WALI NIKAH AB’AD PART 3
Dalam tulisan Wali Nikah Ab’ad Part 3 ini penulis tidak lagi menyertakan pendahuluan tetapi langsung ke pembahasan. Apabila pembaca ingin mengetahui pendahuluan maka pembaca kembali membaca Wali Nikah Ab’ad Part 1
- Wali Nikah Ab ad Part 3
Kata ab ad berasal dari kata dasar ba ’a da yang artinya jauh sedangkan lawan kata dari ab ‘ad adalah akrab berasal dari qoroba yang artinya dekat. Kata ab ‘ad dihubungkan dengan wali nikah maka maksudnya adalah wali nikah yang jauh garis nasabnya dari pengantin wanita. Dan sebaliknya, kata akrab jika dihubungkan dengan wali nikah, maksudnya adalah wali nikah yang dekat hubungan nasabnya dengan pengantin wanita. Deretan wali nikah yang paling berhak menjadi wali bagi pengantin wanita adalah wali akrab.
Wali ab ‘ad dalam pernikahan tidak boleh menjadi wali jika masih ada wali akrab, karena Wali ab’ad adalah wali yang masih jauh hubungan kenasabannya dengan pengantin wanita. Seperti kakek adalah wali ab ad jika ayah pengantin wanita masih ada, tetapi ia akan menjadi wali akrab jika ayah pengantin wanita sudah tidak ada.
Dapat dipahami, apabila wali nikah golongan satu nomor urut satu tidak ada maka yang menjadi wali nikah akrabnya adalah wali nikah golongan satu no urut dua, jika wali nikah golongan satu nomor urut dua tidak ada maka yang menjadi wali nikah golongan satu nomor urut tiga yang menjadi wali dan begitu seterusnya. Apabila dalam wali nikah golongan satu tidak ada lagi maka wali nikah golongan dua nomor urut satu yang menjadi wali nikah, jika tidak ada maka nomor urut dua yang kan menjadi wali nikah nya dan demikian seterusnya.
Pernikahan atas nama Iwan Budianto bin Jumingan dan Vina Adelia binti Solihin didaftarkan ke KUA Kecamatan Mataram Baru kabupaten lampung timur walinya adalah paman kandung Bahrudin Bin Asnari, karena orang tua pengantin wanita sudah meninggal. Saat pemeriksaan di tempat pengantin wanita di desa Mandala Sari. Setelah serah terima pengantin acara akad nikah pun segera dimulai petugas menanyakan ”walinya mana?”, datanglah seorang laki-laki, petugas menanyakan kepada laki-laki tersebut ”Bapak Bahrudin ya”, ”bukan Pak, Nama saya Syamsudin, Bahrudin itu adik saya, Solihin, orang tua dari Vina Adelia ..juga adik saya, saya kakaknya”. Kemudian dilaksanakan pernikahan dari pasangan ini dengan wali Samsudin kakak kandung dari Solihin sementara yang tertulis dalam kata nikahnya adalah Bahrudin adik kandung wali nikah Solihin. Sebelumnya petugas telah menyampaikan kepada pengantin wanita bahwa yang dituliskan dalam buku nikahnya sebagai wali nikah adalah Bahrudin. “Ya udah pak gak pa pa ” jawab pengantin wanita .
Dalam KHI diterangkan bahwa jika terdapat Wali yang sederajat maka didahulukan yang lebih tua tetapi ketika dilaporkan pernikahan Inikah KUA Kecamatan Mataram Baru dan mereka mengatakan bahwa orang tuanya tidak ada maka ditanyakan saudaranya juga tidak ada. Waktu ditanyakan apa pamannya ada? Pengantin wanita mengatakan “ada”. Pemahaman Paman bagi mereka adalah adik dari Ayah padahal yang menjadi wali seharusnya adalah paman yang lebih tua atau kakak dari ayah (pakde) tetapi Pak Syamsudin ini mengatakan “ya udah pak yang menjadi wali di situ adalah Bahrudin, enggak apa-apa”. Petugas KUA saat memeriksa tentang walinya, ada perbedaan dalam memahami kata paman (amm) dalam pemahaman masyarakat dengan maksud yang sebenarnya. Dalam bahasa masyarakat kata paman (amm) sering diartikan dengan adek bapak atau paklek, yang sebenarnya kata amm adalah saudara bapak baik ia yg lebih tua (kakak bapak) ataupun yang lebih muda (adik bapak) tetapi masyarakat mengartikannya dengan adik bapak (yang lebih muda). Pengantin yang melaporkan kehendak pernikahnnya memahaminya juga demikian, maka wali yang dilaporkan adalah adek bapaknya atau pekliknya Bahrudin padahal masih ada kakak bapaknya yaitu Samsudin. Dalam KHI pasal 21 ayat (4) berbunyi : (4) Apabila dalam satu kelompok, derajat kekerabatannya sama yakni sama-sama derajat kandung atau sama-sama dengan kerabat seayah, mereka sama-sama berhak menjadi wali nikah, dengan mengutamakan yang lebih tua dan memenuhi syarat-syarat wali. Dalam hal ini yang lebih tua adalah Samsudin tetapi dilaporkan Bahrudin. Akhirnya di nikahkanlah pengantin ini dengan wali Syamsudin tetapi dicatatkan di buku nikah adalah walinya Bahrudin
- Analisis Wali Nikah Ab’ad
Dari penjelasan di atas dapat analisis hukum dari pernikahan yang terjadi di KUA Kecamatan Mataram Baru sebagai berikut :
- Mendahulukan Syariah (Syariah oriented)
Pelaksanaan pernikahan dengan wali nikah aqrab dan dituliskan dengan wali ab’ad diatas adalah mendahulukan syariah. Pernikahan yang dilaksanakan sesuai dengan hukum islam harus dilakukan dengan wali akrab walaupun dicatatkan dengan wali nikah ab’ad. Melaksanakannya dengan tata cara hukum Islam adalah mendahulukan syariah. Jika dilaksanakan dengan wali ab’ad maka pernikahan tersebut tidak sah karena masih ada wali akrabnya. jika dilaksanakan sesuai dengan laporan maka pernikahan suami istri diatas tidak sah. Kebijakan petugas melaksanakannya dengan wali adalah akrab untuk menjaga agar tetap sah pernikahan suami istri tersebut. Dan pernikahan suami istri diatas sesuai dengan agama dan kepercayaan nya. Kaidah mengatakan “ ma tsabata bis syar’i muqoddamun ala ma wajaba bisy syarthi “ Artinya: “Apa yang telah tetap menurut syara‟ didahulukan daripada yang wajib menurut syarat.”.
- Menyalahi UU perkawinan
Khususunya tidak sesuai dengan pasal 2 ayat 2 undang undang nomor 1 tahun 1974 tentang pernikahan yang berbunyi “(2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.” dicatatkan dalam ayat tersebut adalah ditulis dengan keadaan yang terjadi, sementara dalam pernikahan diatas dilaksanakan dengan wali nikah akrab tapi dicatatkan dengan wali nikah abad.
- Mentat Undang Undang
Pernikahan dengan wali akrab dicatatkan dengan wali ab ad adalah usaha untuk mentaati perundang undangan terutama dalam undang undang pernikahan. Tujuannya benar tetapi jalan yang ditempuh tidak benar. Karena dalam undang undang syarat seorang dewasa adalah umur 19 tahun sementara Jika pengantin wanita diam, tidak memberitahukan yang sesungguhnya tentang wali nikahnya kepada kua, maka mereka akan menikah dengan orang yang bukan wali nasab dan juga bukan wali hakim, yang jelas jelas itu tidak sesuai dengan agama dan kepercayaan mereka.
Pencatatan pernikahan yang tidak sesuai dengan agama dan kepercayaan masing masing tentu saja tidak sesuai dengan undang undang, tujuan salah dan jalannya juga salah. Peristiwa pernikahan dengan wali akrab tetapi dicatat dengan wali ab’ad adalah sesuatu usaha untuk mematuhi ketentuan undang undang. Penulisan akta nikah pada kolom wali nikah paman dan dilaksanakan dengan saudara kandung atau dituliskan dengan pak lik tapi dilaksanakn dengan pakde dan penulisan dengan paman ayah tetapi dilaksanakan dengan paman ayah tidak mempengaruhi keabsahan pernikahan tersebut, tetapi pencatatan peristiwa pernikahan tersebut menyatakan bahwa peristiwa pernikahan itu memang ada dan terjadi. Kaidah fikih mengatatakan ’tasorruful imam ’ala ro’iyah manutun bilmaslahah’ . “ kebijakan pemimpin ( pemerintah) terhadap rakyatnya ada dikaitkan dengan kemaslahatan.” Pencatatan diwajibkan dalam rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak sebagai warga negara. Hal tersebut merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pencatatan perkawinan yang dilakukan oleh negara untuk warga negaranya karena Perkawinan adalah perbuatan hukum penting dalam kehidupan yang dilakukan oleh pasangan yang bersangkutan dan tentu menimbulkan konsekuensi yuridis yang sangat luas. Berkaitan dengan hal tersebut, dokumen yang dihasilkan dari pencatatan perkawinan di kemudian hari dapat dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik, sehingga perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul dari suatu perkawinan dapat terselenggara secara efektif dan efisien.
- Kesimpulan
Pernikahan dengan wali akrab yang terjadi di KUA Kecamatan Mataram Baru dan dicatatkan dengan wali nikah ab’ad
- Mendahulukan Syariah (Syariah oriented)
- Menyalahi UU perkawinan
- Mentaati Undang Undang