apatah lagi para pemimpin bangsa. Bung Karno mengistilahkan gerakan ini dengan tepat, gotong royong (kolaborasi).

        Begitu pun dengan Ashabul Kahfi. Mereka kuat karena menjalani keimanan yang mereka peluk secara bersama-sama. Ketika ada salah seorang pemuda yang menepi dari keramaian ibadah dan pesta yang diperuntukkan bagi berhala-berhala, lalu ada seorang lagi. Lalu, datang lagi pemuda; datang pula seorang pemuda lain. Dari percakapan sederhana, lantas mereka meyakini bahwa keimanan para nenek moyang dan orang tuanya terhadap berhala itu salah. Iman yang benar adalah keimanan kepada Allah Yang Maha Esa. Mereka membentuk kelompok tauhid di tengah kerajaan dan masyarakat pagan (musyrik). Karena bersama-sama, keimanan mereka makin kuat. Kolaborasi juga bisa kita lihat ketika mereka terbangun. Pemimpin pemuda itu meminta salah satu dari mereka untuk turun ke kota dan membeli makanan. Mereka lapar. Tetapi, dia harus tetap hati-hati agar tidak tertangkap oleh prajurit kerajaan. “Karena sesungguhnya jika mereka ketahui tentang hal kamu, niscaya akan mereka rajam kamu, atau akan mereka kembalikan kamu ke dalam agama mereka. Maka tidaklah kamu akan berbahagia lagi buat selama-lamanya (QS. al-Kahfi : 20). Berkat kolaborasi yang mereka lakukan, mereka menemukan janji Allah dalam surah al-Kahfi  ayat 16, “…niscaya akan diperlindungi kamu oleh Tuhan kamu dengan rahmat-Nya dan akan disediakan-Nya buat kamu, dalam keadaan kamu begini, suatu kemudahan.”

        Optimisme dan kolaborasi akan menjadi kunci penting bagi kita untuk bisa melewati masa pandemic ini dan mempersiapkan diri menghadapi bonus demografi dan menyongsong seabad sumpah pemuda. Agar kita, seperti pesan Bung Karno, mewarisi api sumpah pemuda. “Kalau sekadar mewarisi abu, saudara-saudara akan puas dengan Indonesia yang sekarang sudah satu bahasa, bangsa, dan tanah air. Tapi, ini bukan tujuan akhir.” Tujuan akhir Indonesia merdeka tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangasa.

Penutup

       Sumpah Pemuda adalah ikrar persatuan bangsa pada tahun 1928, sebuah ikrar pemuda-pemudi Indonesia untuk memperjuangkan satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa persatuan, yaitu Indonesia, bertujuan melawan penjajah dan membangkitkan kesadaran serta semangat kebangsaan untuk kemerdekaan Indonesia. Sedangkan Ashabul Kahfi adalah kisah tujuh pemuda yang melarikan diri dari kekejaman raja yang memaksa mereka menyembah berhala, lalu bersembunyi di sebuah gua untuk mempertahankan keimanan mereka dan ditidurkan Allah selama 309 tahun. Kedua kisah ini memiliki benang merah: pemuda yang berani dan teguh memegang prinsip serta semangat perjuangan yang kuat dalam menghadapi tantangan, baik dalam konteks kebangsaan (Sumpah Pemuda) maupun keimanan (Ashabul Kahfi).

        Keduanya menjadi simbol keberanian dan semangat para pemuda. Sumpah Pemuda menunjukkan keberanian untuk bersatu demi tanah air, sedangkan Ashabul Kahfi menunjukkan keberanian untuk mempertahankan keimanan. Kisah Ashabul Kahfi mengajarkan pentingnya prinsip dan keyakinan yang teguh, hal ini sama relevannya dengan semangat persatuan dalam Sumpah Pemuda. Kisah Ashabul Kahfi sering dijadikan teladan bagi pemuda masa kini untuk memiliki karakter dan keimanan yang kuat agar tidak terombang-ambing di tengah tantangan zaman.

       Sudah saatnya pemuda sekarang meneladani kembali para pemuda dalam kisah Ashabul Kahfi. Para pemuda yang memiliki keteguhan iman, keberanian menegakkan kebenaran, dan kemulian akhlak. Dari kisah Ashabul Kahfi, pemuda harus menanamkan nilai-nilai akidah dan tauhid yang benar dalam jiwa-jiwa pribadi karakter para pemuda. Selain itu, pemuda harus memiliki spirit besar perubahan sosial. Melalui penanaman akidah akhlak yang benar, maka akan melahirkan kualitas pemuda yang beriman serta memiliki nilai-nilai integritas yang berkualitas, baik itu dimensi spiritualitas-intelektualitas maupun sosial humanitas.

       Pemuda yang diharapkan dapat membawa kemajuan bangsa adalah pemuda yang beriman dan berdakwah mengajak kepada jalan kebaikan. Jalan kebaikan yang dimaksud yaitu mengajak manusia untuk senantiasa mengikuti perintah Allah dan menjauhi segala larangannya. Oleh karena itu, tugas pemuda yaitu selalu melakukan upaya perubahan melalui jalan jihad dan dakwah perbaikan terhadap masyarakatnya yang rusak, yang disebabkan oleh nilai-nilai hedonis, individualis, materialis, dan sekuleris.

        Terakhir, semoga tulisan ini dapat memantik kembali jiwa muda kita. Agar tetap membara dan menjadi api yang terus mengiringi perjuangan. Mulai dari perjuangan melawan diri sendiri, hingga perjuangan melawan berbagai tindak kezaliman di level yang lebih besar. Wallahu’alam bishawab.

Selamat Hari Sumpah Pemuda ke-97 Tahun 2025 dengan tema: “Pemuda Pemudi Bergerak, Indonesia Bersatu.”

 

 

———–

**)Penulis adalah Penghulu Ahli Madya pada KUA Pakuhaji Kab.Tangerang,   da’i/Penceramah, penulis, dan              pemerhati sosial keagamaan.

 

 

 

 

 

0 0 votes
Article Rating
Artikel ini telah dibaca 11 kali

Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
Lihat seluruh komentar
Baca Lainnya

Manajemen Wakaf Produktif dalam Perspektif Islam

28 Oktober 2025 - 11:30 WIB

Panggilan Jiwa Ibu Pertiwi: Transformasi Ikrar Suci Bagimu Negeri

27 Oktober 2025 - 11:21 WIB

SANTRI: Karakater yang Khas dan Unik

26 Oktober 2025 - 22:40 WIB

Pernikahan Kembar Siam (Conjoined Twins) Dalam Perspektif Hukum Islam

26 Oktober 2025 - 22:30 WIB

Dari Pesantren untuk Bangsa, Selamat Hari Santri

22 Oktober 2025 - 19:47 WIB

Santri, Pesantren, dan Indonesia: Transformasi Resolusi Jihad Digital Menuju Indonesia Emas 2045

21 Oktober 2025 - 14:49 WIB

Trending di Karya Ilmiah
0
Ada ide atau tanggapan? Share di kolom komentar!x
()
x