WALI NIKAH PALSU PART 3

WALI NIKAH PALSU PART 3

Dalam membahas Wali Nikah Palsu Part 3 ini juga penulis tidak membuat pendahuluan lagi tetapi mengikuti pendahuluan yangada dalam Wali Nikah Palsu Part 1. Penulis disini lansung ke  pembahasan

  1. Wali Nikah Palsu

Wali nikah sebagaimana diterangkan di atas adalah orang yang memegang sah tidaknya pernikahan, oleh karena itu tidak sah pernikahan tanpa adanya wali. Sementara palsu dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tidak tulen, tidak asli, tidak sah, gadungan.[1] Wali nikah jika dihubungkan dengan kata palsu maka berarti wali nikah yang tidak asli, wali nikah tidak sah, sedangkan pernikahan yang dilaksanakan dengan wali nikah yang bukan asli maka pernikahan tersebut tidak sah karena wali nikah yang asli adalah wali nasab atau wali hakim.

Havid Sharoni bin Muhrodin dengan Emy Irawati binti Subur Harianto dari desa Kebon Damar datang ke kantor KUA Kecamatan Mataram Baru Kabupaten Lampung Timur untuk mendaftarkan pernikahannya. Calon mempelai ini mendaftarkan pernikahannya 12 juli 2021 dengan membawa berkas persyaratan nikah surat pengantar nikah, N1, calon suami dari desa Karang Anyar Kecamatan Labuhan Maringgai yang ditandatangani kepala desa. Surat permohonan kehendak nikah,N2, ditandatangan oleh calon suami, Havid Sakroni, Persetujuan mempelai,N3 ditandatangani oleh kedua calon pengantin Havid Sakroni dan Emy Irawati, dan persetujuan orang tua, N4 ditandatangani oleh kedua orang tua calon suami, Berkas pendukung dari berkas nikah tersebut disertakan juga berupa akta kelahiran Kartu Keluarga dan Kartu Tanda Penduduk.

Berkas calon istri atas nama Emy Irawati dari desa Kebon Damar berupa surat pengantar nikah, N1 tertandatangan kepala desa Kebon Damar. Permohonan kehendak nikah, N2 ditandatangan calon mempelai perempuan dengan rencana nikah hari kamis tanggal 29 juli 2021. Surat Persetujuan mempelai, N3 sebagai persetujuan kedua calon mempelai maka ditandatangani oleh kedua calon mempelai, dan surat izin orang tua, N4 keduanya ditandatangani oleh orang tua kedua mempelai masing  masing . Serta berkas pendukung berupa akta lahir, KK, KTP, dan ijazah juga terlampir.

Semua berkas calon suami tidak ada masalah dan lengkap dengan rekomendasi dari KUA Kecamatan Labuhan Maringgai tertandatangan kepala KUA,  karena calon suami berasal dari luar Kecamatan Mataram Baru. Berkas  calon istri dalam N1 tertulis nama ayahnya subur hariyanto, begitu juga dalam fotokopi KTP, fotokopi KK, fotokopi akta kelahiran, dan fotokopi ijazah.

Pengakuan calon istri, Emy Irawati saat pemeriksaan berkas, bahwa Subur Hariyanto bukan ayah kandungnya walaupun tertulis dalam KK, akta lahir dan ijazah serta dalam berkas yang lain tertulis nama Subur Haryanto. ”pak Subur bukan bapak kandung saya ” ucap Emy kepada petugas saat pemeriksaan berkas. Perkataan Emy ini dibenarkan oleh bapak Subur Hariyanto, ”iya pak emy Irawati ini bukan anak kandung saya, saya menikah dengan ibunya, dia ini sudah ada” ucap bapak Subur Hariyanto membenarkan omongan Emy Irawati. ”Pengurusan KK dan KTP dilakukan setelah saya pindah ke Lampung tepatnya bulan Februari 2019” lanjut bapak Subur Hariyanto.[2]

Berkas nikah yang berbeda dengan kenyataan yang sebenarnya ini dikonsultasikan dengan bapak kepala KUA, beliau menyarankan untuk membuat surat pernyataan kehilangan wali yang ditanda tangani oleh calon istri diatas materai dan disaksikan dua orang saksi serta diketahui oleh kepala desa Kebon Damar. Bahkan dalam hal ini kepala desa Kebon Damar juga membuatkan surat keterangan bahwa wali nikah ayah kandung dari Emy Irawati ini hilang atau tidak diketahui keberadaannya. Sebagaimana PMA pasal 13 ayat (1)  jika seorang calon pengantin tidak mempunyai wali maka walinya berpindah kepada wali hakim dengan ketentuan membuat surat permohonan wali hakim.

Kemudian calon istri membuat permohonan kepada bapak kepala KUA untuk menjadi wali hakim dalam pernikahannya. Setelah menunggu sampai hari pernikahannya maka di nikahkanlah oleh wali hakim kedua calon mempelai Havid Sharoni dan Emy Irawati pada hari kamis tanggal 29 juli 2021 dengan mas kawin seperangkat alat sholat yang disaksikan Subadri dan Mansur Hidayat, tetapi dicatatkan dengan wali nasab ayah kandung Subur Hariyanto bin Klepuk dan dicatatkan dalam akta nikah nomor 126/30/VII/2021 dengan nomor seri buku nikah la 102894027.

  1. Analisis Tentang Wali Nikah Palsu

Uraian pernikahan dengan wali hakim dan dicatatkan dengan wali nasab diatas maka dapat peneliti simpulkan sebagai berikut

  1. Sesuai UU nomor 1 tahun 1974 pasal 2 ayat 1.

Peristiwa pernikahan dengan wali hakim seperti kasus diatas sesuai dengan Undang undang nomor 1 tahun 1974 tentang pernikahan khususnya pasal 2 ayat (1) yang berbunyi:

Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing masing agamanya dan kepercayaannya itu.[3]

Pasal 2 ayat (1) ini melegalisasi hukum agama untuk pelaksanaan pernikahan, Sedangkan untuk masyarakat yang beragama islam di Indonesia hukum agama dalam pelaksanaan pernikahan adalah KHI. Syarat yang tertulis dalam KHI sebagai syarat nikah adalah adanya calon suami, calon istri, wali nikah, dua saksi dan ijab qobul,

Wali nikah dalam hal ini hilang atau tidak diketahui keberadaannya maka wali hakimlah yang akan menjadi wali dalam pernikahannya. Calon istri yang tidak mempunyai wali nasab, wali hakim lah yang akan menjadi walinya. Sebagaimana yang tertulis dalam KHI pasal 23 ayat (1) dan diterangkan dalam pasal 2 ayat 1 PMA 30 tahun 2005, serta dalam PMA 20 tahun 2019 tentang pencatatan pernikahan pasal 13 ayat (2).[4] Pernikahan diatas dilaksanakan dengan wali hakim karena wali nasab ayah kandung tidak diketahui keberadaannya atau hilang dengan pengakuan mereka dan surat pernyataan dari calon istri yang diketahui oleh kepala desa

  1. Tidak sesuai UU nomor 1 tahun 1974 pasal 2 ayat 2.

Peristiwa pernikahan dengan wali hakim tetapi dicatatkan dengan wali nasab  yang terjadi di KUA Kecamatan Mataram Baru tidak sesuai dengan pasal 2 ayat (2) yang berbunyi:

(2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.[5]

Pencatatan pernikahan merupakan salah satu prinsip hukum perkawinan nasional yang bersumber pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Pasal 2 adalah lanjutan dari pasal 1, kata ”dicatat menurut  peraturan perundang undangan yang berlaku”, maka dicatat dengan kenyataan yang sebenarnya terjadi dalam pasal 1.

Undang Undang fungsinya adalah mengontrol syarat nikah secara hukum agama juga mengontrol syarat nikah secara hukum administrasi atau undang undang. Kenyataan yang terjadi di KUA Kecamatan Mataram Baru tidak terpenuhi dengan ketentuan undang undang pernikahan pasal 2 ayat 2. Karena pernikahan mempelai di atas, hukum agama terpenuhi tetapi hukum administrasi, legalitas formal tidak terpenuhi. Bukti hukum yang direkam dalam sebuah pencatatan pernikahan yang sah tidak sesuai dengan peristiwa hukum yang terjadi. Dalam prakteknya, kewajiban pencatatan yang dituangkan dalam pembuatan akta nikah berbeda dengan kenyataan yang sesungguhnya terjadi.

  1. Solusi Terhadap Wali Nikah Palsu

Pernikahan dengan wali hakim dan dicatatkan dengan wali nasab ayah kandung sebagaimana yang tertulis dalam surat kehendak nikah (N1), akta lahir kk, dan ijazah, yang sesungguhnya bukan wali nasab calon istri dari pengakuannya.

Nasab adalah pertalian kekeluargaan berdasarkan hubungan darah melalui akad nikah yang sah. Untuk dapat menghubungkan nasab seorang anak kepada ayahnya dibutuhkan dua syarat, yaitu hubungan darah dan akad nikah yang sah.  Bila hanya terdapat satu syarat, baik hubungan darah seperti hamil diluar pernikahan maupun akad nikah saja seperti istri yang dihamili orang lain maka nasab pun tidak dapat dihubungkan antara seorang ayah dengan anak.

Kasus yang terjadi dari pengantin diatas dapat dilihat bahwa orang yang tertulis dalam KK dan Akta kelahiran calon istri bukan wali nasabnya karena tidak memenuhi dari dua syarat dari syarat hubungan nasab, hal ini diketahui dari pengakuan calon istri, maka KUA melaksanakannya dengan wali hakim sebagai wali yang sah dalam pernikahannya. Dengan solusi menuliskan wali orang yang tertera dalam akta kelahiran dan kk adalah :

  1. Menghadirkan Kebenaran

Merujuk kepada Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) yang menentukan bahwa suatu perkawinan harus dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya dan dicatatkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan ini merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisah keberlakuannya. Apabila hanya memenuhi salah satu ketentuan saja, maka peristiwa perkawinan tersebut belum memenuhi unsur hukum yang ditentukan oleh undang-undang. Ada manipulasi data dalam pencatatannya.

Siapapun yang bertindak manipulatif maka akan berhadapan dengan peraturan perundangan yang berlaku. Bagi PPN/Kepala KUA bisa dikenakan sanksi disiplin Pegawai Negeri sipil, sanksi administratif sampai kepada pemberhentian, bahkan pidana. Jika ini yang dihadapkan kepada KUA Kecamatan Mataram Baru, maka hal yang sama akan diterima terlebih dahulu oleh instansi Catatan Sipil karena data pertama dari catatan sipil yaitu akta lahir kk dan ktp calon istri yang tidak sesuai dengan data yang sebenarnya. Justru  menurut penulis kebenaran yang sesungguhnya dari data calon istri ini dimulai dari KUA Kecamatan Mataram Baru dengan perintah kepala KUA kepada calon istri untuk membuatkan surat pernyataan kehilangan wali, tetapi pihak KUA tidak bisa menuliskannya dengan wali hakim karena berbenturan dengan administrasi yang lain.

Adanya pengakuan dari calon istri dengan adanya surat pernyataan kehilangan wali yang diketahui kepala desa dan dua orang saksi, artinya kebenaran ini bukan hanya datang dari seorang pengantin saja tetapi dari banyak orang termasuk ayah tirinya, dua saksi serta kepala desa. Dua orang saksi sudah cukup kuat dalam transaksi muamalah. Pernikahan selalu disamakan dengan transaksi muamalah. Kaidah mengatakan ” Ma la yudroku kulluh la yutroku kulluh,  Sesuatu yang tidak dapat dilaksanakan seluruhnya bukan berarti ditinggalkan seluruhnya ”.

  1. Kasus Khusus (Dhoruri)

Pernikahan yang dilaksanakan wali hakim yang bertindak sebagai wali dalam akad nikah, adalah upaya mengesahkan pernikahan menurut agama islam, Sementara ayah tiri sebagai wali dalam akta nikah adalah upaya memudahkan administrasi untuk ketiga pasang pengantin tersebut diatas. Menurut penulis, penulisan wali ayah yang tertera dalam akta kelahiran pada buku nikah bukan formalitas belaka. Karena sesuatu yang formalitas hanyalah untuk menunaikan kewajiban saja, penulisan wali dengan mengikuti apa yang tertulis dalam akta kelahiran adalah memberikan kemudahan bagi pengantin dalam mengurus administrasi lainnya.

Menurut penulis dalam kasus seperti ini adalah sesuatu yang dikecualikan dalam pencatatan pernikahan karena kebutuhan akan akta pernikahan. Kaidah mengatakan ’Al hajatu tunazzalu manzilata dhoruroti ’ammatan kanat au khossotan’, Kebutuhan ditempatkan pada tempat darurat, baik kebutuhan itu bersifat umum atau khusus”.

 

  1. Kesimpulan

Pernikahan dengan wali hakim yang terjadi di KUA Kecamatan Mataram Baru dan dicatatkan dengan wali nikah yang tertulis dalam surat pengantar kehendak nikah (N1), akta kelahiran Kartu keluarga (KK),  ijazah yang notabene bukan wali nasab adalah sesuai dengan pasal 2 ayat 1 dan tidak sesuai dengan ayat 2 tetapi dicatatkan oleh kua mataram baru dengan alasan

  1. Menghadirkan Kebenaran
  2. Kasus Khusus (Dhoruri)

[1] . https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/palsu di unduh tanggal 13 november 2022 jam 10.00

[2] . wawancara dengan vina efri liandari (pramubakti  KUA kecamatan Mataram Baru ) tanggal 10 januari 2021

[3] . Undang Undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan

[4] . lihat hal 16 dan 17

[5] . Undang Undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *