YANG BERHAK ATAS NIKMAT ALLAH
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِىْ اَنْعَمَ عَلَيْنَا بِنِعْمَةِ اْلاِيــْمَانِ وَاْلاِسْلاَمِ، اَشْهَدُ اَنْ لاَّ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ الْمَلِكُ الْعَلاَّمُ، وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا وَمَوْلاَنـَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمَبْعُوْثُ بِالسَّلاَمِ، اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبــَارِكْ عَلَـيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ اِلَى آخِرِ الْـاَيـــَّامِ. اَللَّهُمَّ اَنْتَ السَّلاَمُ وَمِنْكَ السَّلاَمُ وَاِلَيْكَ يَعُوْدُ السَّلاَمُ، فَحَيِّنَا رَبــَّنَا بِالسَّلاَمِ وَاَدْخِلْنَا الْجَنَّةَ دَارَ السَّلاَمِ، تَبَارَكْتَ رَبـَّـنَا وَتَعَالَـيْتَ يـَاذَا الْجَلاَلِ وَاْلاِكْرَامِ. اَمَّا بَعْدُ، اَيــُّهَا الْمُؤْمِنُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ، اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِىْ بِتَقْوَى اللهِ، اِنَّ اللهَ مَعَ الَّذِيْنَ اتَّقَوْا وَّالَّذِيْنَ هُمْ مُحْسِنُوْنَ.
Hadirin yang dimuliakan Allah
Sungguh banyak nikmat yang telah Allah anugerahkan kepada kita sehingga tidak akan cukup waktu dan tenaga kita untuk menghitung nikmat-nikmat tersebut. Dan di antara nikmat yang paling utama adalah nikmat iman dan islam, sehingga dengan nikmat itu kita masih berkesempatan untuk merasakan lezatnya jamuan ibadah saum Ramadhan. Oleh karena itu, sudah seharusnya kita memanjatkan puji dan sykur ke hadirat-Nya atas limpahan nikmat dan karunia-Nya itu. Salawat dan salam semoga tetap dihaturkan kepada junjungan kita Rasulullah Muhammad SAW, kepada keluarga, sahabat, dan seluruh umatnya yang istiqamah mengikuti dan menjalankan syari’atnya.
Hadirin yang dimuliakan Allah
Di dalam surah ar-Rahman – surah yang ke 55 di dalam al-Quran, terdapat 31 ayat Allah SWT yang mengungkapkan pertanyaan yang sama kepada makhluk-Nya, khususnya jin dan manusia. Karena kita tahu, bahwa selain manusia yang taklif atau beban kewajiban ibadah adalah bangsa jin. Pertanyaan Allah itu berbunyi:
فَبِاَيِّ اٰلَاۤءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبٰنِ
Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?
Atas dasar pertanyaan itu kita mafhum, bahwa semua anugerah yang kita rasakan baik itu anugerah kehidupan, umur, kesehatan, kekayaan, jabatan, kesenangan, keluarga, dan apa pun bentuknya yang kita anggap sebagai nikmat, semuanya bukanlah hak milik yang bebas digunakan tanpa batas, gratis dihabiskan tanpa nilai, ataupun cuma-cuma dirasakan tanpa adanya perhitungan. Melainkan semuanya itu hanyalah hak guna pakai yang pada saatnya nanti akan ditanya dan diperiksa serta diminta pertanggungjawabannya atas apa yang kita pakai itu.
كَلَّا لَوْ تَعْلَمُوْنَ عِلْمَ الْيَقِيْنِۗ لَتَرَوُنَّ الْجَحِيْمَۙ ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِيْنِۙ ثُمَّ لَتُسْـَٔلُنَّ يَوْمَىِٕذٍ عَنِ النَّعِيْمِ ࣖ
Sungguh , seandainya kamu mengetahui dengan ilmul-yaqin, yakni pengetahuan yang yaqin, maka (pasti kamu akan berhenti bersaing memperbanyak harta, anak, pengikut, kedudukan, serta berbagai kenikmatan duniawi) demi Allah, kamu pasti akan melihat neraka Jahim yang panas bergejolak dan siap meluluh-lantakkan orang-orang yang terjerumus ke dalamnya. Kemudian kamu akan melihatnya dengan ‘ainal-yaqin, melihat dengan mata kepalamu sendiri sehingga tidak memerlukan lagi bukti dan penjelasan dari orang lain. Kemudian pasti kamu akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan yang kamu bangga-banggakan itu. (QS. At-Takatsur: 5-8)
Hadirin yang dimuliakan Allah
Dalam sehari-semalam, minimal 17 kali kita meminta kepada Allah agar ditunjukkan ke jalan yang lurus, sebagaimana yang kita nyatakan:
اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَۙ
Tunjukilah kami jalan yang lurus (QS. al-Fatihah: 6), perjalanan yang menuju kepada Tuhan., jalan yang luas, lurus, dan tidak melelahkan.
Akan tetapi, perjalanan menuju Tuhan itu bermacam-macam. Jalan itu ada yang luas lagi lurus, ada pula jalan yang sempit dan berliku-liku. Ada jalan ke atas, ada jalan ke bawah. Ada jalan yang dekat, ada jalan yang jauh, dan ada pula jalan yang tidak jelas sehingga si pejalan tidak mengetahui ke arah mana seharusnya ia melangkah.
Jalan yang luas lagi lurus itu dekat dengan setiap manusia yang mendambakannya. Sedangkan jalan yang berliku-liku lagi menyesakkan dada sangat jauh dan melelahkan, walaupun akhirnya sampai juga kepada Tuhan.
Memang pada akhirnya mereka juga bertemu dengan Tuhan, namun yang menelusuri ash-shirathal-mustaqim akan menemuinya dengan wajah yang berseri-seri atas imbalan dan ganjaran yang diperolehnya. Mereka akan melaju naik ke atas singgasana surga, dan terbukalah pintu-pintu langit untuk mereka. Sedang orang yang berjalan di jalan yang sempit lagi menyesakkan dada adalah orang-orang yang meluncur jatuh ke bawah neraka, pintu-pintu langit tidak akan terbuka sedikit pun juga untuk mereka.
Lalu jalannya siapakah ash-shirathal-mustaqim yang kita pinta dari Allah agar kita ditunjukkan itu? Pada ayat berikutnya kita nyatakan permohonan kita itu:
صِرَاطَ الَّذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ ەۙ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّاۤلِّيْنَ ࣖ
Jalannya orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; nikmat yang paling bernilai yang tanpa nikmat itu, nikmat-nikmat yang lainnya tidak mempunyai nilai yang berarti. Karena nikmat-nikmat Tuhan itu beraneka ragam dan bertingkat-tingkat, baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Ada yang memperoleh tambahan yang banyak, ada pula yang sedikit. Ada tambahan yang sangat bernilai, dan ada pula yang relatif kurang. Adapun nikmat yang kita harapkan sebagaimana maksud ayat terakhir surah al-Fatihah ini adalah “nikmat agama”, nikmat ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.
Lalu siapakan orang-orang yang dimaksud pada ayat tersebut sebagai orang-orang yang berhak dan telah mendapatkan nikmat yang paling bernilai itu? Maka untuk mengetahui jawabannya, marilah kita simak firman Allah di dalam al-Quran surah an-Nisa ayat 69:
وَمَنْ يُّطِعِ اللّٰهَ وَالرَّسُوْلَ فَاُولٰۤىِٕكَ مَعَ الَّذِيْنَ اَنْعَمَ اللّٰهُ عَلَيْهِمْ مِّنَ النَّبِيّٖنَ وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاۤءِ وَالصّٰلِحِيْنَ ۚ وَحَسُنَ اُولٰۤىِٕكَ رَفِيْقًا
Dan Barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: para Nabi, para shiddiiqiin – yaitu orang-orang yang berbuat benar dan ia menegakkan kebenaran itu di tengah-tengah kaumnya, orang-orang yang mati syahid – yaitu orang-orang yang gugur dalam membela serta memperjuangkan agama, dan orang-orang saleh – yaitu orang-orang yang senantiasa berbuat kebaikan. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. (QS. An-Nisa 4:69)
Hadirin yang dimuliakan Allah
Kalau demikian, ada empat kelompok manusia yang telah mendapat nikmat khusus dari Allah SWT, yaitu “nikmat keagamaan”. Dan dalan kelompok-kelompk itulah yang dimohonkan oleh kita untuk ditunjukkan kepada kita.
Kelompok pertama adalah para nabi, yaitu mereka yang dipilih Tuhan untuk memperoleh wahyu guna menuntun manusia menuju kebenaran Ilahi. Mereka yang selalu bersikap dan berucap benar, memiliki sifat shidiq, amanah, tabligh, dan fathanah – jujur, terpercaya, menyampaikan, dan cerdas. Mereka yang menjadi wakil Tuhan untuk menyampaikan firman-firman-Nya kepada seluruh umat manusia. Mereka yang memiliki kesungguhan, kejujuran, kecerdasan, dan keterbukaan sehingga mereka menyampaikan segala sesuatu yang harus disampaikan. Orang-orang yang terpelihara dari segala dosa atau pelanggaran apa pun.