SEKUFU
Oleh : Muhammad Syafran Lubis
Diraihnya cincin belah rotan itu, setelah terdengar arahan dari pak penghulu , “ mas adam… maskawinnya diserahkan “ temaptnya merah menyala dan terselip di tangahnya cin cin emas 24 karat belah rotan seberat 10 gram yang jadi mas kawin kepada istrinya pagi menjelang siang itu. Tangannya gemetar tapi ia berusaha menyembunyikannya, dilihatnya perempuan yang baru saja menjadi istrinya itu, berkat ucapan sah dari kedua orang saksi yang mengikuti dengan cermat prosesi akad nikah nya pagi itu. Istrinya tak membalas tatapannya , “ sambil berdiri …! ” kata pak Syafran Lubis, keduanya pun mengikuti arahan pak penghulu, sejenak keduanya terdiam , lalu “ ayo.. diserahkan “ kata pak penghulu lagi
Adam masih bingung memulai dari mana.. “ di sematkan ke jari istrinya “ kata pak Syafran lagi, dipegangnya tangan istrinya, dingin , matanya pun beralih lagi ke mata istrinya, kali ini istrinya membalas tatapannya , senyum kecil tersungging dari bibir kedua mempelai itu, lalu ia pilih jari manis istrinya dan dimasukkannya cicin kawin itu , terlihat ia akan melepaskan tangan istrinya. “ tunggu dulu, jangan cepat cepat “ kata pak penghulu lagi
“ pelan pelan ya mas “ kata tukang foto sambil terus mengarhakan lensa cameranya ke arah kedua mempelai, hingga detik detik penting itu tak da yang terlewat dari bidikannya
“ sambil berucap” kata pak penghulu lagi.. “ ikuti saya “ lanjutnya” istriku hari ini aku mempersuntingmu” mempelai laki laki inipun mengikuti ucapan pak penghulu
“ istriku” ucapnya sambil menarik sedikit sudut bibirnya, ucapan yang asing baginya .. , istrinya pun melirik sebentar padanya lalu tersenyum lebar, istrinya tau suaminya ini punya rasa humor yang tinggi, tapi saat dihadapkan dengan momen pernikahan yang sakral seperti ini rasa humor ini tak muncul,
“ swiiit , swiitt” terdengar suara teman tamannya yang menyaksikan ucapan tulus dari seorang bujang yang baru saja mendapatkan seorang istri, ada yang tertawa kecil ada yang hanya tersenyum sambil mengaktifkan kamera hp masing masing menuju pusat perhatian saat itu adam dan hawa yang baru saja mengucapkan ijab kabul. dikalangan teman temannya, adam adalah seorang humoris , sulit mendapatkan tingakahnya seserius ini , maka ketika ucapan ‘ istriku ‘ keluar dari mulutnya, teman temannya melihat ia dari sosok yang lain dari biasanya,
“ Ini beneran” kata edi temannya selalu menyaingi rasa humor adam , adam sempat lupa apa yang harus ia ucapkan lagi setelah mendengar, olok olok teman temannya “ . pak penghulu kembali mengingatkan “ hari ini… “ , “ hari ini aku mempersuntingmu”, lanjutnya “ dan ini mas kawinnmu sesuai yang kau minta , mudah mudahan awal dari nafkahmu ini bisa mendekatkan kita kepada sang pemberi segalanya” ucapnya mengikuti arahan dari pak penghulu
“ terima kasih suamiku “ jawab istrinya , mengikuti ucapan pak penghulu juga “ mudah mudahan awal dari nafkahku ini bisa membuat kita semadin dekat kepada ALLAH”
Inilah sekufu. Seorang suami mendapatkan istri yang bisa mengikuti tingkah polah suaminya maka mereka akan terlihat serasi, suami yang rasa humornya tinggi bukan berarti istri juga rasa humornya tinggi tapi bisa mengikuti rasa humor suaminya, atau seorang suami yang pengamalan agamisnya tinggi, istri bisa mengikuti nya. Kita bisa melihat dalam kehidupan rumah tangga yang berbeda sikap suami dengan istrinya, kelihatan rumah tangga itu seperti dipaksakan. Suami dengan tampilan baju safari lalu istrinya dengan tamiplan biasa aja, ini keliahatan tidak serasi. Tapi kalau tampilan suami pakai jas atau baju safari kemudian istri memakai kebaya lengkap dengan aksesorisnya. Orang pun akan tersenyum melihat pemandangan itu. Atau seorang istri memakai cadar lalu suaminya datang dengan memakai celana pendek, orang akan melihat, itu ada yang salah.
Dalam soal rasa juga demikian seorang suami yang senang dengan rasa asin, sementara istrinya senang dengan rasa pedas umpamanya ini pun bagian kecil dari tidak sekufu. Atau seorang suami yang senang dengan hobbi trafeling sementara istri adalah orang rumahan atau gak senang dengan terpeling inipun adalah bagian terkecildari tidak sekufu.
kafa’ah dalam pernikahan adalah keseimbangan atau keserasian antara suami dan istri. Keseimbangan ini bertujuan agar masing masing suami istri tidak merasa berat untuk menjalani kehidupan rumah tangga
Di kalangan fuqaha, terdapat perbedaan pendapat mengenai konsep sekufu ini, terutama tentang factor faktor yang diperhitungkan dalam menentukan kesekufuan seseorang. Madzhab Hanafi, menjadikan faktor nasab, Islam, pekerjaan, kemerdekaan, keagamaan, dan harta menentukan kesekufuan itu, sementara madzhab Maliki, hanya faktor keberagamaan yang diperhitungkan dalam menentukan konsep kesefuan. Dalam madzhab Syafi‟i faktor nasab, agama, kemerdekaan, dan profesi menjadi faktor yang diperhitungkan dalam menentukan kesekufuan seseorang.
Hanafi, Syafi‟i dan Hambali sepakat bahwa kesepedanan itu meliputi: Islam, merdeka, keahlian dan nasab. Tetapi mereka berbeda pendapat dalam hal harta dan kelapangan hidup. Hanafi dan Hambali menganggapnya sebagai syarat, tetapi Syafi‟i tidak. Sedangkan Maliki tidak memandang keharusan adanya kesepadanan kecuali dalam hal agama, sekufu sebagaimana yang telah dikemukakan oleh para Imam Mazhab tidak secara tekstual mensyaratkan pendidikan dan usia dalam pernikahan. Tetapi jika dikemudian hari ternyata muncul persoalan dalam rumah tangga akibat ekonomi dan kesenjangan usia sudah sepantasnya mindset tentang teori yang penting seagama, persoalan pendidikan dan usia bukan hal penting dalam pernikahan perlu ditinjau ulang .
Sekufu dalam penerapannya di zaman sekarang adalah kebahagiaan dalam berumah tangga yang erat kaitannya dengan kondisi interaksi masing masing anggota. Suatu interaksi sosial akan berjalan dengan lancar dan menyenangkan apabila dasar dasar keserasian tersebut tersedia di dalamnya. Salah satu langkah persiapan di mana mulai membangun sebuah keluarga adalah cara memilih calon suami atau istri. Islam sangat memperhatikan pemilihan pasangan hidup. Sebab, benar atau salah dalam memilih pasangan akan mempunyai pengaruh dan bahaya dalam kehidupan rumah tangga masing masing suami istri serta hari depan keluarga dan anaknya.
Dalam kehidupan sekarang, permasalahan sekufu dalam rumah tangga telah berkembang ke arah yang lebih luas seperti prestise, profesi, pendidikan dan status sosial. Hal ini mengakibatkan semakin luas pula pertimbangan dalam pemilihan pasangan hidup terutama di kalangan masyarakat perkotaan yang tentu saja mengutamakan aspek-aspek prestise, profesi pendidikan dan status sosial.
Prestise adalah wibawa yang berkaitan dengan prestasi dan kemampuan seseorang, derajat kewibawaan seseorang menyangkut nama baik, prestasi dan martabat. Prestise seorang pejabat tentu akan semakin terlihat ketika anaknya berjodoh atau menikah dengan anak pejabat atau orang terpandang pula. Meskipun pada prakteknya ada juga yang tidak terlalu mempermasalahkan prestise tetapi setidaknya pada masa-masa awal si anak membina hubungan tentu pertimbangan prestise akan dibicarakan dalam keluarga. Karena prestise menjadi pertimbangan dalam pernikahan, terkadang aspek sekufu yang secara jelas telah digariskan oleh Islam seperti ketaatan beragama, akhlak dan pekerjaan menjadi hal yang terkesan diabaikan.