Menu

Mode Gelap

Tanya Jawab Fikih · 7 Nov 2025 23:05 WIB ·

Salaf dan Salafi

Penulis: UMI FIRMANSYAH


 Salaf dan Salafi Perbesar

Salaf dan Salafi

Salaf secara bahasa adalah orang-orang terdahulu, sebagai lawan kata khalaf atau orang-orang yang datang belakangan.

Adapun batasan Salaf, sebagaimana pendapat al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani adalah orang-orang yang hidup pada tiga abad pertama Hijrah, berdasarkan hadits,

إِنَّ خَيْرَكُمْ قَرْنِي ثمَُّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ

“Sesungguhnya sebaik-baik kamu adalah abadku. Kemudian orang-orang setelah mereka. Kemudian orang-orang setelah mereka. Kemudian orang-orang setelah mereka”. (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Sedangkan para pengikut Muhammad bin Abdul Wahhab (1115-1206H / 1703-1792M) yang disebut Wahhabi menisbatkan diri kepada Salaf.

Demikian menurut Syekh ‘Athiyyah Shaqar mantan mufti al-Azhar,

وظهر أخيرا من يطلقون على أنفسهم “السلفية” نسبة إلى السلف أى القدامى وحددهم ابن حجر حين سئل عن عمل المولد النبوى بأنهم أهل القرون الثلاثة وشاعت هذه التسمية عند الوهابيين الذين يأخذون بمذهب محمد بن عبد الوهاب ، الذى انتشر فى السعودية وصار مذهبا لهم ، وذلك لتبرمهم بأن منبعهم هو هذا المذهب الجديد، الذى اهتموا فيه بآراء ابن تيمية ،وعملوا على نشرها فى العالم الإسلامى كله

Akhir-akhir ini muncul mereka yang menyebut diri mereka kelompok Salafi, dinisbatkan kepada Salaf, artinya: orang-orang di masa lalu. Al-Hafizh Ibnu Hajar memberikan batasan -ketika ditanya tentang Maulid Nabi- bahwa Salaf adalah orang-orang yang hidup pada tiga abad pertama (Hijrah). Kemudian nama ini populer digunakan orang-orang Wahabi yang mengikuti mazhab Muhammad bin Abdul Wahhab (1115-1206H / 1703-1792M) yang tersebar di Saudi Arabia, kemudian menjadi mazhab bagi mereka, karena mereka sudah menetapkan diri bahwa mereka berasal dari mazhab baru tersebut. Mereka sangat perhatian dengan pendapat-pendapat Ibnu Taimiah dan menyebarkannya di seluruh dunia Islam[299] .

Untuk membedakan antara Salaf asli dengan orang yang men-salaf-salaf-kan diri, maka istilah yang populer untuk orang-orang yang hidup pada tiga abad pertama Hijrah adalah kalangan Salaf atau Shalafushshaleh, sedangkan orang yang mengaku-ngaku salaf adalah istilah Salafi-Wahhabi.

Pro – Kontra Tentang Salafi-Wahhabi:
Pendapat Syekh Abdul ‘Aziz Ibnu Baz:

السلفية: نسبة إلى السلف، والسلف: هم صحابة رسول الله صلى الله عليه وسلم وأئمة الهدى من أهل القرون الثلاثة الأولى خير الناس قرني ثم الذين يلونهم، ثم الذين « : رضي الله عنهم الذين شهد لهم رسول الله صلى الله عليه وسلم بالخير في قوله ( » يلونهم، ثم يجيء أقوام تسبق شهادة أحدهم يمينه ويمينه شهادته 1 ( رواه الإمام أحمد في مسنده ) 1 ( الإمام أحمد ) 4 / 426 ، 427 ، 479 (، والبخاري ]فتح الباري[ برقم ) 2651 ، 3650 ، 6428 ، 6695 (، ومسلم برقم ) 2535 (، وأبو داود برقم ( 4657 (، والترمذي برقم ) 2222 ، 2223 .) والبخاري ومسلم والسلفيون : جمع سلفي نسبة إلى السلف، وقد تقدم معناه، وهم الذين ساروا على منها السلف من اتباع الكتاب والسنة والدعوة إليهما والعمل بهما، فكانوا بذلك أهل السنة والجماعة . .

Salafi dinisbatkan ke Salaf. Salaf adalah: para shahabat Rasulullah Saw dan para imam dari tiga abad awal Hijrah. Allah Swt meridhai mereka dan Rasulullah Saw telah mempersaksikan kebaikan mereka dalam sabdanya, “Sebaik-baik manusia adalah abadku, kemudian orang-orang setelah mereka, kemudian orang-orang setelah mereka. Kemudian datang beberapa kaum yang persaksiannya mendahului sumpahnya dan sumpahnya mendahului kesaksiannya”. (HR. Ahmad dalam Musnadnya, al-Bukhari, Muslim, Abu Daud dan at-Tirmidzi).

Imam al-Bukhari, Imam Muslim dan orang-orang Salafiyyun, bentuk jamak dari kata Salafi, dinisbatkan kepada Salaf, telah dijelaskan maknanya, mereka adalah orang-orang yang berjalan di atas manhaj kalangan Salaf; mengikuti al-Qur’an dan Sunnah, mengajak kepada al-Qur’an dan Sunnah dan mengamalkannya. Dengan demikian mereka adalah Ahlussunnah waljama’ah[300] .

Pendapat Syekh Ibnu ‘Utsaimin[301] :

أولاً: يجب أن نعلم أن السلفي ليس محصوراً على فئة معينة، كل من تمسك بمذهب السلف فهو سلفي، هذا السلفي سواءً تقدم زمنه أو تأخر. وأما أن نجعله في فئة معينة نقول: هيلاء سلفيون وهيلاء عقلانيون فهذا غلط، ولكن ليعلم أن من العلماء من يغلب جانب العقل ومنهم من يغلب جانب الشرع، ولهذا تجد في كتب الخلاف الفقهية إذا أرادوا أن يتكلموا عن أصحاب أبي حنيفة رحمهم الله يصفونهم بأنهم أصحاب الرأي؛ لأن عندهم أصحاب الدليل وأصحاب الرأي. فخذ هذه القاعدة: السلفي من تمسك بمذهب السلف ولا يختص بطائفة معينة، ولا يجوز أن نصنف الناس ونقول: هيلاء سلفيون وهيلاء عقلانيون، أو ما أشبه ذلك. أقول: السلفي من أخذ بمذهب السلف عقيدة وقولاً وعملاً في أي مكان، ولا يصح أن نقسم المسلمين ونقول: هذا عقلاني، وهذا سلفي وما أشبه ذلك، بل يجب على الجميع أن يكونوا سلفيين، لا على أنها مسألة حزبية لا، على أنها هي الحق، قال الله عز وجل: ( وَالسَّابِقُونَ الْأوََّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأنَْصَارِ وَالَّذِينَ اتبََّعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ) (التوبة: 100)

Pertama, kita wajib mengetahui bahwa Salafi tidak hanya terbatas ada kelompok tertentu. Semua yang berpegang dengan mazhab Salaf adalah Salafi. Inilah Salafi, apakah zaman terdahulu ataupun zaman belakangan.
Adapun kita jadikan Salaf pada kelompok tertentu dengan mengatakan, “Mereka adalah orang-orang Salafi dan mereka adalah orang-orang rasionalis”. Itu keliru. Perlu diketahui bahwa ada diantara ulama yang lebih mengedepankan aspek akal dan ada pula yang lebih mengedepankan aspek syar’i. Oleh sebab itu Anda temukan di dalam kitab-kitab perbedaan fiqh. Apabila mereka ingin bicara tentang mazhab Hanafi, mereka sebut orang-orang Mazhab Hanafi itu adalah ahli ra’yi (pendapat), karena diantara diantara para ahli Fiqh itu ada yang ahli dalil da nada pula ahli ra’yi (pendapat).
Ambillah kaedah ini, “Salafi adalah orang yang berpegang pada mazhab Salaf, bukan khusus untuk kelompok tertentu”. Kita tidak boleh mengelompokkan orang, lalu mengatakan, “Mereka Salafi dan mereka orang-orang Rasionalis”, atau kalimat seperti itu.
Saya katakakan, “Salafi adalah orang yang berpegang kepada mazhab Salaf dalam aqidah, ucapan dan perbuatan, di setiap tempat. Tidak benar jika kita membagi kaum muslimin dengan mengatakan, “Ini orang rasionalis”, dan, “Ini Salafi”, atau seperti itu. Akan tetapi semuanya wajib Salafi, bukan masalah kelompok, akan tetapi masalah kebenaran. Allah Swt berfirman, “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah”. (Qs. At-Taubah [9]: 100)[302] .

Pendapat-Pendapat Kontra:
Pendapat Syekh Ahmad bin Muhammad ash-Shawi al-Maliki (w.1241H)[303] :

أَفَمَنْ زُينَ لَهُ سُوءُ عَمَلِهِ فَرَآَهُ حَسَنًا فَإِنَّ الله يُضِلُّ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ فَلَا تَذْهَبْ نَفْسُكَ عَلَيْهِمْ حَسَرَاتٍ إِنَّ الله عَلِيمٌ بِمَا يَصْنَعُونَ . هذه الاية نزلت في الخوار الذين يحرفون تأويل الكتاب والسنة ويستحلون بذلك دماء المسلمين وأموالهم كما هو مشاهد الآن في نظائرهم وهم فرقة بأرض الحجاز يقال لهم الوهابية يحسبون أنهم على شيء ألا إنهم هم الكاذبون

“Maka apakah orang yang dijadikan (syaitan) menganggap baik pekerjaannya yang buruk lalu dia meyakini pekerjaan itu baik, (sama dengan orang yang tidak ditipu oleh syaitan) ? Maka sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya; maka janganlah dirimu binasa karena kesedihan terhadap mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”. (Qs. Fathir [35]: 8). Ayat ini turun pada orang-orang Khawarij yang menyelewengkan penakwilan al-Qur’an dan Sunnah, dengan itu mereka menghalalkan darah dan harta kaum muslimin, sebagaimana yang dapat disaksikan saat sekarang ini pada kelompok yang sama dengan mereka yaitu satu kelompok di bumi Hijaz, mereka disebut al-Wahhabiyyah, mereka menyangka bahwa mereka di atas sesuatu, padahal mereka adalah para pendusta [304] .

Pendapat Syekh Ibnu ‘Abidin (1198-1252H)[305] :

مطلب في أتباع محمد بن عبد الوهاب الخوار في زمننا: كما وقع في زمننا في أتباع ابن عبد الوهاب الذين خرجوا من نجد وتغلبوا على الحرمين وكانوا ينتحلون مذهب الحنابلة لكنهم اعتقدوا أنهم هم المسلمون وأن من خالف اعتقادهم مشركون واستباحوا بذلك قتل أهل السنة وقتل علمائهم حتى كسر الله شوكتهم وخرب بلادهم وظفر بهم عساكر المسلمين عام ثلاث وثلاثين ومائتين وألف

Sub Pembahasan: Tentang para pengikut Muhammad bin Abdul Wahhab seorang Khawarij di zaman kita. Sebagaimana telah terjadi di zaman kita tentang para pengikut Muhammad bin Abdul Wahhab yang telah keluar dari Nejed, mereka menguasai Mekah dan Madinah. Mereka mengikut mazhab Hanbali. Menurut mereka hanya mereka sajalah yang disebut kaum muslimin, siapa saja yang berbeda dengan keyakinan mereka maka mereka adalah orang-orang musyrik. Dengan itu mereka menghalalkan pembunuhan terhadap Ahlussunnah, membunuh para ulama Ahlussunnah, hingga Allah Swt menghancurkan kekuatan mereka dan menghancurkan negeri mereka. Pasukan kaum muslimin berhasil menumpas mereka pada tahun 1233H[306] .

Pendapat Syekh Ibnu Humaid an-Najdi (1236-1295H)[307] :

عبد الوهاب بن سليمان التميمي النجدي وهو والد صاحب الدعوة التي انتشر شررها في الآفاق لكن بينهما تباين ما أن محمدا لم يتظاهر بالدعوة إلا بعد موت والده وأخبرني بعض من لقيته عن بعض أهل العلم عمن عاصر الشيخ عبد الوهاب هذا أنه كان غاضبا على ولده محمد لكونه لم يرض أن يشتغل بالفقه كأسلافه وأهل جهته ويتفرس فيه أنه يحدث منه أمر. فكان يقول للناس: يا ما ترون من محمد من الشر فقدر الله أن صار ما صار وكذلك ابنه سليمان أخو محمد كان منافيا له في دعوته ورد عليه ردا جيدا بالآيات والآثار وسمى الشيخ سليمان رده عليه فصل الخطاب في الرد على محمد بن عبد الوهاب وسلمه الله من شره ومكره ما تلك الصولة الهائلة التي أرعبت الأباعد فإنه كان إذا باينه أحد ورد عليه ولم يقدر على قتله مجاهرة يرسل إليه من يغتاله في فراشه أو في السوق ليلا لقوله بتكفير من خالفه استحلال قتله

Abdul Wahhab bin Sulaiman at-Tamimi an-Najdi. Beliau adalah ayah dari pendiri kelompok yang kejahatannya telah menyebar di seluruh penjuru. Akan tetapi antara ayah dan anak ada perbedaan. Muhammad bin Abdul Wahhab tidak memperlihatkan seruannya melainkan setelah ayahnya wafat. Sebagian orang yang saya temui memberitahukan kepada saya, diriwayatkan dari sebagian ulama yang sezaman dengan Syekh Abdul Wahhab. Bahwa ia marah kepada anaknya yang bernama Muhammad bin Abdul Wahhab, karena ia tidak mau menekuni fiqh seperti para pendahulunya dan penduduk negerinya. Syekh Abdul Wahhab telah memiliki firasat bahwa akan terjadi sesuatu pada anaknya itu. Syekh Abdul Wahhab berkata kepada orang banyak: “Jika kalian akan melihat kejahatan pada diri Muhammad bin Abdul Wahab, itu adalah takdir Allah, ia akan menjadi seperti itu”. Demikian juga dengan anaknya yang bernama Sulaiman bin Abdul Wahab, saudara kandung Muhammad bin Abdul Wahhab, ia menafikan seruan saudaranya itu dan menolaknya dengan penolakan yang sangat baik berdasarkan ayat-ayat al-Qur’an dan Atsar. Syekh Sulaiman bin Abdul Wahhab memberi judul penolakannya itu dengan judul Fashl al-Khithab fi ar-Radd ‘ala Muhammad bin Abdul Wahhab. Allah Swt telah menyelamatkan Syekh Sulaiman dari kejahatan dan makar saudara kandungnya itu, meskipun Muhammad bin Abdul Wahhab melakukan serangan besar dan mengerikan yang menakutkan orang-orang yang jauh darinya. Jika ada orang yang menentang dan menolaknya, jika ia tidak mampu membunuh orang itu terang-terangan, maka ia akan mengirim seseorang untuk menculik orang tersebut dari atas tempat tidurnya atau di pasar. Itu semua karena ia mengkafirkan siapa saja yang berbeda pendapat dengannya, ia menghalalkan darahnya[308] .

Pernyataan Syekh Zaini Dahlan (1231-1304H)[309] Mufti Mazhab Syafi’i di Hijaz:

هذا حاصل ما كان في قصة الوهابي بغاية الإختصار ولو بسط الكلام في كل قضية لطال، وكانت فتنتهم من المصائب التي أصيب بها أهل الإسلام فإنهم سفكوا كثيرا من الدماء وانتهبوا كثيرا من الأموال، وعم ضررهم، وتطاير شررهم فلا حول ولا قوة إلا بالله، وكثير من أحاديث النبي صلى الله عليه وسلم فيها التصريح بهذه الفتنة كقوله صلى الله عليه وسلم : يخر أناس من قبل المشرق يقرأون القرآن لا يجاوز تراقيهم يمرقوم من الدين كما يمرق السهم من الرمية سيماهم التحليق. وهذا الحديث جاء بروايات كثيرة بعضها في صحيح البخاري وبعضها في غيره لا حاجة لنا إلى الإطالة بنقل تلك الروايات ولا لذكر من خرجها لأنها صحيحة مشهورة. فعي قوله سيماهم التحليق، تصريح بهذه الطائفة لأنهم كانوا يأمرون كل من اتبعهم أن يحلق رأسه ولم يكن هذا الوصف لأحد من طوائف الخوار والمبتدعة الذين كانوا قبل زمن هيلاء.

Inilah kesimpulan tentang kisah Wahhabi dengan sangat ringkas. Andai pembahasan dibuat panjang lebar, pastilah sangat panjang. Musibah Wahhabi adalah satu diantara musibah-musibah yang menimpa ummat Islam. Salafi-Wahhabi telah menumpahkan banyak darah, telah merampas banyak harta, mudharat mereka telah menyebar, kejahatan mereka telah meluas, tiada daya dan upaya kecuali hanya dengan Allah Swt. Banyak hadits-hadits Rasulullah Saw yang di dalamnya jelas menyeutkan musibah Wahhabi ini, seperti sabda Rasulullah Saw, “Akan datang orang-orang dari arah timur, mereka membaca al-Qur’an, tidak melewati tenggorokan mereka, mereka telah keluar dari agama Islam seperti keluarnya anak panah dari busurnya. Ciri tanda mereka adalah mencukur rambut”. Hadits ini disebutkan dalam banyak riwayat, sebagiannya dalam Shahih al-Bukhari, sebagian yang lain di lain kitab, tidak perlu kita sebutkan riwayat-riwayat tersebut panjang lebar, juga tidak perlu menyebutkan para ulama yang meriwayatkannya, karena hadits ini shahih masyhur. Dalam hadits tersebut disebutkan, “Ciri tanda mereka adalah mencukur rambut”. Ini jelas menunjukkan kelompok Salafi Wahhabi, karena mereka (dulu) memerintahkan semua pengikut mereka agar mencukur rambut. Ciri ini tidak ada pada seorang pun dari kelompok Khawarij dan pelaku Bid’ah yang ada sebelum zaman Salafi-Wahhabi[310] .

Syekh Zaini Dahlan melanjutkan,

وكانوا يمنعون من قراءة دلائل الخيرات المشتملة على الصلاة على النبي صلى الله عليه وسلم وعلى ذكرها كثير من أوصافه الكاملة ويقولون إن ذلك شرك. ويمنعون من الصلاة عليه صلى الله عليه وسلم على المنابر بعد الأذان حتى أن رجلا صالحا كان أعمى وكان ميذنا وصلى على النبي صلى الله عليه وسلم بعد الأذان بعد أن كان المنا منهم، فأتوا به إلى ابن عبد الوهاب فأمر به أن يقتل فقتل ولو تتبعت لك ما كانوا يععلونه من أمثال ذلك لملأت الدفاتر والأوراق وفي هذا القدر كعاية والله سبحانه وتعالى أعلم.

Mereka (Salafi-Wahhabi) melarang membaca Dala’il al-Khairat yang berisi shalat kepada Rasulullah Saw dan banyak menyebut tentang sifat-sifat Rasulullah Saw yang sempurna, mereka mengatakan bahwa itu syirik. Mereka melarang bershalawat di atas mimbar setelah adzan. Bahkan seorang laki-laki shaleh yang buta, ia seorang muadzin, ia bershalawat setelah adzan, setelah dilarang Salafi-Wahhabi, lalu Salafi-Wahhabi membawa muadzin buta itu kepada Muhammad bin Abdul Wahhab. Kemudian Muhammad bin Abdul Wahhab memerintahkan supaya muadzin buta itu dibunuh, lalu ia pun dibunuh. Jika saya sebutkan kepada Anda semua contoh-contoh yang telah mereka lakukan, pastilah catatan dan kertas akan penuh. Cukuplah sekadar ini saja, Allah Swt yang lebih mengetahui[311] .
Masa lalu Salafi-Wahhabi yang keras dan penuh dengan sikap ekstrim itu terus berlanjut hingga ke zaman moderen ini. Seperti pengakuan para ulama moderen:

Pengakuan Syekh DR.Muhammad Sa’id Ramadhan al-Buthi (1929-2013M)[312] :

كنت في هذا العام المنصرم 1406 ه واحدا ممن استضافتهم رابطة العالم الإسلامي للإشتراك في الموسم الثقافي، وأتيح لي بهذه المناسبة أن أتعرف على كثير من ضيوف الرابطة الذين جاؤوا من أوربا وأمريكا وآسيا وإفريقيا، وأكثرهم يشرفون في الأصقاع التي أتوا منها على مراكز الدعوة الإسلامية أو يعملون فيها. والعجيب الذي لا بد أ يهيج آلاما ممزقة في نفس كل مسلم أخلص لله في إسلامه، أنني عند ما كنت أسأل كلا منهم عن سيرة الدعوة الإسلامية في تلك الجهات، أسمع جوابا واحدا يطلقه كل من هؤلاء الإخوة على انفراد، بمرارة وأسى، خلاصته: المشكلة الوحيدة عندنا هي الخلافات والخصومات الطاحنة التي تثيرها بيننا جماعة السلفية…

Pada tahun 1406H ini saya menjadi salah satu tamu Rabithah al-‘Alam al-Islamy (Ikatan Dunia Islam) untuk ikut serta pada Agenda Tahunan Keilmuan. Dengan momen ini saya diberi kesempatan untuk berkenalan dengan para tamu Rabithah al-‘Alam al-Islamy yang datang dari Eropa, Amerika, Asia dan Afrika. Sebagian besar mereka adalah ketua atau pengurus pusat da’wah Islam di tempat tinggal mereka. Keanehan yang pasti membangkitkan rasa sakit yang merobek-robek pada diri setiap muslim yang ikhlas karena Allah dan Islam. Ketika saya bertanya pada setiap mereka tentang perjalanan Da’wah Islam di tempat mereka masing-masing, saya mendapatkan jawaban yang sama, meskipun dialog itu dilakukan terpisah, rasa sakit dan putus asa. Kesimpulannya, satu-satunya masalah yang ada pada kami adalah ikhtilaf dan permusuhan keras diantara kami yang dibangkitkan oleh jamaah Salafi[313] .

ولقد اشتدت هذه الخصومات منذ بضا سنوات، في مسجد واشنطون، إلى درجة ألجأت السلطات الأمريكية إلى التدخل، ثم إلى إغلاق المسجد لبضعة شهور

Permusuhan semakin keras sejak beberapa tahun belakangan di masjid Washington, hingga Pemerintah Amerika terpaksa menginterfensi konflik tersebut, kemudian masjid ditutup untuk beberapa bulan.

ولقد اشتدت هذه الخصومات ذاتها واهتاجت، في أحد مساجد باريس منذ ثلاثة أعوام، حتى اضطرت الشرطة الفرنسية إلى اقتحام المسجد. والمضحك والمبكي بآن واحد، أن أحد أطراف تلك الخصومة أخذته الغيرة الحمقاء لدين الله ولحرمة المساجد، لما رأى أحد الشرطة داخلا المسجد بحذائه فصاح فيه أن يخر أو يخلا حذاءه. ولكن الشرطي صفعه قائلا: وهل ألجأنا إلى إقتحام المسجد على هذه الحال غيركم أيها السخفاء؟!

Permusuhan semakin keras dan sengit, terjadi di salah satu masjid di kota Paris sejak tiga tahun belakangan, hingga Kepolisian Perancis terpaksa mengambil tindakan dengan menerobos masuk masjid. Lucu sekaligus menangis pada waktu yang sama, salah satu pihak dari yang berkonflik itu dikuasai semangat dungu untuk agama Allah dan kemuliaan masjid, ketika ia melihat seorang polisi masuk ke dalam masjid mengenakan sepatu, ia pun berteriak supaya polisi itu keluar masjid atau melepas sepatunya. Tapi polisi itu menepisnya seraya berkata, “Bukankah kalian yang membuat kami menerobos masjid dengan cara seperti ini wahai orang-orang dungu?!”[314] .
Meskipun Salafi-Wahhabi moderen tidak lagi menggunakan pedang untuk menghabisi orang-orang yang tidak sependapat dengan mereka, tapi lidah mereka tidak kalah tajam daripada pedang yang pernah mereka hunuskan.

Kecaman Ulama Salafi-Wahhabi Terhadap Ulama Lain:

30 Caci Maki al-Albani Terhadap Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah.

Berikut ini pengakuan Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah:

وصرت أنا عنده في تلك المقدمة: صاحب ثلاثين وصفا من (التعصب، وتعمد الكذب، والتزوير، والافتراء، والجور، والضلال…..، …….، إلى المخبر والجاسوس

“Saya (Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah) baginya (bagi al-Albani) dalam Muqaddimah itu (Muqaddimah kitab Syarh al-‘Aqidah ath-Thahawiyyah) pemilik tiga puluh sifat (caci maki dan sumpah serapah), diantaranya: fanatik, sengaja berdusta, pemalsu, pendusta, sesat,….,….. hingga spionase dan mata-mata”.

Selanjutnya Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah mengatakan,

أن الألباني في نزاعه لم يسلك خطة ادب الخلاف عند العلماء، ولم يكن لسانه بالعف النزيه، ولا خلقه بالرادع له عن الاقذاع والشتم لمخالفيه، وأن نقاشه لأهل العلم يقوم على تجهيل غيره وتضليله

“Sesungguhnya al-Albani dalam kecenderungannya tidak melewati langkah adab etika khilaf pada ulama. Lidah al-Albani bukanlah lidah yang terjaga dan tidak bersih. Akhlaknya tidak dapat mencegahnya untuk tidak bersikap kasar dan menahan caci maki terhadap orang-orang yang berbeda pendapat dengannya. Debatnya dengan para ulama berdasarkan sikap membodohkan orang lain dan menyesatkan orang lain”[315] .

Bahkan Syekh Hasan as-Saqqaf menulis kitab khusus berjudul Qamus Syata’im al-Albani (Kamus Caci-maki al-Albani), buku setebal 206 halaman ini berisi caci-maki al-Albani terhadap para ulama.

Syekh Muqbil Menyebut Syekh Yusuf al-Qaradhawi Sebagai Anjing.

Syekh Muqbil al-Wadi’i menulis kitab berjudul:

إسكات الكلب العاوي يوسف بن عبد الله القرضاوي

Membungkam Anjing Menggonggong Yusuf bin Abdillah al-Qaradhawi.

Sungguh kata yang sangat tidak layak digunakan terhadap ulama. Buku ini 80 halaman, diterbitkan oleh Dar al-Atsar tahun 2005M.

Sesama Salafi-Wahhabi Saling Menyerang.

Syekh Hamud at-Tuwijri Menyebut Syekh al-Albani Pelaku Ilhad (Sesat):

Syekh al-Albani mengaku bahwa Syekh Hamud at-Tuwijri Ulama Salafi Riyadh menuduhnya telah melakukan Ilhad:

ونسبني بسبب مخالفتي إياه للإلحاد

Dia (Syekh Hamud at-Tuwijri) menisbatkan saya (Syekh al-Albani) kepada Ilhad karena saya berbeda pendapat dengannya[316] .

Syekh DR.Safar al-Hawaly Menyebut al-Albani Golongan Murji’ah[317] :

والميسف للغاية أن بعض علماء الحديث المعاصرين الملتزمين بمنهج السلف الصالح قد تبعوا هؤلاء المرجئة فى القول بأن الأعمال شرط كمال فقط ، ونسبوا ذلك إلى أهل السنة والجماعة ، كما فعل أولئك الذين ذكرنا بعضهم أعلاه ، ولا أدرى كيف يوافقون هيلاء فى هذه المسألة العظيمة من مسائل العقيدة التي جاء بيانها في الكتاب والسنة وإجماع السلف كما تقدم وتظافرت عبارات السلف على ذم من خالف فيها ووصفه بالبدعة والضلال – –كما أسلفنا – –وهم من ذلك ينفرون منه أشد النفور ، بل ربما حرصوا على مخالفتهم فى أمور أهون من هذه بكثير ، بل ليست من مسائل الاعتقاد أصلا ، وإذا كان مثل هذا يغتفر للعالم المجتهد الكبير ويضيا فى بحر حسناته وفضائله ، فإن لا يغتفر للذين يقلدونه في ذلك طلبه العلم ، هداني الله وإياهم للصواب . أنظر : رسالة حكم تارك الصلاة المنسوبة للشيخ الألباني )ص 42

Sangat disayangkan bahwa sebagian ulama hadits kontemporer yang berpegang teguh dengan manhaj Salafushshalih telah mengikuti orang-orang Murji’ah dalam berpendapat bahwa amal hanyalah syarat sempurna saja (bagi keimanan). Mereka menisbatkan itu kepada Ahlussunnah waljama’ah sebagaimana yang dilakukan sebagian mereka yang telah kami sebutkan di atas. Saya tidak mengerti, mengapa mereka setuju dengan orang-orang Murji’ah dalam masalah yang besar dari masalah ‘Aqidah yang dijelaskan dalam al-Qur’an dan Sunnah serta Ijma’ Salaf. Telah banyak ungkapan kalangan Salaf tentang kecaman terhadap orang-orang yang berbeda pendapat dalam masalah ini, mereka disebut sebagai pelaku bid’ah dan sesat -sebagaimana yang telah kami sebutkan-. Padahal mereka itu sangat menjauhkan diri dari orang-orang Murji’ah, bahkan mereka sangat menentang Murji’ah dalam perkara yang lebih ringan daripada masalah ini, bahkan dalam masalah-masalah yang bukan masalah akidah sama sekali. Jika masalah seperti ini terampuni bagi seorang ulama besar ahli ijtihad namun dapat menyebabkan lautan kebaikan dan keutamannya menjadi sia-sia. Maka tidak terampuni bagi para penuntut ilmu yang mengikutinya dalam masalah tersebut. Semoga Allah Swt memberikan hidayah kepada saya dan mereka ke jalan kebenaran. Lihat Risalah Hukm Tarik ash-Shalat karya Syekh al-Albani, halaman 42[318] .

Fatwa al-Lajnah ad-Da’imah li al-Buhuts al-‘Ilmiyyah wa al-Ifta’.

Lembaga resmi pemerintah Saudi Arabia ini mengeluarkan fatwa:

Bahwa Syekh Ali Hasan al-Halabi seorang berfaham Murji’ah dan batil[319] .

Akan tetapi Syekh Ali Hasan al-Halabi tidak dapat menerima tuduhan itu, maka ia menulis buku membantah fatwa al-Lajnah ad-Da’imah berjudul al-Ajwibah al-Mutala’imah ‘ala Fatwa al-Lajnah ad-Da’imah (jawaban-jawaban yang layak terhadap fatwa al-Lajnah ad-Da’imah). Seorang dosen Universitas Umm al-Qura bernama DR.Ahmad Umar Bazamul pula mengkritik Syekh Ali Hasan al-Halabi dengan buku berjudul Shiyanah as-Salafi min Was-wasah wa Talbisat Ali al-Halaby (pemeliharaan seorang Salafi dari keraguan dan kepalsuan Ali al-Halabi). Anehnya, buku Syekh Ali Hasan al-Halabi berjudul at-Tahdzir min Fitnah at-Takfir yang dilarang al-Lajnah ad-Da’imah itu diberi kata pengantar dan komentar oleh Syekh Ibnu Baz dan Syekh Ibnu ‘Utsaimin. Intinya, ketika tidak ada lagi yang perlu dibid’ahkan, maka mereka pun saling membid’ahkan satu sama lain, dan saling membela terhadap fahamnya masing-masing, sudah semacam hoby yang mesti disalurkan. Padahal kaum muslimin di Palestina membutuhkan pertolongan, mereka tetap saja sibuk dengan bid’ah membid’ahkan, sesat menyesatkan sesama mereka.
Syekh ‘Abd al-Muhsin bin Hamd al-‘Abbad al-Badr seorang ulama Salafi-Wahhabi moderat merasa resah melihat pertikaian diantara mereka, maka ia menulis satu kitab berjudul Rifqan Ahl as-Sunnah bi Ahl as-Sunnah (Sikap Lembut Ahlussunnah Terhadap Ahlussunnah), kitab ini mengajak para Salafi-Wahhabi yang bertikai agar kembali ke jalan yang benar. Dalam buku ini beliau ada menulis satu sub judul: [حعظ اللسان من الكلام إلا في خير ] (menjaga lidah agar tidak berbicara melainkan pada kebaikan). Ini respon terhadap Salafi-Wahhabi yang kasar. Semoga mereka kembali ke jalan yang benar, amin ya Robbal’alamin. Jika ada jamaah yang bertanya, “Mengapa ustadz-ustadz Salafi-Wahhabi itu mudah sekali menghina dan membodoh-bodohkan orang lain yang tidak sefaham dengan mereka?”. Setelah membaca teks di atas, dapatlah kita fahami, bak kata pepatah, “Bila guru kencing berdiri, maka murid kencing berlari”. Wallahu a’lam bi ash-shawab.

_____________

[299] Fatawa Dar al-Ifta’ al-Mishriyyah, juz.X, hal.295.

[300] Al-Lajnaj ad-Da’imah li al-Buhuts al-‘Ilmiyyah wa al-Ifta’, juz.II, hal.242.

[301] Nama lengkap beliau adalah Syekh Muhammad bin Shalih bin Muhammad al-‘Utsaimin, ulama besar Saudi Arabia, wafat pada tahun 1421H.

[302] Syekh Muhammad bin Shalih bin Muhammad al-‘Utsaimin, Liqa’at al-Bab al-Maftuh, juz.XXI, hal.220.

[303] Syekh Ahmad bin ash-Shawi al-Mishri al-Maliki al-Khalwati, wafat tahun 1241H. Beberapa diantara kitab karya beliau: Hasyiyah ash-Shawi ‘ala al-Jalalain, al-Asrar ar-Rabbaniyyyah wa al-Fuyudhat ar-Rahmaniyyah ‘ala ash-Shalawat ad-Dardiriyyah, Bulghat as-Salik li Aqrab al-Masalik, Hasyiyah ‘ala Anwar at-Tanzil li al-Baidhawi, Hasyiyah ‘ala al-Jaridah al-Bahiyyah li ad-Dardir, Hasyiyah ‘ala Syarh ad-Dardir dan Syarh Manzhumah Asma’ Allah al-Husna li ad-Dardir.

[304] Syekh Ahmad bin ash-Shawi al-Maliki, Hasyiyah ash-Shawi ‘ala Tafsir al-Jalalain, juz.III, hal.307

[305] Nama asli beliau adalah as-Sayyid Muhammad Amin ‘Abidin bin as-Sayyid Umar ‘Abidin bin Abdul Aziz bin Ahmad bin Abdurrahim ad-Dimasyqi al-Hanafi. Seorang mufti dalam Mazhab Hanafi, terkenal dengan nama Ibnu ‘Abidin. Lahir pada tahun 1198H dan wafat pada tahun 1252H. diantara karya beliau adalah:
1. Radd al-Muhtar Syarh ad-Durr al-Mukhtar. 2. Al-Ibanah ‘an Akhdz al-Ujrah ‘ala al-Hidhanah. 3. Ittihaf adz-Dzaki an-Nabih bi Jawab ma Yaqulu al-Faqih. 4. Ijabat al-Ghauts bi Bayan Hal an-Nuqaba’ wa an-Nujaba’ wa al-Abdal wa al-Autad wa al-Ghauts. 5. Ajwibat Muhaqqaqah ‘an As’ilat Mufarraqah. 6. A’lam al-A’lam bi Ahkam Iqrar al-‘Am. 7. Al-Aqwal al-Wadhihah al-Jaliyyah fi Tahrir Mas’alah an-Naqsh al-Qismah wa Mas’alat Darajah al-Ja’liyyah. 8. Tahbir at-Tahrir fi Ibthal al-Qadhaya li Fath bi al-Ghabn al-Fahisy bi la Taghrir. 9. Tahrir al-‘Ibarah fi man Ahaqq bi al-Ijabah. 10. Tahrir al-Qaul fi Nafaqat al-Furu’ wa al-Ushul. 11. Tuhfat an-Nasik fi Ad’iyat al-Manasik. 12. Tanbih Dzawi al-Ifham ‘ala Buthlan al-Hukm bi Naqdh ad-Da’wa Ba’da Ibram al-‘Am. 13. Tanbih Dzawi al-Ifham ‘ala Hukm at-Tabligh Khalf al-Imam. 14. Tanbih ar-Ruqud ‘ala Masa’il an-Nuqud. 15. Tanbih al-Ghafil al-Wisnan fi Ahkam Hilal Ramadhan. 16. Ad-Durar al-Madhiyyah fi Syarh Nuzhum al-Abhur asy-Syi’riyyah. 17. Ar-Rahiq al-Makhtum Syarh Qala’id al-Manzhum li Ibn ‘Abdirrazzaq. 18. Raf’ al-Isytibah ‘an ‘Ibarah al-Asybah. 19. Raf’ al-Intiqadh wa Daf’ al-I’tiradh fi Qaulihim al-Iman Mubayyinah ‘ala al-Alfazh la ‘ala al-A’radh. 20. Raf’ al-Anzhar ‘amma Auradahu al-Halaby ‘ala ad-Durr al-Mukhtar. 21. Raf’ at-Taraddud fi ‘Aqd al-Ashabi’ ‘Inda at-Tasyahhud. 22. Sall al-Hisam al-Hindi li Nushrat Maulana Khalid an-Naqsyabandi. 23. Syarh al-Kafi fi al-‘Arudh wa al-Qawafi. 24. Syifa’ al-‘Alil wa Ball al-Ghalil fi Hukm al-Washiyyah bi al-Khatamat wa at-Tahlil. 25. Al-‘Uqud ad-Durriyyah fi Qaul al-Waqif ‘ala Faridhah asy-Syar’iyyah. 26. Al-‘Uqud ad-Durriyyah fi Tanqih Fatawa al-Hamidiyyah. 27. Al-‘Uqud al-Laly fi Asanid al-‘Awaly. 28. ‘Uqud Rasm al-Mufti. 29. Al-‘Ilm azh-Zhahir fi an-Nasab ath-Thahir. 30. Ghayat al-Bayan fi an Waqf al-Itsnain waqf la Waqfan. 31. Ghayat al-Mathlab fi Isytirath al-Waqif ‘Aud an-Nashab ila Darajat al-Qurb fa al-Aqrab. 32. Fath Rabb al-Arbab ‘ala Lubb al-Albab Syarh Nadzat al-A’rab. 33. Al-Fawa’id al-‘Ajibah fi I’rab al-Kalimat al-Gharibah. 34. Al-Fawa’id al-Mukhashshishah fi Ahkam al-Himshah. 35. Manahil as-Surur li Mubtaghi al-Hisab bi al-Kusur. 36. Minhat al-Khaliq ‘ala al-Bahr ar-Ra’iq. 37. Minnat al-Jalil li Bayan Isqath ma ‘ala adz-Dzimmah min Katsir wa Qalil. 38. Manhal al-Waridin min Bihar al-Faidh ‘ala Dzakhr al-Muta’ahhilin. 39. Nasamat al-Ashar ‘ala Ifazhah al-Anwar Syarh al-Manar. 40. Nasyr al-‘Urf fi Bina’ Ba’dhi al-Ahkam ‘ala al-‘Urf. (al-Babani, Hadiyyat al-‘Arifin, juz.II, hal.140).

[306] Syekh Ibnu ‘Abidin, Hasyiyah Radd al-Muhtar ‘ala ad-Durr al-Mukhtar, juz.IV, hal.262.

[307] Syekh Muhammad bin Abdullah bin Humaid an-Najdi al-Makki al-Hanbali. Lahir di ‘Unaizah (daerah al-Qashim, Saudi-Arabia) pada tahun 1236H. wafat di Tha’if pada tahun 1295H. pernah menjadi imam dan khatib di Masjidilharam Makkah al-Mukarramah. Memiliki halaqah ilmu di Masjidilharam. Juga sebagai seorang ahli fatwa di Makkah al-Mukarramah. (Lihat: Syekh Muhammad bin Abdullah bin Humaid an-Najdi al-Makki (1236-1295H), as-Suhub al-Wabilah ‘ala Dhara’ih al-Hanabilah, Beirut: Mu’assasah ar-Risalah, hal.5).

[308] Syekh Muhammad bin Abdullah bin Humaid an-Najdi al-Makki, as-Suhub al-Wabilah ‘ala Dhara’ih al-Hanabilah, hal.275.

[309] Syekh Ahmad bin Zain bin Ahmad Dahlan al-Makki asy-Syafi’i. Lahir di Mekah tahun 1231H dan wafat di Madinah tahun 1304H. Mufti Mazhab Syafi’i di Hijaz (Mekah-Madinah).

[310] Syekh Zaini Dahlan, Fitnah al-Wahhabiyyah, hal.21.

[311] Syekh Zaini Dahlan, Fitnah al-Wahhabiyyah, hal.22.

[312] Lahir pada tahun 1929M. Menyelesaikan pendidikan S1, S2 dan S3 di Universitas al-Azhar, Kairo. Karyanya mencapai 60 kitab, diantaranya: 1. Fiqh as-Sirah, 2. al-Lamadzhabiyyah Akhthar Bid’ah Tuhaddid asy-Syari’ah al-Islamiyyah, 3. as-SalafiyyahMarhalah Zamaniyyah Mubarakah la Madzhab Islamy, 4. al-Mar‘ah Bayn Thughyan an-Nizham al-Gharbiyy wa Latha‘if at-Tasyri’ ar-Rabbaniyy, 5. al-Islam wa al-‘Ashr, 6. Awrubah min at-Tiqniyyah ila ar-Ruhaniyyah: Musykilah al-Jisr al-Maqthu’, 7. Barnamij Dirasah Qur‘aniyyah, 8. Syakhshiyyat Istawqafatni, 9. Syarh wa Tahlil Al-Hikam Al-‘Atha‘iyah, 10. Kubra al-Yaqiniyyat al-Kauniyyah, 11. Hadzihi Musykilatuhum, Wa Hadzihi Musykilatuna, 12. Kalimat fi Munasabat, 13. Musyawarat Ijtima’iyyah min Hishad al-Internet, 14. Ma’a an-Nas Musyawarat wa Fatawa, 15. Manhaj al-Hadharah al-Insaniyyah fi Al-Qur‘an, 16. Hadza Ma Qultuhu Amama Ba’dh ar-Ru‘asa‘ wa al-Muluk, 17. Yughalithunaka Idz Yaqulun, 18. Min al-Fikr wa al-Qalb, 19. al-Insan Baina al-Musayyar wa al-Mukhayyar, 20. La Ya‘tihi al-Bathil, 21. Al-Hubb fi al-Qur‘an wa Dawr al-Hubb fi Hayah al-Insan, 22. al-Islam Maladz Kull al-Mujtama’at al-Insaniyyah, 23. azh-Zhullamiyyun wa an-Nuraniyyun. Wafat sebagai syahid di Masjid Jami’ al-Iman, kota Damascus, Suriah. Pada hari Kamis, 21 Maret 2013M.

[313] Syekh DR.Muhammad Sa’id Ramadhan al-Buthi, as-Salafiyyah Marhalah Zamaniyyah Mubarakah la Madzhab Islamy, (Damascus: Dar al-Fikr, 1990M), hal.245.

[314] Ibid.

[315] Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah, Kalimat fi Kasyfi Abathil wa Iftira’at, Muqaddimah Jawab al-Hafizh Abi Muhammad ‘Abdil ‘Azhim al-Mundziri al-Mishri ‘an As’ilah fi al-Jarh wa at-Ta’dil, , (Halab: Maktabah an-Nahdhah, 1411H), hal. 15.

[316] Syekh Nashiruddin al-Albani, ar-Radd al-Mufhim, hal.48.

[317] Imam Syafi’i mendefinisikan Golongan Murji’ah sebagai: [من قال: الايمان قول، فهو مرجئ ] “Siapa yang mengatakan bahwa iman hanya cukup dengan ucapan saja, maka dia adalah golongan Murji’ah” (Imam adz-Dzahabi, Siyar A’lam an-Nubala’, juz.X, hal.13).

[318] Syekh DR.Safar al-Hawaly, Zhahirat al-Irja’, hal.350.

[319] Lihat fatwa al- al-Lajnah ad-Da’imah li al-Buhuts al-‘Ilmiyyah wa al-Ifta’, tentang kitab Syekh Ali Hasan al-Halabi, seorang Salafi-Wahhabi Yordania, murid Syekh al-Albani, berjudul at-Tahdzir min Fitnah at-Takfir dan kitab Shaihat an-Nadzir, juz.II, hal.137-139.

 

Next Post As-Siyadah
5 1 vote
Article Rating
Artikel ini telah dibaca 13 kali

Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
Lihat seluruh komentar
Baca Lainnya

Keutamaan Surat Yasin

11 November 2025 - 14:39 WIB

Do’a Qunut Pada Shalat Shubuh

8 November 2025 - 15:07 WIB

As-Siyadah

7 November 2025 - 23:50 WIB

Memahami Ayat Dan Hadits Mutasyabihat

4 November 2025 - 22:42 WIB

Syi’ah

4 November 2025 - 00:02 WIB

Tawassul

30 Oktober 2025 - 15:53 WIB

Trending di Tanya Jawab Fikih
0
Ada ide atau tanggapan? Share di kolom komentar!x
()
x