WALI HAKIM DADAKAN

  1. Latar Belakang

Keberadaan wali nikah mutlak harus ada dalam sebuah pernikahan. Urgensi adanya wali sangat penting, artinya sangat dibutuhkan peranannya dan pertanggung jawabannya terhadap sah tidaknya suatu akad perkawinan. Karena kehadiran seorang wali termasuk salah satu rukun pernikahan.

Pernikahan memiliki syarat dan rukun, diantaranya adanya seorang wali nikah. Wali dalam pernikahan merupakan rukun, artinya harus ada dalam pernikahan bagi seorang calon isteri. Tanpa adanya wali, pernikahan dianggap tidak sah.Wali adalah orang yang memegang sah tidaknya pernikahan, oleh karena itu tidak sah pernikahan tanpa adanya wali. Apabila dalam perkawinan tidak ada wali, pernikahan tersebut  cacat  hukum  dan  dikategorikan  sebagai  nikah  batil  atau nikah rusak. [1] Berkaitan dengan wali Rasulullah saw bersabda:

عَنْ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا نِكَاحَ إِلَّا بِوَلِيٍّ

Dari Abi Burdah bin Abi Musa dari Ayahnya berkata bahwa Rasulullah saw telah bersabda,”Tidak ada nikah kecuali dengan wali”. [2]

Hal tersebut diperjelas KHI pasal 19 yang menyebutkan bahwa;

“Wali nikah dalam perkawinan merupakan rukun yang harus dipenuhi bagi calon mempelai wanita yang bertindak untuk menikahkannya.” [3]

 

  1. Wali Dalam Pernikahan

Dalam sebuah prosesi akad nikah keberadaan wali nikah mutlak harus ada. Urgensi adanya wali nikah sangat penting, artinya sangat dibutuhkan peranannya dan pertanggung jawabannya terhadap sah tidaknya suatu akad pernikahan. Karena kehadiran seorang wali termasuk salah satu rukun pernikahan. Sebagaimana dijelaskan dalam KHI pasal 14 disebutkan

“untuk melaksanakan perkawinan harus ada;

  1. calon suami,
  2. calon isteri,
  3. wali nikah,
  4. dua orang saksi,
  5. ijab dan qabul.” [4]

Urutan wali dalam pernikahan, pada dasarnya tidak ditemukan dalam ayat al Qur’an ataupun Hadits Nabi SAW. yang memberikan penjelasan langsung mengenai tertib urutan wali. Tertib urutan wali nikah sama dengan tertib urutan dalam warisan. Namun para ulama fiqih berbeda pendapat mengenai posisi kakek dan anak. Sebagian mereka mengutamakan kakek, dan sebagian yang lainnya lebih mengutamakan anak.[5]

Wali nasab dalam pernikahan adalah pria yang beragama islam yang mempunyai hubungan darah dengan calon mempelai wanita dari pihak ayah. Wali nasab mempunyai kewenangan dalam akad nikah sesuai urutan kedudukannya yang terdekat dengan calon mempelai perempuan. Kewenangan yang mereka miliki karena kedudukan mereka sebagai keluarga terdekat.  Apabila mereka tidak ada, atau mereka tidak memenuhi syarat menjadi wali, atau mereka aḍhal, perwalian yang seharusnya menjadi kewenangan mereka berpindah kepada hakim. Kewenangan yang dimiliki oleh wali hakim adalah berdasarkan kekuasaan yaitu kedudukannya sebagai penguasa atau pemerintah.

  1. Wali Hakim Dalam Perundang Undangan di Indonesia

Di Indonesia terdapat undang undang yang mengatur tentang masalah perwalian dalam pernikahan. Yaitu dalam  Undang Undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, dalam KHI, dan khusus mengenai wali hakim diatur dalam PMA nomor 30 Tahun 2005 tentang wali hakim sebagai pengganti PMA nomor 02 tahun 1987 yang sudah tidak relevan dengan masa sekarang.

Dalam Undang Undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan tidak disebutkan mengenai masalah wali hakim. Undang undang Perkawinan tersebut mengatur masalah perwalian pada garis besarnya saja, yang menyatakan bahwa perkawinan yang dilangsungkan di muka Pegawai Pencatat Nikah (PPN) yang tidak berwenang, wali nikah yang tidak sah, atau yang dilangsungkan tanpa dihadiri oleh dua orang saksi dapat dimintakan pembatalannya oleh keluarga dalam garis keturunan keatas dari suami istri, saksi dan suami atau istri.[6] Hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan perkawinan itu batal atau dapat dibatalkan  karena tidak adanya wali.[7]

Wali nikah dalam KHI dipaparkan secara rinci dalam pasal 19, 20, 21, dan 22. Pasal 19 berbunyi:

Wali nikah dalam perkawinan merupakan rukun yang harus dipenuhi bagi calon mempelai wanita yang bertindak untuk menikahkannya.[8]

Pasal ini menerangkan bahwa wali dalam pernikahan adalah rukun yang harus dipenuhi. Artinya jika wali tidak terpenuhi maka pernikahan tidak sah. Wali dalam hal ini adalah orang yang bertindak menikahkan mempelai perempuan kepada mempelai laki laki, atau yang bertindak mengucapkan ijab dalam prosesi ijab qobul

Kemudian Dalam Pasal 20 menerangkan syarat seorang wali nikah. Artinya setelah adanya wali dalam pernikahan, tidak semata mata langsung menjadi wali tetapi masih ada syarat yang diperlukan dalam seseorang menjadi wali pernikahan tersebut. Yaitu beragama islam, sehat akalnya, dan dewasa. Sebagaimana  bunyi pasalnya yang menerangkan syarat wali tersebut yaitu :

(1) Yang bertindak sebagai wali nikah ialah seorang laki-laki yang memenuhi syarat hukum Islam yakni muslim, aqil dan baligh.

(2) Wali nikah terdiri dari:

  1. Wali nasab;
  2. Wali hakim. [9]

Dalam ayat 2 pasal 20 diatas menyebutkan bahwa wali terbagi menjadi dua macam pertama wali nasab. Sebagaimana akan diterangkan dalam pasal selanjutnya. Pasal 21 berbunyi:

  • Wali nasab terdiri dari empat kelompok dalam urutan kedudukan, kelompok yang satu didahulukan dan kelompok yang lain sesuai erat tidaknya susunan kekerabatan dengan calon mempelai wanita.

Pertama, kelompok kerabat laki-laki garis lurus keatas yakni ayah, kakek dari pihak ayah dan seterusnya.

Kedua, kelompok kerabat saudara laki-laki kandung atau saudara laki-laki seayah, dan keturunan laki-laki mereka.

Ketiga, kelompok kerabat paman, yakni saudara laki-laki kandung ayah, saudara seayah dan keturunan laki-laki mereka.

Keempat, kelompok saudara laki-laki kandung kakek, saudara laki-laki seayah dan keturunan laki-laki mereka.

  • Apabila dalam satu kelompok wali nikah terdapat beberapa orang yang sama-sama berhak menjadi wali, maka yang paling berhak menjadi wali ialah yang lebih dekat derajat kekerabatannya dengan calon mempelai wanita.
  • Apabila dalam satu kelompok sama derajat kekerabatan maka yang paling berhak menjadi wali nikah ialah kerabat kandung dari kerabat yang seayah.
  • Apabila dalam satu kelompok, derajat kekerabatannya sama yakni sama-sama derajat kandung atau sama-sama dengan kerabat seayah, mereka sama-sama berhak menjadi wali nikah, dengan mengutamakan yang lebih tua dan memenuhi syarat-syarat wali. [10]

Pasal 21 diatas menerangkan siapa saja wali nasab yang berhak menjadi wali nikah, dalam ayat 1 disebutkan secara global bahwa kewenangan wali nasab pertama di tangan kerabat laki laki dan garis lurus keatas. Lalu diiringi dengan kerabat saudara kandung atau saudara seayah dan garis keturunan mereka, kemudian kerabat paman atau saudara ayah kandung dan saudara ayah seayah dilanjutkan dengan keturunan mereka. Yang terakhir dari wali nasab adalah paman ayah kandung atau saudara kandung kakek atau saudara seayah kakek dan garis keturunan mereka. Lebih jelasnya pada PMA 20 tahun 2019 pasal 12 ayat (3) disebutkan.

(3)Wali nasab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki urutan:

  1. bapak kandung;
  2. kakek (bapak dari bapak);
  3. bapak dari kakek (buyut);
  4. saudara laki-laki sebapak seibu;
  5. saudara laki-laki sebapak;
  6. anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak seibu;
  7. anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak;
  8. paman (saudara laki-laki bapak sebapak seibu);
  9. paman sebapak (saudara laki-laki bapak sebapak);
  10. anak paman sebapak seibu;
  11. anak paman sebapak;
  12. cucu paman sebapak seibu;
  13. cucu paman sebapak;
  14. paman bapak sebapak seibu;
  15. paman bapak sebapak;
  16. anak paman bapak sebapak seibu;
  17. anak paman bapak sebapak;[11]

Pasal 12 ayat (3) diatas dari huruf (a) sampai dengan huruf (c) adalah penjelasan dari kelompok pertama dari pasal 21 KHI diatas. Artinya bapak kakek dan buyut adalah kelompok kekerabatan garis lurus keatas. Kemudian dalam huruf (d) sampai huruf (g) adalah garis kekerabatan kesamping dan merupakan garis lurus ke samping. Sementara dari huruf (h) sampai dengan huruf (m) adalah garis kekerabatan saudara ayah kandung dan saudara ayah seayah serta garis keturunan mereka. Terakhir dari huruf (n) sampai dengan huruf (q) adalah garis kekerabatan saudara kakek kandung dan kekerabatan saudara kakek seayah dan garis keturunan mereka.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *