“Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam setiap perkawinan harus dicatat”.[3]
- Mempunyai Kekuatan Hukum.
Pernikahan yang dilakukan di luar pengawasan Pegawai Pencatat Nikah (PPN) tidak mempunyai kekuatan hukum. Dalam Pasal 6 ayat (2) KHI disebutkan:
“(2) Perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan Pegawai Pencatat Nikah tidak mempunyai kekuatan Hukum”.[4]
Walaupun pernikahan tersebut telah dilaksanakan sesuai ketentuan syariat agama Islam, namun masih dianggap sebagai tindakan penyelundupan hukum. Adanya pencatatan pernikahan bertujuan untuk menjadikan peristiwa pernikahan jelas terhadap pihak yang terkait. Status hukum orang yang bersangkutan menjadi jelas dan aman. Pernikahan yang dianggap legal secara hukum adalah pernikahan yang dicatat oleh penghulu/PPN. Legalitas formal ini memberikan kepastian hukum bagi keabsahan suatu ikatan pernikahan bagi suami maupun istri, dan bagi anak anak yang akan dilahirkan.
- Perlindungan Hukum.
Pengaduan suami atau istri tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) sebagai korban tidak akan dibenarkan. Karena pihak yang mengadukan tidak mampu menunjukkan akta nikah yang resmi. Adanya resepsi dan saksi yang hadir saat prosesi pernikahan sudah memenuhi salah satu syarat sahnya pernikahan. Namun akan lebih baik lagi jika pernikahan itu dicatatkan untuk memperoleh perlindungan hukum. Dengan hadirnya penghulu, maka negara ikut mengakui adanya pernikahan. Ini merupakan cara terbaik untuk mencegah fitnah serta memberikan posisi yang pasti bagi suami dan istri di hadapan hukum. Meski pernikahan dilakukan menurut agama dan kepercayaan, namun di mata negara pernikahan tersebut dianggap tidak sah jika belum tercatat.
- Melindungi Harta
Pencatatan nikah juga bermanfaat memberikan perlindungan hukum terhadap harta yang didapat dalam pernikahan. Apabila terjadi perselisihan yang mengakibatkan keduanya berpisah, maka tidak ada pembagian gono gini, karena tidak ada pencatatan pernikahan yang membuktikan keduanya sebagai sepasang suami istri yang sah di hadapan hukum. Jika salah satu tidak menunaikan kewajibannya maka yang lain tidak dapat menuntut supaya memenuhi tanggung jawabnya. Akta nikah adalah bukti yang memuat peristiwa hukum pernikahan, sehingga pernikahan mempunyai kekuatan hukum yang pasti.[5]
- Alat Bukti Otentik.
Pernikahan dibuktikan dengan akta nikah, dan suami isteri mendapat buku nikah, maka akta nikah itu dapat dijadikan sebagai alat bukti adanya pernikahan. Akta nikah kegunaannya adalah agar lembaga pernikahan memiliki tempat yang sangat penting dan strategis dalam masyarakat Islam. Akta nikah dapat melindungi dari upaya upaya negatif, pihak pihak yang tidak bertanggung jawab. Pencatatan pernikahan yang menerbitkan akta nikah merupakan alat bukti otentik adanya pernikahan dengan termuatnya tanda tangan para pihak dalam Akta nikah tersebut.[6]
- Anak Terlindungi.
Upaya perlindungan terhadap anak perlu dilaksanakan sedini mungkin. Sejak calon mempelai melangsungkan pernikahan agar anak yang akan dikandung sampai lahir, tumbuh dan berkembang sebagai anak yang berkualitas baik secara mental maupun spiritual. Upaya yang harus dilakukan oleh calon mempelai antara lain adalah mendaftarkan dan mencatatkan pernikahan mereka kepada lembaga yang berwenang. Melalui proses pencatatan pernikahan, suatu pernikahan yang dilakukan dapat dibuktikan bahwa benar benar ada sehingga terwujud kepastian hukum bagi anak anak yang terlahir dari ikatan pernikahan tersebut. Anak dapat membuktikan kedudukannya dengan mudah di hadapan hukum maupun di dalam lingkungan masyarakat sebagai anak yang sah dari orang tuanya .[7]