WALI NIKAH AB’AD PART 1
- Pendahuluan
Keberadaan seorang wali dalam akad nikah adalah suatu yang mesti ada dan tidak sah akad nikah yang tidak dilakukan oleh wali nikah atau wakilnya. Wali nikah ditempatkan sebagai rukun dalam pernikahan, menurut kesepakatan ulama adalah prinsip. Dalam akad nikah itu sendiri wali dapat berkedudukan sebagai orang yang bertindak atas nama mempelai perempuan dan dapat pula sebagai orang yang diminta persetujuannya untuk kelangsungan perkawinan tersebut.
Pengertian wali secara umum adalah seseorang yang karena kedudukannya berwenang untuk bertindak terhadap dan atas nama orang lain. Artinya dalam perkawinan wali itu adalah seorang yang bertindak atas nama calon istri dalam suatu akad nikah.
Wali nikah terbahagi dua, yaitu wali nasab dan wali hakim. Wali nasab adalah anggota keluarga laki-laki dari calon istri yang mempunyai hubungan darah dengan calon istri dari pihak ayah menurut ketentuan hukum Islam.sedangkan wali hakim adalah wali nikah yang ditunjuk oleh Menteri Agama atau pejabat yang ditunjuk olehnya, yang diberi hak dan kewenangan untuk bertindak sebagai wali nikah.
Wali nasab terbagi dua wali aqrab dan wali ab’ad. Wali nasab yang berhak menjadi wali dalam pernikahan adalah wali akrab. Jika ada wali ab’ad bertindak sebagai wali sementara wali akrabnya masih ada maka pernikahan tersebut tidak sah dan batal. Maka salah satu syarat wali nikah adalah harus wali yang paling dekat hubungan nasabnya dengan calon istri atau wali akrab.
Perkara wali nikah dalam suatu pernikahan sangat banyak. Masyarakat masih banyak yang belum memahami fungsi, atau kedudukan wali nikah dengan segala ketentuan yang melekat terhadap keberadaan wali nikah tersebut. Pada akhirnya sering terjadi kesalahpahaman dan perdebatan antara masyarakat dengan petugas KUA ketika adanya pendaftaran kehendak nikah di Kantor Urusan Agama (KUA).
- Wali Dalam Pernikahan.
Keberadaan wali nikah mutlak harus ada dalam sebuah pernikahan. Urgensi adanya wali sangat penting, artinya sangat dibutuhkan peranannya dan pertanggung jawabannya terhadap sah tidaknya suatu akad nikah. Kehadiran seorang wali termasuk salah satu rukun pernikahan. Sebagaimana dijelaskan dalam KHI pasal 14 disebutkan bahwa melaksanakan perkawinan harus ada; calon suami, calon isteri, wali nikah, dua orang saksi, ijab dan qabul.[1]
Pernikahan memiliki syarat dan rukun, diantaranya adanya seorang wali nikah. Wali dalam pernikahan merupakan rukun, artinya harus ada dalam pernikahan bagi seorang calon istri. Tanpa adanya wali, pernikahan dianggap tidak sah.Wali adalah orang yang memegang sah tidaknya pernikahan, oleh karena itu tidak sah pernikahan tanpa adanya wali. Apabila dalam pernikahan tidak ada wali, pernikahan tersebut cacat hukum dan dikategorikan sebagai nikah bathil atau nikah rusak. Berkaitan dengan wali Rasulullah saw bersabda:
عَنْ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا نِكَاحَ إِلَّا بِوَلِيٍّ
Dari Abi Burdah bin Abi Musa dari Ayahnya berkata bahwa Rasulullah saw telah bersabda,”Tidak ada nikah kecuali dengan wali”.[2]
Hal tersebut diperjelas KHI pasal 19 yang menyebutkan bahwa;
“Wali nikah dalam perkawinan merupakan rukun yang harus dipenuhi bagi calon mempelai wanita yang bertindak untuk menikahkannya.” [3]
Wali dalam pernikahan terbagi dua yaitu wali nasab dan wali hakim.
- Wali Nasab
Wali nasab, mempunyai kewenangan dalam perwalian nikah, sesuai urutan kedudukannya yang terdekat dengan calon mempelai perempuan. Kewenangan yang mereka peroleh karena kedudukan mereka sebagai keluarga terdekat. Jika mereka tidak ada, atau mereka tidak memenuhi syarat menjadi wali, atau mereka enggan, perwalian yang seharusnya menjadi hak mereka berpindah kepada hakim.