Waris (Faraidh I)
Mengapa kita harus belajar waris ?
A : Mengenal Ilmu Waris
Ilmu waris dalam disiplin ilmu fiqih bisa disebut juga dengan ilmu faraidh atau ilmu mawaris.
Diantara para sahabat yang masyhur keilmuannya dalam bidang ilmu waris ini adalah Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Mas’ud dan Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhum ‘ajma’iin.1
Dari keempat sahabat di atas yang paling ahli dalam masalah ilmu waris adalah sahabat Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu.2
1. Pengertian Ilmu Waris
Ilmu waris adalah ilmu yang mempelajari bagaimana tata cara pembagian harta warisan yang sesuai dengan aturan islam.
Dalam ilmu waris setidaknya kita dapati ada beberapa pembahasan penting yang bisa kita pelajari. Diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Perbedaan Antara Hibah, Wasiat &
b. Mengenal Ahli Waris
c. Mengetahui Bagian Pasti Ahli Waris
1 al-Fiqhu al-Manhaji Ala Madzhabi al-Imam asy-Syafi’iy, Jilid 5, Halaman 69.
2 al-Fiqhu al-Manhaji Ala Madzhabi al-Imam asy-Syafi’iy, Jilid 5, Halaman 69.
d. Mengetahui Syarat-Syarat Bagian Pasti Ahli Waris
e. Mengetahui Konsep Hijab Ahli Waris
f. Praktek Menghitung Pembagian Harta Warisan.
g. Masalah Aul & Radd
h. Masalah Umariyatin
i. Masalah Musytarakah
j. Masalah Akdariyah
k. Masalah Munasakhat
Dan masih banyak lagi pembahasannya. Namun setidaknya 11 pembahasan di atas sudah mewakili apa itu ilmu waris beserta pembahasannya.
2. Hukum Menerapkan Ilmu Waris
Kedudukan ilmu waris ini sama seperti kedudukan shalat. Shalat itu jika tidak dikerjakan maka berdosa besar. Begitu juga masalah ilmu waris apabila tidak diamalkan maka pelakunya juga telah melakukan dosa besar.
Oleh karena itu hukum menerapkan ilmu waris ini adalah wajib. Sama seperti kita mengerjakan shalat 5 waktu yang juga hukumnya wajib. Artinya ketika kita tidak mengamalkan ilmu waris seusai ajaran islam maka itu sama halnya seperti kita tidak mengerjakan shalat 5 waktu.
Apakah kita berani meninggalkan shalat 5 waktu sekali saja? Jawabannya tentu kita tidak berani. Nah, jika tidak berani meninggalkan shalat maka seharusnya juga kita tidak berani meninggalkan hukum waris islam ini.
Silahkan simak fatwa dari para ulama kita di bawah ini yang bermadzhab Syafi’iy terkait hukum menerapkan ilmu waris. DR. Musthafa al-Khin dan DR. Musthafa al-Bugha menyebutkan bahwa:
نظام الميراث نظام شرعي ثابت بنصوص الكتاب والسنة وإجماع
الأمة،. شأنه في ذلك شأن أحكام الصلاة والزكاة، والمعاملات،
والحدود. يجب تطبيقه، والعمل به، ولا يجوز تغييره، والخروج عليه. الفقه المنهجي على مذهب الإمام الشافعي /5) (71
Peraturan hukum waris adalah peraturan yang ditetapkan oleh al-Quran, Hadits dan ijma’ kaum muslimin. Kedudukan ilmu waris ini sama seperti masalah shalat, zakat, muamalah serta hudud yang mana semuanya wajib diterapkan. Dan wajib pula untuk diamalkan. Tidak boleh menggantinya atau keluar dari hukum waris islam. (al-Fiqhu al-Manhaji ‘Alaa Madzhabil Imam asy-Syafi’iy)
B : Mengapa Kita Harus Belajar Ilmu Waris
Sekali lagi Penulis ingatkan bahwa inti pembahasan dari pada artikel ini sebetulnya adalah pembahasan mengenai mengapa kita harus belajar ilmu waris.
Nah, Setidaknya ada 5 alasan kenapa kita harus belajar ilmu waris atau ilmu tata cara pembagian harta warisan yang sesuai dengan ajaran islam.
5 alasan itu diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Perintah Khusus Dari Nabi SAW
Jadi mengapa kita harus belajar ilmu waris. Alasan pertama adalah karena ada perintah khusus dari Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam untuk mempelajari ilmu waris.
Meskipun shalat 5 waktu itu hukumnya wajib dan menjadi salah satu dari rukun islam, namun kita belum pernah mendengar hadits Nabi shallallahu alaihi wasallam yang memerintahkan secara khusus untuk mempelajari ilmu tentang shalat.
Berbeda halnya dengan masalah ilmu waris, ternyata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam secara khusus telah memberikan perintah untuk mempelajari ilmu waris.
عن عبد الله بن مسعود رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: تعلموا القرآن وعلموه الناس، وتعلموا الفرائض وعلموه الناس. رواه الحاكم.
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu beliau berkata: Rasulullullah shallallahu alaihi wasallam telah bersabda: Pelajarilah al-Quran dan ajarkanlah kepada orang-orang. Dan pelajarilah ilmu faraidh (ilmu waris) dan ajarkanlah kepada orang- orang. (HR. al-Hakim)
Oleh sebab itu mempelajari ilmu waris ini hukumnya wajib. Karena ada perintah khusus dari Nabi shallallahu alaihi wasallam untuk mempelajari ilmu waris.
Mempelajarinya saja dihukumi wajib apa lagi menerapkan dan mengamalkan ilmu waris. Tentu juga hukumnya menjadi wajib.
Kedudukan ilmu waris ini sama seperti kedudukan shalat. Shalat itu jika tidak dikerjakan maka berdosa besar. Begitu juga masalah ilmu waris apabila tidak diamalkan maka pelakunya juga telah melakukan dosa besar.
Nah, Kewajiban mempelajari dan mengamalkan ilmu waris ini juga telah difatwakan oleh madzhab kita yaitu madzhab Syafi’iy.
نظام الميراث نظام شرعي ثابت بنصوص الكتاب والسنة وإجماع
الأمة،. شأنه في ذلك شأن أحكام الصلاة والزكاة، والمعاملات،
والحدود. يجب تطبيقه، والعمل به، ولا يجوز تغييره، والخروج عليه.
الفقه المنهجي على مذهب الإمام الشافعي /5) (71
Peraturan hukum waris adalah peraturan yang ditetapkan oleh al-Quran, Hadits dan ijma’ kaum muslimin. Kedudukan ilmu waris ini sama seperti masalah shalat, zakat, muamalah serta hudud yang mana semuanya wajib diterapkan. Dan wajib pula untuk diamalkan. Tidak boleh menggantinya atau keluar dari hukum waris islam. (al-Fiqhu al-Manhaji ‘Alaa Madzhabil Imam asy-Syafi’iy)
2. Hilangnya Ilmu Waris Dari Tengah Umat
Alasan yang kedua kenapa kita harus mempelajari dan mengajarkan ilmu waris ini, karena Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menyebutkan bahwa diantara ajaran agama Islam yang akan dicabut pertama kali adalah ilmu tentang waris.
Kita ini mengaku sebagai umatnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Meski mengaku beragama Islam, bahkan bisa jadi setiap tahun bolak- balik pergi haji ke tanah suci, tiap hari selalu menjalankan shalat 5 waktu. Namun ketika orang tua kita wafat, ternyata kita tidak menggunakan hukum waris yang telah ditetapkan oleh Allah subhanahu wa ta’aala.
Hal itu terjadi bukan hanya karena kita enggan melakukannya, tetapi ironisnya adalah karena nyaris tidak ada lagi orang yang bisa membagi harta warisan, disebabkan ilmunya telah diangkat atau kitanya yang tidak mau lagi mempelajarinya.
Dan kita tidak menemukan lagi orang yang mampu menghitung harta warisan sesuai islam, sehingga kita membaginya dengan cara-cara yang dimurkai oleh Allah subhanahu wa ta’aala.
Oleh sebab itu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengingatkan kita semua akan pentingnya belajar ilmu waris.
عن عبد الله بن مسعود رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: تعلموا الفرائض وعلموه الناس، فإني امرؤ مقبوض. وإن العلم سيقبض وتظهر الفتن حتى يختلف الاثنان في الفريضة لا يجدان من يقضي بها. رواه الحاكم.
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu beliau berkata: Bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah bersabda: Pelajarilah ilmu faraidh dan ajarkanlah kepada orang-orang. Sesungguhnya aku adalah hanya manusia yang akan meninggal dunia. Sesungguhnya ilmu itu akan diangkat hingga nampaklah fitnah (kerusakan). Sampai-sampai ada dua orang yang berseteru dalam masalah waris sementara tidak ada yang bisa menyelesaikan masalah warisnya. (HR. Al-Hakim)
Di hadits yang lain Rasulullah shallallahu alaihi wasallam juga memberitahu kepada kita semua bahwa ilmu waris inilah yang nanti akan hilang pertama kali dari muka bumi ini.
عن حفص بن عمر بن أبي الغطاف، عن أبي الزناد، عن الأعرج
قال: وقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: يا أبا هريرة، تعلموا
الفرائض وعلموه فإنه نصف العلم وإنه ينسى وهو أول ما ينزع من أمتي. رواه الحاكم.
Dari Hafs bin Umar bin Abi al-Ghatthaf, dari Abi az-Zinad, dari al-A’raj beliau berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah bersabda: Wahai Abu Hurairah, Pelajarilah ilmu faraidh dan ajarkanlah ilmu tersebut. Sesungguhnya ilmu waris itu setengahnya ilmu. Dan ilmu waris itu telah dilupakan. Ilmu waris itu termasuk yang nanti pertama kali dicabut dari umatku. (al-Hakim)
3. Mengamalkan Isi al-Quran
Alasan yang ketiga mengapa kita harus belajar ilmu waris adalah karena orang yang mempelajari ilmu waris dan menerapkan hukum waris kedudukannya sama seperti orang yang telah mengamalkan isi al-Quran.
Jadi, ketika kita mempelajari ilmu waris dan mengamalkannya dalam keluarga kita maka itu artinya kita telah mengamalkan isi al-Quran.
Kenapa demikian? Hal ini disebabkan karena ketentuan ilmu waris itu ada di dalam al-Quran surat an-Nisa ayat 11, 12, 13 & 14. Allah subhanahu wa ta’aala sendiri yang menjelaskannya secara langsung dan detail mengenai bagian-bagian ahli waris.
Oleh sebab itu jika kita mempelajari ilmu waris dan menerapkan hukum waris tersebut dalam keluarga kita, maka itu artinya kita telah mengamalkan isi al- Quran.
Orang yang mengamalkan isi al-Quran maka insyaAllah hidupnya akan mulia baik di dunia maupun di akhirat. Bahkan orang tuanya juga akan dimuliakan oleh Allah subhanahu wa ta’aala.
وعن معاذ بن أنس رضي الله عنه قال: أن رسول الله صلى الله عليه
وسلم قال: من قرأ القرآن وعمل بما فيه ألبس الله والديه تاجا يوم
القيامة. رواه أبو داود.
Dari Muadz bin Anas radhiyallahu anhu beliau berkata: Sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah bersabda: Barang siapa membaca al- Quran dan mengamalkan isinya maka Allah akan memberi pakaian mahkota kepada kedua orang tuanya nanti pada hari kiamat (akhirat). (HR. Abu Dawud)
Hadits di atas memberikan penjelasan bahwa yang mendapatkan pahala al-Quran itu tidak hanya orang yang membaca dan mengamalkannya saja. Pahalanya ternyata juga menular dan mengalir kepada orang tuanya.
Maka ketika kita mengamalkan isi al-Quran yaitu salah satunya dengan cara mengamalkan ilmu waris maka sejatinya kita telah memuliakan orang tua kita. Sebab nanti orang tua kita akan mendapatkan penghargaan berupa mahkota yang sangat luar biasa di akhirat kelak.
4. Agar Terhindar Dari Harta Haram
Alasan yang keempat mengapa kita harus belajar ilmu waris adalah agar kita bisa terhindar dari memakan harta yang haram.
Jadi ketika dalam suatu keluarga ada suami istri dan mereka mempunyai anak. Lalu tiba tiba Allah takdirkan sang istri meninggal dunia. Maka yang kebanyakan terjadi di tengah masyarakat adalah sang suami menguasai semua harta istrinya.
Nah, Yang seperti ini berarti sang suami telah memakan harta haram.
Kenapa demikian? Sebab dalam hukum waris islam sang suami itu hanya diperbolehkan mengambil 1/4 saja dari harta istrinya ketika mereka memiliki anak. Sisanya harus diberikan kepada anak anak mereka.
Atau sebaliknya, Ketika dalam suatu keluarga ada suami istri dan mereka mempunyai anak. Lalu tiba tiba Allah takdirkan sang suami meninggal dunia. Maka yang kebanyakan terjadi di tengah masyarakat adalah sang istri menguasai semua harta suaminya.
Nah, Yang seperti ini berarti sang istri telah memakan harta haram.
Kenapa demikian? Sebab dalam hukum waris islam sang istri itu hanya diperbolehkan mengambil 1/8 saja dari harta suaminya ketika mereka memiliki anak. Sisanya harus diberikan kepada anak anak mereka.
Bahkan ada juga yang ketika orang tuanya meninggal dunia, ada anak perempuannya yang maunya dapat bagian sama rata seperti bagian anak laki-laki. Maka yang seperti ini brarti anak perempuan tersebut telah memakan harta haram.
Kenapa demikian? Sebab anak perempuan itu hanya berhak mendapatkan setengah dari bagian anak laki-laki saja. Kaidahnya adalah anak laki-laki harus mendapatkan dua kali lipat dari bagian anak perempuan.
Allah berwasiat mengenai anak-anak kalian. Bahwa anak laki-laki mendapatkan bagian dua anak perempuan. (an-Nisa’: 11)
Ada juga yang ketika orang tuanya meninggal dunia, sang anak laki-laki maunya menguasai seluruh harta warisan orang tuanya. Padahal anak laki-laki tersebut memiliki kakak perempuan atau adik perempuan yang seharusnya juga dapat bagian warisan. Maka yang seperti ini brarti sang anak laki- laki tersebut telah memakan harta haram.
Kenapa demikian? Sebab anak laki-laki tersebut telah mengambil hak saudara dan saudarinya dari harta warisan.
Hati-hati dengan masalah harta warisan. Jika tidak sesuai dengan tata cara islam itu artinya kita telah memakan harta haram yang bukan bagian kita. Harta tersebut bisa saja menjadi harta yang tidak berkah karena statusnya adalah harta haram.
Jadi harta haram itu ternyata tidak hanya mencuri milik orang lain. Mengambil bagian warisan yang bukan hak kita pun itu juga sama seperti mencuri yang hukumnya haram.
Oleh sebab itu agar kita terhindar dari harta haram marilah kita pelajari ilmu waris ini dengan benar sesuai dengan tuntunan agama islam.
Dan dengan ini mudah-mudahan Allah subhanahu wa ta’aala memberkahi harta kita dan menjadikan kita semua keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah. Aamiin.
5. Menghindari Perpecahan Keluarga
Alasan yang kelima atau yang terakhir mengapa kita harus belajar ilmu waris adalah untuk menghindari perpecahan dalam keluarga.
Kenapa demikian? Karena kebanyakan terjadinya perpecahan keluarga itu karena disebabkan masalah warisan.
Dulunya mungkin mereka hidup rukun, saling menyayangi, saling tegur sapa dan tidak ada permusuhan sedikitpun diantara keluarga. Kenapa? Karena orang tua mereka masih hidup.
Namun ketika orang tua mereka sudah meninggal dunia barulah kerukunan keluarga yang harmonis tersebut mulai pecah dan pudar.
Hal ini terjadi lantaran ketika orang tua mereka meninggal dunia, anak-anaknya yang tidak mengenal ilmu waris itu saling berebut harta warisan orang tuanya.
Misalnya yang sering terjadi adalah ada anak yang paling tua ingin mendapatkan warisan harta yang lebih banyak, ada juga anak yang paling tua ingin menguasai harta warisan orang tuanya dengan alasan adik adiknya masih kecil.
Bahkan mungkin ada juga diantara anak anak mereka sebagiannya ingin pakai hukum waris versi adat, sebagian lainnya mau pakai versi barat dan sebagian anak yang lainnya mau pakai hukum Islam. Akhirnya mereka berantem, bermusuhan saling menyalahkan sebab tiap anak berbeda pendapat dalam masalah pembagian harta warisan.
Seandainya dulu orang tua mereka telah mengajarkan dan mendidik mereka sejak kecil dengan ilmu waris Islam, insyaAllah perpecahan keluarga itu tidak akan pernah terjadi.
Sebab selayaknya anak-anak muslim yang tumbuh dengan pendidikan Islam, mereka pun dibesarkan dengan ilmu-ilmu agama yang mengajarkan bagaimana cara membagi waris sesuai dengan ketentuan Allah subhanahu wa ta’aala.
Dari berbagai kasus perpecahan keluarga tentang masalah waris, umumnya yang menjadi penyebab utama adalah awamnya anggota keluarga dari ilmu hukum waris Islam.
Maka, Jalan keluar untuk menghindari perpecahan keluarga adalah mempersiapkan anak-anak kita, terutama generasi muda, dengan bekal ilmu hukum waris. Sehingga sejak awal mereka sudah punya pedoman untuk bekal ketika mereka dewasa nanti atau ketika orang tua mereka nanti meninggal dunia.
Jangan sampai kita dan keluarga kita semua termasuk orang yang menyepelekan masalah hukum waris. Sebab ancaman orang yang menentang hukum waris islam itu sangatlah berat.
{تِلْكَ حُدُودُ ا هللَِّ وَمَنْ يُطِعِ ا هللََّ وَرَسُولَهُ يُدْخِلْهُ جَنهاتٍ تَرَِْي مِنْ تَتَِْهَا الَْأنْاَْرُ خَالِدِينَ فِيهَا وَذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (13) وَمَنْ يَ.عْصِ ا هللََّ وَرَسُولَهُ وَيَ.تَ.عَده حُدُودَهُ يُدْخِلْهُ نَارًا خَالِدًا فِيهَا وَلَهُ عَذَابٌ مُهِيٌن }(14) [النساء: 13، ]14
Itulah aturan-aturan (hukum waris) Allah, Barang siapa taat kepada Allah dan Rasulnya maka dia akan dimasukkan ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya. Dan itulah keberuntungan yang besar. Dan siapa yang mendurhakai (menentang) Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya (hukum waris), niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam api neraka dan dia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan. (an-Nisa: 13-14)
Demikianlah penjelasan terkait mengapa kita harus belajar ilmu waris. Mudah-mudahan kita yang membaca buku ini tergerak hatinya untuk mau belajar ilmu waris dan juga mengamalkannya.
Referensi
Al Qur’an Al-Kariim
Al Bukhari, Muhammad bin Ismail Abu Abdullah. Al Jami’ As Shahih (Shahih Bukhari). Daru Tuq An Najat. Kairo, 1422 H
An Nisaburi, Muslim bin Al hajjaj Al Qusyairi. Shahih Muslim. Daru Ihya At Turats. Beirut. 1424 H
At Tirmidzi, Abu Isa bin Saurah bin Musa bin Ad Dhahak. Sunan Tirmidzi. Syirkatu maktabah Al halabiy. Kairo, Mesir. 1975
As Sajistani, Abu Daud bin Sulaiman bin Al Asy’at. Sunan Abi Daud. Daru Risalah Al Alamiyyah. Kairo, Mesir. 2009
Al Quzuwainiy, Ibnu majah Abu Abdullah Muhammad bin Yazid. Sunan Ibnu majah. Daru Risalah Al Alamiyyah. Kairo, Mesir. 2009
Musthafa al-Khin, Musthafa al-Bugha. Al-Fiqhu al- Manhaji alaa Madzhabi al-Imam asy-Syafiiy, Kuwait.
An nawawi , Abu Zakariya Muhyiddin bin Syaraf. Al Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab. Darul Ihya Arabiy. Beirut. 1932
Ibnu Hajar al-Haitami, Tuhfatul Muhtaj Fii Syarhil Minhaj, Mesir: al-Maktabah at-Tijariyah al-Kubra.
Ar-Ramli, Nihayatul Muhtaj Ilaa Syarhil Minhaj, Bairut: Darul Fikr.
Abu Bakr ad-Dimyati, I’anatut Thalibin ‘Ala Halli Alfadzi Fathil Mu’iin, Bairut: Darul Fikr.
Abu Syuja’ , Matan al-Ghayah wa at-Taqrib. Darul Ihya Arabiy. Beirut. 1990
Taqiyuddin Al-Hisni, Kifayatul Akhyar, Darul Khoir.
Damaskus 1994.
Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Baari, Darul Kutub al-Islamiyah.