WALI HAKIM DADAKAN

WALI HAKIM DADAKAN

Untuk menjaga agar tidak terbongkar, bahwa RO bukan anaknya SG maka, penghulu yang melaksanakan pencatatan pernikahan wali hakim ini menjadi wakil dari kelapa KUA yang diserahkan (diwakilkan) lewat telepon “… ya udah saya wakilkan ke sampean wali hakimnya dan nikahkan saja…”. Hal ini menurut peneliti adalah keadaan kepala KUA kecamatan berhalangan dalam keadaan force meajure, kejadian luar biasa. Keadaan ini termaktub dalam surat edaran nomor B- 039/DJ.III.II/HK.00.7/1/2019 tertanggal 07 januari 2019, tanda tangan Direktur Jenderal.[45]

Dalam surat edaran tersebut membolehkan seorang penghulu menjadi wali hakim dalam keadaan kepala KUA berhalangan dengan alasan sakit yang tidak dapat beraktifitas atau dirawat, force meajure, dan ada tugas yang tidak bisa diwakilkan. Kejadian dalam keadaan ini menurut penulis adalah kejadian luar biasa atau force meajure.

  1. Kemaslahatan

Pencatatan dengan wali nasab tetapi dilaksanakan dengan wali hakim, atau tidak sesuai dengan pasal 2 ayat 2. KUA kecamatan Mataram Baru, dengan pertimbangan kemaslahatan melaksanakan pernikahan tersebut. Dalam data data administrasi sudah tertulis bahwa SG adalah bapak kandung RO, maka dituliskan dalam akta nikah dan buku nikahnya, SG sebagai wali nasab berdasarkan pertimbangan beberapa kemaslahatan antara lain:

  1. Memudahkan Administrasi

Penulisan dalam lembar pemeriksaan nikah, akta nikah dan buku nikah pada kolom wali tetap ditulis bapaknya yaitu SG, bukan wali hakim. Hal ini, jika dalam pemeriksaan nikah, akta nikah, dan buku nikah ditulis dengan wali hakim, maka mempelai ini harus merubah berkas pengantar nikahnya yaitu N1, KK akta kelahiran  dan seterusnya. Keadaan ini akan menemukan kesulitan untuk RO, karena semua data administrasi dari mempelai perempuan sudah tertulis bahwa SG adalah orang tuanya. Merubah semua administrasi atau berkas dari pihak perempuan akan menyulitkan pengurusan administrasi yang lain. Tetapi menuliskan dalam pemeriksaan, akta dan buku nikah dengan wali ayahnya SG akan memudahkan administrasi bagi mempelai ini nantinya. Keadaan menghilangkan kesulitan yang lebih besar (merubah administrasi pengantin perempuan kepada wali hakim) lebih baik atau dihilangkan dengan membiarkannya atau menuliskannya tetap dengan wali orang tuanya, SG. Kaidah ushul fiqih berbunyi :

اَلضَّرَرُ الْأشَدُّ يُزَالُ بِالضَّرَرِ الأَخَفِّ

Mudharat yang lebih berat, harus dihilangkan dengan melakukan yang mudharat yang lebih ringan[46]

  1. Menjaga Mempelai Perempuan Tidak Syok

Menjaga agar RO atau mempelai perempuan tidak syok. Dari ungkapan walinya saat di Tanya petugas “apakah anaknya tahu keadaan ini pak?”. Maka jawab walinya “ tidak pak, ini sengaja tidak saya beri tahu karena takut anaknya syok dan pergi dari rumah“. Jika RO mengetahui keadaan dirinya yang sebenarnya maka kemungkinan akan terjadi madharat yang lebih besar (pergi dari rumah) dari pada RO tidak mengetahuinya. Dalam hal ini menghindari mafsadah lebih diutamakan dari pada mengambil manfaatnya. Sesuai dengan kaidah usul fikih

دَرْءُ المَفَاسِدِ أَوْلَى مِنْ جَلْبِ اْلمَصَالِحِ

Menolak mafsadah (kemudharatan) lebih utama dari mengambil manfaat [47]

  1. Menjaga Martabat Keluarga Perempuan

Menutupi aib dari keluarga pengantin perempuan adalah menjaga martabat keluarga tersebut. Apabila petugas menyampaikan keadaan yang sebenarnya dari pengantin perempuan ini, maka akan jatuh martabat dari keluarga pengantin perempuan. Karena akan menimbulkan pertanyaan yang akhirnya akan membuka aib pengantin perempuan dan keluarganya. Jika petugas tidak menyampaikannya maka martabat keluarga perempuan ini akan terjaga.

Leave a Comment

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *