Waris (Faraidh IV)
Bab 1 : Hijab
Salah satu bab yang tidak boleh terlewatkan dalam ilmu waris adalah ilmu mengenai hijab. Kata ”hijab” di sini maknanya bukan hijab wanita yang mengenakan penutup kepala atau wajah. Bukan itu.
Jadi begini, kita semua tahu bahwa tidak semua para calon ahli waris yang namanya tertera di dalam daftar para ahli waris itu mendapatkan harta warisan. Tentu ada ahli waris yang mendapatkan warisan dan ada juga ahli waris yang tidak mendapatkan warisan.
Semua akan ditetapkan berdasarkan apakah posisi si ahli waris tersebut langsung berhubungan dengan si mayit, ataukah posisinya terhalangi oleh keberadaan ahli waris yang lain, yang lebih dekat kepada mayit.
Maka dalam pembagian harta warisan, kita harus paham betul apakah posisi seorang calon ahli waris itu terhalangi atau tidak. Untuk itu khusus pada buku ini, kita akan membahas masalah hijab ini secara lebih rinci.
A. Pengertian Hijab
Hijab secara bahasa artinya adalah penghalang. Sedangkan secara istilah hijab adalah terhalangnya hak ahli waris dari menerima harta warisan, baik secara keseluruhannya atau sebagian saja.
Hal ini sebagaimana yang tertera dalam kitab al-
Fiqhu al-Manhaji Ala Madzhabi al-Imam asy-Syafi’iy:
الحجب لغة: المنع. والحجب شرعا: منع من قام به سبب الإرث من الإرث بالكلية أو من أوفر حظية. الفقه المنهجي على مذهب الإمام الشافعي /5) (105
Hijab secara bahasa adalah penghalang. Adapun hijab secara istilah syar’i adalah terhalangnya hak ahli waris dari menerima harta warisan, baik secara keseluruhannya atau sebagian saja.
Jadi pada intinya hijab adalah kondisi dimana seorang yang sebenarnya termasuk di dalam daftar ahli waris, namun karena posisinya terhalang (terhijab) oleh keberadaan ahli waris yang lain, maka dia menjadi tidak berhak lagi untuk menerima harta warisan.
Ahli waris yang terhalangi ini biasa disebut dengan istilah mahjub atau termahjub (orang yang terhalangi).
Hijab dalam ilmu waris setidaknya ada 3 macam yaitu hijab wasfi, hijab nuqshan dan hijab hirman.
B. Hijab Wasfi
Hijab wasfi adalah ahli waris yang terhalangi dari mendapatkan warisan karena 3 hal. Yaitu berstatus sebagai budak, orang kafir atau pembunuh.
Jadi jika diantara ahli waris ada yang berstatus sebagai budak maka dia tidak bisa mendapatkan harta warisan secara total.
Seperti yang terjadi di masa lalu masih ada yang
namanya perbudakan. Jika salah satu anggota keluarga ada yang berstatus sebagai budak maka dia tidak bisa mendapatkan harta warisan dari keluarganya yang meninggal dunia. Untuk zaman sekarang nampaknya sudah tidak ada lagi perbudakan.
Begitu juga jika diantara ahli waris ada yang berstatus sebagai orang kafir maka dia tidak bisa mendapatkan harta warisan secara total.
Misalnya ketika ada orang tua yang meninggal dunia dan dia memiliki lima anak. Jika ada satu anak yang non muslim maka anak yang non muslim ini tidak bisa mendapatkan harta warisan dari orang tuanya.
Begitu juga jika diantara ahli waris ada yang berstatus sebagai pembunuh maka dia tidak bisa mendapatkan harta warisan secara total.
Misalnya seorang anak sengaja membunuh orang tuanya dengan alasan supaya segera mendapatkan warisan, maka yang seperti ini justru sang anak tersebut tidak bisa mendapatkan harta warisan dari orang tuanya lantaran dia telah membunuhnya.
Nah, ketiga contoh diatas disebut dengan istilah hijab wasfi.
C. Hijab Nuqshan
Hijab nuqshan adalah hijab dimana ada ahli waris yang bagian warisannya berkurang. Jadi ahli waris ini tetap mendapatkan warisan namun dengan jumlah yang sedikit atau berkurang. Oleh sebab itu dinamakan nuqshan atau berkurang.
Misalnya suami itu mendapatkan 1/2 dari harta warisan istrinya yang meninggal dunia jika memang almarhumah tidak memiliki keturunan. Namun jika almarhumah memiliki keturunan maka sang suami tidak jadi mendapatkan 1/2. Bagiannya berkurang menjadi 1/4.
Contoh lain misalnya istri itu mendapatkan 1/4 dari harta warisan suaminya yang meninggal dunia jika memang almarhum suaminya tidak memiliki keturunan. Namun jika almarhum memiliki keturunan maka sang istri tidak jadi mendapatkan 1/4. Bagiannya berkurang menjadi 1/8.
Intinya jika ada ahli waris yang tetap mendapatkan warisan namun bagian warisannya itu berkurang maka disebut dengan istilah hijab nuqshan.
D. Hijab Hirman
Hijab hirman adalah ahli waris yang terhalangi dari mendapatkan harta warisan secara total sebab ada ahli waris lainnya yang menghalanginya.
Misalnya (الابن ابن) cucu laki-laki itu terhalangi
mendapatkan warisan dari kakeknya yang meninggal dunia sebab ada ahli waris yang menghalanginya yaitu (ن ِاْب) anak laki-lakinya si kakek almarhum.
Contoh lain misalnya saudara saudari almarhum itu terhalangi secara total dari mendapatkan harta warisan sebab ada ahli waris lainnya yang menghalangi mereka yaitu (ن ِاْب) anak laki-lakinya almarhum.
Nah masalah hijab hirman ini adalah masalah hijab yang paling penting dan harus betul betul dikuasai konsepnya. Oleh sebab itu pada bab yang ke 2 insyaAllah akan kita uraikan penjelasannya secara rinci.
Bab 2 : Cara Mudah Menghafal Konsep Hijab
Sekali lagi Penulis katakan bahwa inti pembahasan dari pada buku ini sebetulnya adalah pembahasan mengenai hijab hirman. Sebab hijab yang satu ini memang harus betul-betul dikuasai konsepnya oleh semua orang yang ingin menguasai ilmu waris islam.
Sebelumnya perlu diketahui juga bahwa ada 6 ahli waris yang tidak akan terhijab atau terhalangi. Mereka adalah:
- Suami
- Istri
- Anak laki-laki
- Anak perempuan
- Ayah
- Ibu
Hal ini sebagaimana yang tertera dalam kitab al- Fiqhu al-Manhaji Ala Madzhabi al-Imam asy-Syafi’iy:
لا يحجب حجب حرمان ستة من الورثة، وهم: الأب، والأم،الفقه المنهجي على مذهب
والابن، والبنت، والزوج، والزوجة.الإمام الشافعي /5) (106
Ada 6 ahli waris yang tidak akan terhijab dengan hijab hirman. Mereka adalah ayah, ibu, anak laki- laki, anak perempuan, suami dan istri.
Selanjutnya silahkan perhatikan gambar di bawah ini mengenai konsep hijab. Tanda panah itu maksudnya adalah ahli waris tersebut menghalangi ahli waris yang dipanah.
Tanda panah tersebut juga menembus ke ahli waris selanjutnya juga. Artinya ahli waris awal yang menghijab ahli waris selanjutnya itu juga bisa menghijab ahli waris selanjutnya lagi.
Untuk lebih detailnya simak saja penjelasan di bawah ini:
A. Anak Laki-Laki
- (ن ِاْب) Anak Laki-Laki
Anak laki-laki (ن ِاْب) akan menghijab ahli waris di bawah ini secara berurutan:
- Cucu laki-laki (ن„ِاْب ِاْبُن)
- Saudara laki-laki seayah seibu (ق َشِقْي خ َأ)
- Saudara laki-laki seayah (ب„ِلَِ خ َا)
- Keponakan laki-laki dari saudara laki-laki seayah seibu (ق„ َشِقْي خ„ َأ ِاْبُن)
- Keponakan laki-laki dari saudara laki-laki )اِبْنُ أَ „خ لَِِ „ب( seayah.
- Paman seayah seibu (ق َشِقْي م َع)
- Paman seayah (ب„ِلَِ م َع)
- Sepupu laki-laki dari paman kdg (ق„ َشِقْي م„َع ِاْبُن)
- Sepupu laki-laki dari paman seayah (ب„ِلَِ م„َع ِاْبُن)
Mungkin Anda bertanya tanya mengenai 9 ahli waris di atas. Kenapa yang dihijab hanya ahli waris yang laki-laki saja?
Jadi begini, sebetulnya ketika yang laki-laki terhijab maka secara otomatis ahli waris perempuan yang sederajat dengannya juga ikut terhijab. Ini hanya untuk memudahkan saja. Supaya tidak terlalu banyak tanda panahnya dan supaya mudah dalam menghafalkannya.
Tambahan kaidah:
Pertama: Sembilan ahli waris itu menghijab secara berurutan. Artinya ahli waris no 1 menghijab ahli waris no 2. Ahli waris no 2 menghijab ahli waris no 3. Ahli waris no 3 menghijab ahli waris no 4, dan seterusnya.
Kedua: Ketika ahli waris no 1 menghijab ahli waris no 2 itu artinya juga sekaligus menghijab ahli waris no selanjutnya yaitu no 3,4, 5, 6, 7 dan seterusnya.
B. Ayah
- (ب َأ) Ayah
Ayah (ب َأ) akan menghijab ahli waris di bawah ini
secara berurutan:
- Saudara laki-laki seayah seibu (ق َشِقْي خ َأ)
- Saudara laki-laki seayah (ب„ِلَِ خ َا)
- Keponakan laki-laki dari saudara laki-laki seayah seibu (ق„ َشِقْي خ„ َأ ِاْبُن)
- Keponakan laki-laki dari saudara laki-laki )اِبْنُ أَ „خ لَِِ „ب( seayah.
- Paman seayah seibu (ق َشِقْي م َع)
- Paman seayah (ب„ِلَِ م َع)
- Sepupu laki-laki dari paman kdg (ق„ َشِقْي م„َع ِاْبُن)
- Sepupu laki-laki dari paman seayah (ب„ِلَِ م„َع ِاْبُن)
Perlu diingat lagi bahwa sebetulnya ketika yang laki-laki terhijab maka secara otomatis ahli waris perempuan yang sederajat dengannya juga ikut terhijab.
Tambahan kaidah:
Pertama: Delapan ahli waris itu menghijab secara berurutan. Artinya ahli waris no 1 menghijab ahli waris no 2. Ahli waris no 2 menghijab ahli waris no 3. Ahli waris no 3 menghijab ahli waris no 4, dan seterusnya.
Kedua: Ketika ahli waris no 1 menghijab ahli waris no 2 itu artinya juga sekaligus menghijab ahli waris no selanjutnya yaitu no 3, 4, 5, 6, 7 dan seterusnya.
C. Kakek
- (د َج) Kakek
Kakek (د َج) akan menghijab ahli waris di bawah ini secara berurutan:
- Keponakan laki-laki dari saudara laki-laki seayah seibu (ق„ َشِقْي خ„ َأ ِاْبُن)
- Keponakan laki-laki dari saudara laki-laki )اِبْنُ أَ „خ لَِِ „ب( seayah.
- Paman seayah seibu (ق َشِقْي م َع)
- Paman seayah (ب„ِلَِ م َع)
- Sepupu laki-laki dari paman kdg (ق„ َشِقْي م„َع ِاْبُن)
- Sepupu laki-laki dari paman seayah (ب„ِلَِ م„َع ِاْبُن)
Perlu diingat lagi bahwa sebetulnya ketika yang laki-laki terhijab maka secara otomatis ahli waris perempuan yang sederajat dengannya juga ikut terhijab.
Tambahan kaidah:
Pertama: Enam ahli waris itu menghijab secara berurutan. Artinya ahli waris no 1 menghijab ahli waris no 2. Ahli waris no 2 menghijab ahli waris no 3. Ahli waris no 3 menghijab ahli waris no 4, dan seterusnya.
Kedua: Ketika ahli waris no 1 menghijab ahli waris
no 2 itu artinya juga sekaligus menghijab ahli waris no selanjutnya yaitu no 3, 4, dan seterusnya.
D. Ayah
- (ب َأ) Ayah
Ayah (ب َأ) juga akan menghijab ahli waris di bawah ini:
- Kakek (د َج)
- Nenekdari jalur ayah (ب„ الَِ ِمَن َجَّدة)
- Saudara/Saudari seibu (م„ِلُِ ت
E. Ibu
- (ُأم) Ibu)أَ خ/أُخْ
Ibu ( ُأم) akan menghijab ahli waris di bawah ini:
- Nenekdari jalur ayah (ب„ الَِ ِمَن َجَّدة)
- Nenekdari jalur ibu ( الُِِم ِمَن َجَّدة)
F. Kakek
- (د َج) Kakek
Kakek (د َج) juga akan menghijab ahli waris di bawah ini:
- Saudara/Saudari seibu (م„ِلُِ ت ُأْخ/خ َأ)
G. Furu’
- ( ُرْوعُف) Keturunan almarhum
Semua keturunan baik anak laki-laki, anak perempuan, cucu laki-laki dan cucu perempuan akan menghijab ahli waris di bawah ini:
- Saudara/Saudari seibu (م„ِلُِ ت ُأْخ/خ َأ)
H. Anak Perempuan Lebih Dari Satu
- (ت ِبْن) Anak Perempuan
Ketika anak perempuan lebih dari satu orang dalam artian anak perempuan mendapatkan bagian 2/3 maka mereka bisa menghijab:
- Cucu Perempuan ( اِلاْبِن ِبْنُت)
Dengan syarat tidak ada cucu laki-laki ( اِلاْبِن ِاْبُن)
I. Saudari Perempuan Seayah Seibu
- (َقُةالَّشِقْي الُِْخُت) Saudari Perempuan Sekandung
Ketika saudari perempuan seayah seibu (kandung) jumlahnya lebih dari satu orang dalam artian mereka mendapatkan bagian 2/3 maka mereka bisa menghijab:
- Saudari Perempuan Seayah (ب„ِلَِ ت ُأْخ)
Dengan syarat tidak ada saudara laki-laki seayah)أَ خ لَِِ „ب(
Ketika saudari perempuan seayah seibu (kandung) bersama furu’ perempuan dalam artian saudari perempuan seayah seibu (kandung) mendapatkan bagian A. mg. (Ashabah ma’al ghair) maka mereka bisa menghijab:
- Saudara Laki-Laki Seayah (ب„ِلَِ خ َأ)
- Saudari Perempuan Seayah (ب„ِلَِ ت ُأْخ)
- Paman Kandung (ق َشِقْي م َع)
- Paman Seayah (ب„ِلَِ م َع)
Referensi
Al Qur’an Al-Kariim
Al Bukhari, Muhammad bin Ismail Abu Abdullah. Al Jami’ As Shahih (Shahih Bukhari). Daru Tuq An Najat. Kairo, 1422 H
An Nisaburi, Muslim bin Al hajjaj Al Qusyairi.
Shahih Muslim. Daru Ihya At Turats. Beirut. 1424 H At Tirmidzi, Abu Isa bin Saurah bin Musa bin Ad
Dhahak. Sunan Tirmidzi. Syirkatu maktabah Al
halabiy. Kairo, Mesir. 1975
As Sajistani, Abu Daud bin Sulaiman bin Al Asy’at. Sunan Abi Daud. Daru Risalah Al Alamiyyah. Kairo, Mesir. 2009
Al Quzuwainiy, Ibnu majah Abu Abdullah Muhammad bin Yazid. Sunan Ibnu majah. Daru Risalah Al Alamiyyah. Kairo, Mesir. 2009
Musthafa al-Khin, Musthafa al-Bugha. Al-Fiqhu al- Manhaji alaa Madzhabi al-Imam asy-Syafiiy, Kuwait.
An nawawi , Abu Zakariya Muhyiddin bin Syaraf. Al Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab. Darul Ihya Arabiy. Beirut. 1932
Ibnu Hajar al-Haitami, Tuhfatul Muhtaj Fii Syarhil Minhaj, Mesir: al-Maktabah at-Tijariyah al-Kubra.
Ar-Ramli, Nihayatul Muhtaj Ilaa Syarhil Minhaj, Bairut: Darul Fikr.
Abu Bakr ad-Dimyati, I’anatut Thalibin ‘Ala Halli Alfadzi Fathil Mu’iin, Bairut: Darul Fikr.
Abu Syuja’ , Matan al-Ghayah wa at-Taqrib. Darul Ihya Arabiy. Beirut. 1990
Taqiyuddin Al-Hisni, Kifayatul Akhyar, Darul Khoir.
Damaskus 1994.
Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Baari, Darul Kutub al-Islamiyah.