Menu

Mode Gelap

Opini · 28 Agu 2025 08:07 WIB ·

Selain Material, Menikah Itu Harus Siap Mental dan Spiritual

Penulis: Mahbub Fauzie


 Selain Material, Menikah Itu Harus Siap Mental dan Spiritual Perbesar

Selain Material, Menikah Itu Harus Siap Mental dan Spiritual

Oleh: Mahbub Fauzie, Penghulu Ahli Madya KUA Kec. Atu Lintang

Dalam masyarakat kita, pernikahan sering kali dipahami sebagai pencapaian sosial dan ekonomi. Tak jarang, kesiapan menikah dinilai dari seberapa mapannya seseorang secara finansial: punya pekerjaan tetap, penghasilan cukup, bahkan rumah dan kendaraan pribadi. Memang, faktor material penting. Rumah tangga yang kekurangan secara ekonomi rentan terhadap konflik. Namun, terlalu menitikberatkan pada aspek material justru bisa menutupi kesiapan lain yang tak kalah penting: kesiapan mental dan spiritual.

Acapkali kita menyaksikan prosesi akad nikah dan mendengar kisah di baliknya, melihat fenomena yang mengkhawatirkan. Banyak pasangan yang begitu fokus pada resepsi dan pernak-pernik pernikahan, namun kurang mempersiapkan diri untuk kehidupan setelahnya. Pernikahan bukan sekadar seremonial satu hari, melainkan perjalanan seumur hidup yang penuh dinamika. Di sinilah kesiapan mental dan spiritual menjadi krusial.

Kesiapan Mental: Mampu Menerima dan Bertumbuh Bersama

Kesiapan mental mencakup kemampuan seseorang untuk memahami dan menerima pasangannya apa adanya. Pernikahan mempertemukan dua individu dengan latar belakang berbeda, karakter berbeda, bahkan cara berpikir yang kadang bertolak belakang. Dalam situasi seperti ini, konflik adalah hal yang wajar. Namun bagaimana pasangan menghadapi konflik inilah yang menentukan kuat tidaknya pernikahan.

Pasangan yang matang secara mental akan lebih bijak dalam menyikapi perbedaan. Mereka mampu mengelola emosi, mengedepankan dialog dibanding pertengkaran, dan saling memberi ruang untuk tumbuh. Ketika ada masalah, mereka tidak lari, tapi mencari solusi bersama. Kematangan mental juga terlihat dari kemampuan seseorang untuk bertanggung jawab. Menikah berarti siap menjalani peran sebagai suami atau istri, bahkan sebagai orang tua. Ini butuh kedewasaan, bukan sekadar usia.

Sayangnya, dalam praktiknya, banyak pasangan yang belum siap menghadapi tekanan kehidupan rumah tangga. Tidak sedikit pernikahan yang kandas hanya dalam hitungan bulan karena perbedaan yang tidak diselesaikan, komunikasi yang buruk, atau ekspektasi yang tidak realistis.

Kesiapan Spiritual: Menjadikan Pernikahan Sebagai Ibadah

Di sisi lain, kesiapan spiritual sering kali diabaikan. Padahal, dalam perspektif Islam, pernikahan adalah bagian dari ibadah. Ini bukan sekadar ikatan duniawi, tapi juga perjanjian suci di hadapan Allah SWT. Dengan memahami makna ini, pasangan akan memandang pernikahan bukan hanya sebagai sarana pemenuhan kebutuhan emosional dan biologis, tetapi juga ladang pahala dan pengabdian kepada Tuhan.

Kesiapan spiritual tercermin dari niat yang lurus, pemahaman akan hak dan kewajiban masing-masing, serta komitmen untuk membangun rumah tangga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah. Suami istri yang memiliki spiritualitas yang baik akan saling mengingatkan dalam kebaikan, saling mendoakan, dan menjadikan nilai-nilai agama sebagai pedoman dalam setiap keputusan rumah tangga.

Sering kali saya sampaikan dalam bimbingan calon pengantin (bimwin), bahwa keberkahan rumah tangga tidak ditentukan oleh kemewahan pernikahan, tetapi oleh niat yang benar dan usaha menjaga nilai-nilai kebaikan di dalamnya. Ketika pasangan menjadikan Allah sebagai pusat dalam kehidupan mereka, maka badai kehidupan pun akan terasa lebih ringan karena mereka punya pegangan.

Peran KUA dan Edukasi Pra-Nikah

Sebagai institusi yang berwenang dalam pernikahan umat Islam, Kantor Urusan Agama (KUA) memiliki tanggung jawab untuk tidak hanya menikahkan, tetapi juga membina. Program Bimbingan Perkawinan bagi Calon Pengantin adalah salah satu ikhtiar kami untuk mempersiapkan pasangan dari sisi mental dan spiritual. Materi yang disampaikan tidak hanya seputar fiqh nikah, tetapi juga psikologi keluarga, manajemen konflik, dan pola komunikasi efektif.

Namun tentu saja, edukasi pra-nikah tidak cukup hanya beberapa hari. Perlu peran serta dari keluarga, tokoh agama, bahkan lingkungan sekitar untuk terus menumbuhkan kesadaran bahwa pernikahan bukan hanya tentang “kapan menikah”, tapi “siapkah untuk menikah?”

Penutup

Pernikahan yang sukses bukan hanya tentang dua orang yang saling mencintai, tetapi dua jiwa yang siap bertumbuh bersama dalam suka dan duka, dalam kecukupan dan kekurangan. Kesiapan material penting, tapi kesiapan mental dan spiritual adalah fondasi utama. Tanpa itu, pernikahan mudah goyah oleh ujian yang pasti datang.

Maka, sebelum melangkah ke pelaminan, tanyakan pada diri: sudahkah saya siap bukan hanya memberi nafkah, tetapi juga kasih sayang? Sudahkah saya siap bukan hanya menjadi suami atau istri, tetapi juga sahabat dalam perjalanan hidup yang panjang?

Semoga setiap rumah tangga yang dibangun, dibekali dengan kesiapan lahir dan batin, menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah.

Takengon, 28/8/2025

5 1 vote
Article Rating
Artikel ini telah dibaca 51 kali

Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
Lihat seluruh komentar
Baca Lainnya

“Cuan” Memboming Dengan Aksi Viral [catatan harian penghulu]

1 Oktober 2025 - 00:03 WIB

Mengapa Verifikasi Calon Pengantin Adalah Keharusan di Era Digital?

30 September 2025 - 11:22 WIB

Musrenbang Sebagai Penjembatan Program KUA Kecamatan

29 September 2025 - 21:27 WIB

Taukil Wali bil lisan melalui daring, apakah diperbolehkan?

29 September 2025 - 16:46 WIB

Pengukuhan dan Rakerwil PW APRI Aceh 2025–2029: Momentum Kebersamaan, Profesionalisme, dan Penguatan Peran Penghulu

29 September 2025 - 06:21 WIB

“BIMWIN” Disandingkan Dengan “Tepuk Sakinah”

28 September 2025 - 20:37 WIB

Trending di Opini
0
Ada ide atau tanggapan? Share di kolom komentar!x
()
x