Wali Nikah Palsu Part 1

Wali Nikah Palsu Part 1

Wali hakim adalah wali nikah yang ditunjuk oleh Menteri Agama atau pejabat yang ditunjuk olehnya. Yang diberi hak dan kewenangan untuk bertindak sebagai wali nikah. Wali hakim dapat bertindak sebagai wali nikah, apabila wali yang lebih dekat tidak ada atau tidak memenuhi syarat menjadi wali dan boleh jadi pindah kepada wali yang lebih jauh. Apabila wali yang lebih dekat sedang berpergian atau tidak di tempat, maka wali yang jauh hanya dapat menjadi wali apabila telah mendapat kuasa dari wali yang lebih dekat. jika pemberi kuasa tidak ada maka hak perwalian pindah kepada wali hakim.

Beralihnya hak perwalian kepada wali hakim ditentukan apabila memang seluruh urutan tertib wali nasab sudah tidak ada atau masih ada tetapi pada urutan paling dekat dari jajaran wali nasab tersebut ternyata terdapat halangan untuk melaksanakannya. Sebagai gambaran mengenai berpindahnya wali nasab kepada wali hakim, misalnya Ikhwan adalah wali nikah bagi calon mempelai yang bernama Nisa, dengan kedudukan sebagai saudara kandung. Ikhwan mempunyai halangan menjadi wali, karena dipenjara sehingga tidak mungkin untuk menghadirkannya, dan tidak bisa bertindak melaksanakan haknya sebagai wali nikah. Dalam kejadian seperti ini, hak walinya tidak beralih kepada paman sebagai wali sesudahnya, akan tetapi yang bertindak menjadi wali adalah pemerintah atau wali hakim. Alasan lain yang menjadikan wali hakim bertindak sebagai wali nikah sekalipun wali masih ada, adalah jika wali yang terdekat (akrab) sedang ihram, atau tidak mau menjadi wali atau enggan untuk menikahkan atau wali itu sendiri yang hendak  menikahi perempuan tersebut.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat dipahami bahwa wali hakim dalam fungsinya sebagai wali nikah adalah menggantikan wali nasab. Artinya selama wali nasab tidak  mempunyai halangan atau tidak kehilangan haknya sebagai wali nikah, wali hakim tidak boleh dan tidak berhak menikahkan atau menjadi wali nikah. Kewenangan wali hakim sebagai wali nikah merupakan kewenangan dari fikih munakahat yang diberikan kepada Pemimpin atau Kepala Negara yang berfungsi sebagai pengganti wali nasab yang tidak dapat melaksanakan tugasnya sebagai wali nikah disebabkan oleh halangan halangan yang dibenarkan oleh hukum.

Fikih munakahat adalah rujukan dalam ketentuan KHI. Pernikahan yang dilaksanakan dengan wali hakim dipandang sah oleh KHI, sepanjang perpindahan hak wali nasab ke wali hakim tersebut sesuai dengan ketentuan yang ada dalam KHI. Maka pandangan fiqih munakahat tentang peralihan hak perwalian dalam pernikahan dari wali nasab ke wali hakim merupakan ketentuan hukum darurat, atau dengan kata lain berfungsinya wali hakim sebagai wali nikah dipandang sebagai hukum darurat. Jika demikian pandangan fiqih munakahat, maka demikian pulalah pandangan KHI, sebab apa yang dipandang sah oleh fiqih munakahat tentang wali hakim maka pandangan sah juga oleh KHI.

Dengan demikian kedudukan wali hakim berdasarkan Undang undang perkawinan adalah sebagai pelaksana ijab dalam akad nikah, dan merupakan pengganti wali nasab atau wali aqrab yang tidak dapat melaksanakan tugasnya sebagai wali nikah disebabkan oleh halangan halangan yang dibenarkan oleh fikih munakahat. Seperti halangan halangan internal atau bersifat pribadi dari wali tersebut, karena wali tersebut adhal (enggan dan menolak untuk menikahkan mempelai wanita). Ataupun karena halangan eksternal dari wali tersebut disebabkan mafqud (tidak diketahui keberadaannya), atau dikarenakan sakit, wafat, jauh dari lokasi pernikahan, atau belum memenuhi syarat syarat wali yang telah ditetapkan dalam fikih munakahat dan KHI, seperti belum baligh, atau dikarenakan wali tersebut gila.

Leave a Comment

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *