Nasab adalah pertalian kekeluargaan berdasarkan hubungan darah melalui akad nikah yang sah. Untuk dapat menghubungkan nasab seorang anak kepada ayahnya dibutuhkan dua syarat, yaitu hubungan darah dan akad nikah yang sah. Bila hanya terdapat satu syarat, baik hubungan darah seperti hamil diluar pernikahan maupun akad nikah saja seperti istri yang dihamili orang lain maka nasab pun tidak dapat dihubungkan antara seorang ayah dengan anak.
Pernikahan yang terjadi dari pengantin diatas dapat dilihat bahwa orang yang tertulis dalam KK dan Akta kelahiran calon istri bukan wali nasabnya karena tidak memenuhi dari dua syarat dari syarat hubungan nasab, hal ini diketahui dari pengakuan pengantin wanita, maka KUA melaksanakannya dengan wali hakim sebagai wali yang sah dalam pernikahannya. Dengan solusi menuliskan wali orang yang tertera dalam akta kelahiran dan kk adalah :
- Mendahulukan Syariah (Syariah oriented)
KUA Kecamatan Mataram baru mencatat akta nikah dan buku nikah berbeda dengan apa yang dilaksanakan bukan berarti tidak punya alasan. Seluruh persyaratan pokok pernikahan dan data kependudukan tertulis ayah tiri. Dalam perspektif yuridis formal (yang tertulis dalam N1 kk dan akta lahir), apa yang dilakukan kepala KUA tersebut adalah tindakan illegal walaupun akad nikah nya sudah legal. Jika dilaksanakan secara yuridis formal maka pernikahan pengantin diatas tidak sah, karena posisi orang yang menjadi ayah dalam dokumen yang sudah ada bukan wali nasab. Pernikahan dengan wali orang lain yang tidak ada kaitan nasabnya dengan calon istri adalah pernikahan batal atau tidak sah.
Pasangan pengantin ini akan berdosa jika yang dilanggar adalah ketentuan agamanya. Dengan keterusterangan mereka kepada pihak KUA bahwa apa yang tertulis dalam akta lahir dan lainnya adalah ayah tiri (palsu), bahkan kepala desa juga menandatangani pengakuan mereka tersebut, ini menunjukkan bahwa ketaatan beragama mereka lebih tinggi dari pada kepatuhan terhadap undang undang. Kaidah mengatakan ’ma tsabata bisy syar’i muqoddamun ’ala ma wajaba bisy syarthi, “Sesuatu yang ditetapkan syara’ harus didahulukan dari pada sesuatu yang diwajibkan syarat.
- Menghindari Mafsadah Yang Lebih Besar
Jika dituliskan dengan wali hakim sebagaimana peristiwa pernikahan sebenarnya maka akan menyulitkan pengurusan administrasi yang lain bagi calon istri karena dalam akta lahir dan KK ayahnya ada di tempat akad nikah, tidak hilang. Karena dalam surat pernyataan wali hilang dari calon istri dan surat keterangan kepala desa adalah orang yang berbeda dengan orang yang ada dalam akta kelahiran. Maka tidak ada alasan untuk menuliskannya dengan wali hakim.
Jika surat keterangan kehilangan wali yang dibuat oleh calon istri menerangkan yang hilang atau tidak diketahui keberadaannya tersebut adalah orang yang sama dalam akta kelahiran maka, pencatatan akad nikah dituliskan dengan wali hakim, dan tidak ada alasan untuk mencatanya dengan wali nasab, karena sudah memenuhi syarat berpindahnya wali nasab ke wali hakim yaitu hilang atau mafquth. Alasan lain adalah menjaga amarah ayah tiri dari salah satu calon istri. ” saya ini dianggap apa kalau ditulisakan wali hakim dalam buku nikahnya ”[36] kata kepala KUA Mataram Baru dengan nada emosi menirukan perkataan Managam Gultom saat bertemu dengan kepala KUA Mataram Baru.
Seharusnya N1, KK, dan Akta lahir yang tertulis adalah ayah kandungnya, tetapi penulisan ayah kandung dalam berkas kehendak nikah, tidak bisa dituliskan karena mengikuti akta kelahiran dan kk ayah tirinya. Jika yang tertulis dalam akta kelahiran dan kk ayah kandung, tentu dalam surat pengantar nikah pun akan dituliskan ayah kandungnya, dan akan sesuai dengan surat keterangan wali ghaib dan surat keterangan kepala desa, maka bisa ditulis dalam akta nikah wali hakim.